29.3 C
Jakarta
Monday, June 9, 2025

Jadi Kurir Sabu Lintas Provinsi, Vonis 10 Tahun Penjara Ditanggung Pria Ini

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO –  Lailani, terdakwa kasus kurir sabu lintas provinsi, harus menerima vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara dari Pengadilan Negeri (PN) Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau, Selasa kemarin, 3 Juni 2025.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lamandau yakni 14 tahun penjara.  Ketua Majelis Hakim, Evan Setiawan Dese, menyatakan Lailani terbukti bersalah melanggar pasal tentang narkotika.  Khususnya menjadi perantara jual beli narkotika golongan I melebihi 5 gram.

Dalam persidangan sebelumnya, Lailani memohon keringanan hukuman. Sebab ia  mengaku telah menyesali perbuatannya, dan menyatakan bahwa ia terpaksa terlibat dalam perdagangan narkoba demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sebagai tulang punggung.  Ia pun mengaku hanya  berharap belas kasihan dari majelis hakim.

Baca Juga :  Ekstasi Kembali Marak di Palangka Raya, Sasar Tempat Hiburan Malam

“Peristiwa bermula pada 16 November 2024. Lailani dihubungi oleh Yopi (saksi) untuk mengambil mobil di Samarinda, Kalimantan Timur yang akan dibawa ke Sekadau, Kalimantan Barat,” ungkap Ketua Majelis Hakim.

Dalam perjalanan, Lailani menghubungi Bainit (masih buron,red) di Barabai, Kalimantan Selatan menawarkan diri untuk mengantarkan sabu karena akan melintasi wilayah tersebut.  Bainit menyetujui tawaran tersebut dan menitipkan sabu kepada Lailani.

“Di Beting Pontianak, Kalimantan Barat, Lailani menerima sebuah kantong kresek hitam berisi enam bungkus plastik berisi sabu dengan total berat 414,14 gram dan uang tunai Rp 3 juta sebagai uang muka dan biaya perjalanan,” jelasnya.

Keesokan harinya, Lailani dan Yopi berangkat menuju Sampit, Kalimantan Tengah, menggunakan travel.  Namun, pada 18 November 2024 sekitar pukul 03.00 WIB, mereka tertangkap dalam razia gabungan Satresnarkoba, Satlantas, dan Provos Polres Lamandau di Jalan Trans Kalimantan, Km 15, Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau.

Baca Juga :  Jelang Putusan MK Pilkada Lamandau, Pengamanan Diperkuat

“Penggeledahan terhadap barang bawaan mereka, ditemukan sabu yang disembunyikan dalam bungkusan plastik putih,” ujar Ketua Majelis Hakim lagi.

Meskipun mendapatkan keringanan hukuman, vonis 10 tahun penjara tetap menjadi pukulan berat bagi Lailani dan keluarganya.  Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan peredaran narkoba antar provinsi di Kalimantan dan perlunya upaya lebih intensif untuk memberantas jaringan pengedar narkoba.

Status Bainit hingga saat ini sebagai DPO juga menjadi perhatian. Ini menandakan masih adanya jaringan yang perlu diungkap lebih lanjut oleh pihak berwajib. Kasus ini menjadi pengingat akan bahaya narkoba dan konsekuensi hukum yang berat bagi para pelakunya. (bib)

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO –  Lailani, terdakwa kasus kurir sabu lintas provinsi, harus menerima vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara dari Pengadilan Negeri (PN) Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau, Selasa kemarin, 3 Juni 2025.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lamandau yakni 14 tahun penjara.  Ketua Majelis Hakim, Evan Setiawan Dese, menyatakan Lailani terbukti bersalah melanggar pasal tentang narkotika.  Khususnya menjadi perantara jual beli narkotika golongan I melebihi 5 gram.

Dalam persidangan sebelumnya, Lailani memohon keringanan hukuman. Sebab ia  mengaku telah menyesali perbuatannya, dan menyatakan bahwa ia terpaksa terlibat dalam perdagangan narkoba demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sebagai tulang punggung.  Ia pun mengaku hanya  berharap belas kasihan dari majelis hakim.

Baca Juga :  Ekstasi Kembali Marak di Palangka Raya, Sasar Tempat Hiburan Malam

“Peristiwa bermula pada 16 November 2024. Lailani dihubungi oleh Yopi (saksi) untuk mengambil mobil di Samarinda, Kalimantan Timur yang akan dibawa ke Sekadau, Kalimantan Barat,” ungkap Ketua Majelis Hakim.

Dalam perjalanan, Lailani menghubungi Bainit (masih buron,red) di Barabai, Kalimantan Selatan menawarkan diri untuk mengantarkan sabu karena akan melintasi wilayah tersebut.  Bainit menyetujui tawaran tersebut dan menitipkan sabu kepada Lailani.

“Di Beting Pontianak, Kalimantan Barat, Lailani menerima sebuah kantong kresek hitam berisi enam bungkus plastik berisi sabu dengan total berat 414,14 gram dan uang tunai Rp 3 juta sebagai uang muka dan biaya perjalanan,” jelasnya.

Keesokan harinya, Lailani dan Yopi berangkat menuju Sampit, Kalimantan Tengah, menggunakan travel.  Namun, pada 18 November 2024 sekitar pukul 03.00 WIB, mereka tertangkap dalam razia gabungan Satresnarkoba, Satlantas, dan Provos Polres Lamandau di Jalan Trans Kalimantan, Km 15, Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau.

Baca Juga :  Jelang Putusan MK Pilkada Lamandau, Pengamanan Diperkuat

“Penggeledahan terhadap barang bawaan mereka, ditemukan sabu yang disembunyikan dalam bungkusan plastik putih,” ujar Ketua Majelis Hakim lagi.

Meskipun mendapatkan keringanan hukuman, vonis 10 tahun penjara tetap menjadi pukulan berat bagi Lailani dan keluarganya.  Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan peredaran narkoba antar provinsi di Kalimantan dan perlunya upaya lebih intensif untuk memberantas jaringan pengedar narkoba.

Status Bainit hingga saat ini sebagai DPO juga menjadi perhatian. Ini menandakan masih adanya jaringan yang perlu diungkap lebih lanjut oleh pihak berwajib. Kasus ini menjadi pengingat akan bahaya narkoba dan konsekuensi hukum yang berat bagi para pelakunya. (bib)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/