27.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Kasus Kekerasan Seksual di UPR Dihentikan, Alasannya Tidak Cukup Bukti

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban seorang Mahasiswa di Universitas Palangka Raya (UPR) dan terduga pelaku dosen inisial AVG di Fakultas Teknik UPR, pada 5 September 2022 lalu dihentikan proses penyidikannya oleh Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah (Kalteng)

Hal itu terungkap melalui Surat dari Dirreskrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F Napitupulu perihal balasan surat dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng tanggal 29 Maret 2023 terkait perkembangan penyidikan.

Surat nomor 8/1184/IV/RES.1.24.2023/Ditreskrimum ini menerangkan kepada Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng terhadap Laporan Polisi  Nomor LP/B/201/IX/2022/SPKT/POLDA KALIMANTAN TENGAH tanggal 5 September 2022 tentang dugaan tindak pidana kekerasan seksual atau dugaan tindak pidana penganiayaan bahwa korban mencabut keterangan yang sudah diberikan kepada penyidik.

Selain itu, dalam surat tersebut menyebutkan korban bersikap tidak kooperatif selama proses penyidikan dan penyidik sudah berupaya maksimal selama proses penyidikan. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum, maka penyidik menghentikan proses penyidikan karena tidak cukup bukti.

Saat dikonfirmasi ke Dirreskrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F Napitupulu membenarkan informasi mengenai surat tersebut.

“Benar mas,” ujarnya singkat melalui pesan whatsapp, Jumat (14/4).

Sebelumnya, masa yang mengatasnamakan Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menyoroti terkait penanganan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban seorang Mahasiswa di Universitas Palangka Raya (UPR) dan terduga pelaku dosen inisial AVG di Fakultas Teknik UPR, pada 5 September 2022 lalu.

Baca Juga :  Dipengaruhi Miras, Suami Aniaya Istri

Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng tersebut terdiri dari BEM Fakultas Pertanian UPR, DPM Faperta UPR, BEM Fakultas Teknik UPR, LBH Palangka Raya, AMAN Kalteng, Solidaritas Perempuan Mamut Menteng, Progress Kalimantan Kalteng, HMJ Budidaya Pertanian FP UPR, BEM FKIP UPR, WALHI Kalimantan Kalteng, SERUNI Kalteng.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye LBH Palangka Raya Sandi Jaya Prima Saragih Simarmata yang juga Jubir Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng mengatakan, berdasarkan informasi yang pihaknya dapatkan bahwa pada Maret 2023 Polda Kalteng telah menerbitkan surat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) pada kasus tersebut.

“Menurut kami ini yang sangat janggal yang dimana dalam Undang-Undang No . 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pasal 23, menyebutkan Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang,” terangnya.

Lebih lanjut, Sandi menjelaskan guna memastikaan informasi yang kami dapatkan tersebut, Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng yang terdiri dari beberapa individu dan organisasi atau Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) yang peduli dengan kasus-kasus yang berkenaan dengan kekerasan seksual, mengirimkan surat ke Polda Kalteng.

Baca Juga :  Polisi Tangkap Pemilik 29,62 Gram Sabu di Jalan Wengga Metropolitan Sampit

“Namun sayangnya surat tersebut tidak mendapatkan respon dan pada akhirnya kami mengajukan surat keberatan kepada Polda  Kalimantan Tengah pada tanggal sabtu, 1 April 2023 yang diterima oleh Rizky sebagai petugas yang berjaga pada bagian Humas Polda Kalimantan Tengah,” imbuhnya.

Sehingga, Sandi beranggapan tindakan diam dari Polda Kalteng atas permohonan informasi tersebut merupakan bentuk ketidak transparansian penyidik dalam menangani kasus ini. Hal ini bertentangan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 Ayat (2) Pasal 23.

Dengan demikian koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng menyatakan sikap bahwa kasus yang tindak pidana yang terjadi yang terduga pelakunya adalah seorang dosen Fakultas Teknik UPR merupakan tindak pidana yang sangat mencoreng harkat dan martabat hak asasi seseorang apalagi terjadi institusi Pendidikan Tinggi.

“Bahwa pemintaan perdamaian dalam kasus ini yang pada akhirnya diduga kuat menjadi dasar diterbitkannya SP3 dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah merupakan satu tindakan yang tidak mencerminkan keadilan bagi korban karena permintaan maaf tidak bisa menghapus tindak pidana seseorang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pasal 23. Dan meminta Polda Kalimantan Tengah untuk merespon surat permohonan kami,” tandasnya.






