33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Dari Kongres V PDIP: 23 Rekomendasi dan Kagetnya Risma Masuk DPP

Sejumlah kejutan
mewarnai daftar pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PIP periode 2019-2024.
Salah satunya, munculnya nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai ketua
DPP bidang kebudayaan. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melantik pengurus
baru yang sekaligus menandai berakhirnya rangkaian Kongres V PDIP di Grand Inna
Bali Beach Hotel, Sanur, kemarin (10/8).

Struktur baru itu
tetap berisi 27 pengurus. Terdiri tas ketua umum, sekretaris jenderal (Sekjen)
dan 3 wakil Sekjen, bendahara dan 2 wakil bendahara, serta 19 ketua bidang.
Masuknya Risma sudah pasti dengan pertimbangan matang. “Dengan kiprahnya
sebagai wali kota dua periode, Bu Risma kami harapkan bisa mencari solusi
ancaman kebudayaan,” kata Megawati.

Ketua DPP PDIP Bidang
Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat menyampaikan, Risma terbukti
sebagai kader yang bagus. Keberhasilan Risma sebagai wali kota, papar dia, bisa
memberikan pengaruh positif. Risma diharapkan ikut mengatasi masalah kebudayaan
yang bisa mengancam persatuan.

“Karena
persoalan-persoalan intoleransi ancaman perpecahan bangsa. Salah satu caranya
bisa dengan pendekatan kebudayaan,” papar Djarot.

Risma mengaku tak tahu
akan mendapat kepercayaan tersebut. Posisinya di Surabaya. Sekitar pukul 11.00,
dia mengadakan konferensi pers tentang Yayasan Kas Pembangunan (YKP) di ruang
kerjanya. Saat awak media meminta konfirmasi tentang jabatan barunya tersebut,
Risma kaget. “Arek-arek iki senengane kok ndisiki kerso,” ujar Risma.

Namun, begitu disodori
struktur lengkap DPP PDIP mulai ketua umum hingga bendahara, Risma baru
percaya. “Opo, dadi opo? Kebudayaan? Eh, iyo e,” ujar Risma yang
mengenakan baju batik dominan merah dengan nada terperanjat. Risma memang
menghadiri kongres di Bali saat pembukaan Kamis (8/8), tapi langsung pulang
malamnya.

Risma menjadi kader
PDIP sejak 2015, saat hendak maju dalam pilwali untuk periode kedua. Tapi, dia
pun belum pernah mendapatkan posisi di DPC maupun DPD. “Aku kan belum pernah
menjadi pengurus partai juga. Jadi, belajar lah, nanti dilihat,” ungkap Risma.
Dia tidak mau bila penunjukan dirinya sebagai ketua DPP itu sekadar formalitas.
“Aku ndak mau cuma ditulis aja, ndak mau. Makanya, nanti coba tak pelajari
sampai di mana,” imbuh dia.

Baca Juga :  Timsel Umumkan Calon Anggota KPU Gelombang 5

Masuknya nama Risma
itu memunculkan spekulasi bahwa dia sedang disiapkan untuk posisi yang lebih
tinggi. Kabarnya, jika bukan menteri, Risma nanti diplot untuk perebutan
jabatan DKI-1. “Tapi, semuanya masih menunggu perkembangan dulu,” ucap sebuah
sumber di internal partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

 

Kejutan lain adalah
tergusurnya Bambang D.H. beserta lima pengurus lama dari struktur DPP.
Sebelumnya, mantan wali kota Surabaya itu menjabat ketua DPP bidang badan
pemenangan pemilu. Posisi itu digantikan oleh anggota DPR dari Jawa Tengah
Bambang Wuryanto. Suami Dyah Katarina tersebut tidak kaget dengan keputusan
itu. “Biasa gantian. Aku nyantai ae kok,” kata Bambang, lalu tertawa, saat
dihubungi kemarin.

Saat ditanya soal hal
itu, Ketua DPP Bidang Pemuda dan Olahraga Eriko Sotarduga menyatakan tidak
mengetahui alasan terpentalnya Bambang D.H.

