aku melihat merah-putih penuh air mata
dan itu karena kemurungannya tidak lagi terbendung
apakah puisi harus berkemas diri
dari pergulatan hidup, yang tidak pernah tuntas
jendela tidak bersedih ketika angin
mengempas hujan tepat di dadanya.
sesuatu mengkristal ketika langit sore
berusaha menelan gemuruh yang lekat
di utara.
Pahit dan kuat
Robusta mengeja malam pekat
Cangkir-cangkir memanas
Menahan tempias
Hujan yang merupa bingkisan dalam kerumunan
Gigil merangkak menuju sunyi
Menusuk hingga hati
Di hari pemilu ini, mari kita nyanyikan lagu kebangsaan
agar kebersamaan tumbuh
agar damai di hati
Segala gaduh akan runtuh
segala dengki akan teratasi
Duduk bersama saling mengayuh
berjabatan tanda persahabatan
senyum dan tawa
bersama memakmurkan bumi pertiwi
Yang Lahir di Musim Rindu
: siapakah yang lahir di musim rindu
bersama pekat malam dan embun yang mendekap pagi
yang menetes satu per satu dari daun-daun
di beranda rumah itu
Waktu memecah. Ruang berpendar. Kasih sayang
betapa telah serupa Bukit Cahaya tempat segala doa
dilangitkan setulus hati. Tetapi air mata berguguran
dari kelopak malam paling nyeri. Sembilu dua sisi
mengiris-iris setiap api cemburu mengapung atas laut