Reporter: M Hafidz

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban seorang Mahasiswa di Universitas Palangka Raya (UPR) dan terduga pelaku dosen inisial AVG di Fakultas Teknik UPR, pada 5 September 2022 lalu dihentikan proses penyidikannya oleh Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah (Kalteng)

Hal itu terungkap melalui Surat dari Dirreskrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F Napitupulu perihal balasan surat dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng tanggal 29 Maret 2023 terkait perkembangan penyidikan.

Surat nomor 8/1184/IV/RES.1.24.2023/Ditreskrimum ini menerangkan kepada Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng terhadap Laporan Polisi  Nomor LP/B/201/IX/2022/SPKT/POLDA KALIMANTAN TENGAH tanggal 5 September 2022 tentang dugaan tindak pidana kekerasan seksual atau dugaan tindak pidana penganiayaan bahwa korban mencabut keterangan yang sudah diberikan kepada penyidik.

Selain itu, dalam surat tersebut menyebutkan korban bersikap tidak kooperatif selama proses penyidikan dan penyidik sudah berupaya maksimal selama proses penyidikan. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum, maka penyidik menghentikan proses penyidikan karena tidak cukup bukti.

Saat dikonfirmasi ke Dirreskrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Faisal F Napitupulu membenarkan informasi mengenai surat tersebut.

“Benar mas,” ujarnya singkat melalui pesan whatsapp, Jumat (14/4).

Sebelumnya, masa yang mengatasnamakan Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menyoroti terkait penanganan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban seorang Mahasiswa di Universitas Palangka Raya (UPR) dan terduga pelaku dosen inisial AVG di Fakultas Teknik UPR, pada 5 September 2022 lalu.

Baca Juga :  Dipengaruhi Miras, Suami Aniaya Istri

Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng tersebut terdiri dari BEM Fakultas Pertanian UPR, DPM Faperta UPR, BEM Fakultas Teknik UPR, LBH Palangka Raya, AMAN Kalteng, Solidaritas Perempuan Mamut Menteng, Progress Kalimantan Kalteng, HMJ Budidaya Pertanian FP UPR, BEM FKIP UPR, WALHI Kalimantan Kalteng, SERUNI Kalteng.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye LBH Palangka Raya Sandi Jaya Prima Saragih Simarmata yang juga Jubir Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng mengatakan, berdasarkan informasi yang pihaknya dapatkan bahwa pada Maret 2023 Polda Kalteng telah menerbitkan surat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) pada kasus tersebut.

“Menurut kami ini yang sangat janggal yang dimana dalam Undang-Undang No . 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pasal 23, menyebutkan Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang,” terangnya.

Lebih lanjut, Sandi menjelaskan guna memastikaan informasi yang kami dapatkan tersebut, Koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng yang terdiri dari beberapa individu dan organisasi atau Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) yang peduli dengan kasus-kasus yang berkenaan dengan kekerasan seksual, mengirimkan surat ke Polda Kalteng.

Baca Juga :  Polisi Tangkap Pemilik 29,62 Gram Sabu di Jalan Wengga Metropolitan Sampit

“Namun sayangnya surat tersebut tidak mendapatkan respon dan pada akhirnya kami mengajukan surat keberatan kepada Polda  Kalimantan Tengah pada tanggal sabtu, 1 April 2023 yang diterima oleh Rizky sebagai petugas yang berjaga pada bagian Humas Polda Kalimantan Tengah,” imbuhnya.

Sehingga, Sandi beranggapan tindakan diam dari Polda Kalteng atas permohonan informasi tersebut merupakan bentuk ketidak transparansian penyidik dalam menangani kasus ini. Hal ini bertentangan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 Ayat (2) Pasal 23.

Dengan demikian koalisi Anti Kekerasan Seksual Provinsi Kalteng menyatakan sikap bahwa kasus yang tindak pidana yang terjadi yang terduga pelakunya adalah seorang dosen Fakultas Teknik UPR merupakan tindak pidana yang sangat mencoreng harkat dan martabat hak asasi seseorang apalagi terjadi institusi Pendidikan Tinggi.

“Bahwa pemintaan perdamaian dalam kasus ini yang pada akhirnya diduga kuat menjadi dasar diterbitkannya SP3 dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah merupakan satu tindakan yang tidak mencerminkan keadilan bagi korban karena permintaan maaf tidak bisa menghapus tindak pidana seseorang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pasal 23. Dan meminta Polda Kalimantan Tengah untuk merespon surat permohonan kami,” tandasnya.






Reporter: M Hafidz

Terpopuler

Artikel Terbaru