Menurut dia, itu
adalah kewenangan penuh Megawati sebagai Ketum PDIP. Apalagi, presiden ke-5 RI
tersebut didaulat sebagai formatur tunggal kongres sehingga berhak
memberhentikan dan mengangkat kader.

“Tentu semuanya
kembali ke Bu Ketua (Megawati, Red). Tapi, kalau misalnya Anda berprestasi,
masak bos Anda tidak memperhatikan,” ujarnya, memberikan analogi.

Selain Bambang D.H.,
ada lima nama pengurus lama yang tidak masuk struktur baru. Salah satunya
Trimedya Panjaitan. Jabatan lamanya sebagai ketua DPP bidang hukum, HAM, dan
perundang-undangan digantikan oleh Yasonna H. Laoly. Politikus yang juga
menjabat menteri hukum dan HAM di kabinet Jokowi-JK itu diharapkan mampu
berperan besar dalam bidang hukum dan perundang-undangan.

Dia mengaku tak pernah
mengejar jabatan. Apa pun tugas dari partai bakal dia jalankan. Yang penting
bagi dia, bagaimana kader bisa melaksanakan misi partai. Nama lain yang menarik
perhatian dalam struktur itu adalah Prananda Prabowo. Anak kandung Megawati itu
kembali dipercaya untuk memegang jabatan ketua bidang UMKM, ekonomi kreatif,
dan ekonomi digital. Dalam nomenklatur DPP PDIP sebelumnya, tidak ada istilah
ekonomi digital.

“Memang ini
penambahan. Karena Mas Prananda ahli di bidang itu,” ujar Djarot.

Menurut Djarot,
Prananda tepat untuk jabatan itu karena memahami hal-hal yang terkait dengan
sistem dan big data serta terbiasa berurusan dengan teknologi. Semangatnya,
tambah Djarot, PDIP akan menjadi partai pelopor yang modern. Sehingga ke depan
akan berbasis digitalisasi partai itu. Termasuk juga membuat program untuk
perekrutan kader baru. “Mas Prananda sosok yang tepat di bidang itu,” tutur
mantan wali kota Blitar tersebut.

Baca Juga :  Satukan Keberagaman dan Bisa Menjadi Inisiator Perubahan

Pemilu Serentak Beban
Berat Penyelenggara

Kongres V PDIP
melahirkan 23 rekomendasi dan sikap politik. Salah satu yang menarik perhatian
adalah rekomendasi agar pemilu serentak yang diterapkan 2019 dihapus. Diatur
ulang dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan
legislatif (pileg).

Wakil Sekretaris
Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP Arief Wibowo menyampaikan, untuk mengatur ulang
sistem pemilu, dibutuhkan perubahan undang-undang. Baik Undang-Undang (UU)
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun UU 2/2011 tentang Partai Politik
(Parpol). ”Revisi UU Pemilu dan UU Parpol adalah fokus kami di parlemen nanti,”
kata Arief Wibowo di lokasi kongres PDIP kemarin.

Revisi dua
undang-undang tersebut akan menjadi fokus DPR periode 2019-2024. Dengan
demikian, sistem baru pemilu itu bisa ditetapkan di Pemilu 2024. ”Kami akan
lobi fraksi lain agar sejalan dengan pandangan PDIP,” ujar Arief.

Menurut dia, perubahan
sistem pemilu penting dilakukan. Sebab, pelaksanaan Pemilu 2019 dinilai sangat
memberatkan. Termasuk bagi partai politik sebagai peserta dan penyelenggara
pemilu serta pembiayaan. ”Pemilu serentak adalah beban berat bagi penyelenggara
pemilu,” urainya.

Menurut dia, asas
pelaksanaan pemilu harus sederhana dan memudahkan pemilih. Serta harus berbiaya
murah. ”Kalau kita merujuk pada asas pemilu yang demokratis, memang tidak bisa
yang kompleksitasnya tinggi. Bebannya berat. Bukan saja bagi penyelenggara dan
parpol, tapi juga untuk pemilih,” paparnya.

Meski demikian, PDIP
mengusulkan pemilu tetap dilakukan pada tahun yang sama. Yaitu, mulai 2024.
Namun, ada tahapan yang memisahkan. Tahap pertama yang dipilih adalah presiden
dan anggota DPD. Berikutnya, dalam rentang waktu tiga bulan, memilih anggota
DPR, DPRD provinsi, sampai DPRD kabupaten/kota. Tahap terakhir adalah memilih
kepala daerah secara serentak. ”Jadi, dalam setahun, memungkinkan kita
mencoblos tiga kali,” ujarnya.(jpg)

 

Sejumlah kejutan
mewarnai daftar pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PIP periode 2019-2024.
Salah satunya, munculnya nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai ketua
DPP bidang kebudayaan. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melantik pengurus
baru yang sekaligus menandai berakhirnya rangkaian Kongres V PDIP di Grand Inna
Bali Beach Hotel, Sanur, kemarin (10/8).

Struktur baru itu
tetap berisi 27 pengurus. Terdiri tas ketua umum, sekretaris jenderal (Sekjen)
dan 3 wakil Sekjen, bendahara dan 2 wakil bendahara, serta 19 ketua bidang.
Masuknya Risma sudah pasti dengan pertimbangan matang. “Dengan kiprahnya
sebagai wali kota dua periode, Bu Risma kami harapkan bisa mencari solusi
ancaman kebudayaan,” kata Megawati.

Ketua DPP PDIP Bidang
Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat menyampaikan, Risma terbukti
sebagai kader yang bagus. Keberhasilan Risma sebagai wali kota, papar dia, bisa
memberikan pengaruh positif. Risma diharapkan ikut mengatasi masalah kebudayaan
yang bisa mengancam persatuan.

“Karena
persoalan-persoalan intoleransi ancaman perpecahan bangsa. Salah satu caranya
bisa dengan pendekatan kebudayaan,” papar Djarot.

Risma mengaku tak tahu
akan mendapat kepercayaan tersebut. Posisinya di Surabaya. Sekitar pukul 11.00,
dia mengadakan konferensi pers tentang Yayasan Kas Pembangunan (YKP) di ruang
kerjanya. Saat awak media meminta konfirmasi tentang jabatan barunya tersebut,
Risma kaget. “Arek-arek iki senengane kok ndisiki kerso,” ujar Risma.

Namun, begitu disodori
struktur lengkap DPP PDIP mulai ketua umum hingga bendahara, Risma baru
percaya. “Opo, dadi opo? Kebudayaan? Eh, iyo e,” ujar Risma yang
mengenakan baju batik dominan merah dengan nada terperanjat. Risma memang
menghadiri kongres di Bali saat pembukaan Kamis (8/8), tapi langsung pulang
malamnya.

Risma menjadi kader
PDIP sejak 2015, saat hendak maju dalam pilwali untuk periode kedua. Tapi, dia
pun belum pernah mendapatkan posisi di DPC maupun DPD. “Aku kan belum pernah
menjadi pengurus partai juga. Jadi, belajar lah, nanti dilihat,” ungkap Risma.
Dia tidak mau bila penunjukan dirinya sebagai ketua DPP itu sekadar formalitas.
“Aku ndak mau cuma ditulis aja, ndak mau. Makanya, nanti coba tak pelajari
sampai di mana,” imbuh dia.

Baca Juga :  Timsel Umumkan Calon Anggota KPU Gelombang 5

Masuknya nama Risma
itu memunculkan spekulasi bahwa dia sedang disiapkan untuk posisi yang lebih
tinggi. Kabarnya, jika bukan menteri, Risma nanti diplot untuk perebutan
jabatan DKI-1. “Tapi, semuanya masih menunggu perkembangan dulu,” ucap sebuah
sumber di internal partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

 

Kejutan lain adalah
tergusurnya Bambang D.H. beserta lima pengurus lama dari struktur DPP.
Sebelumnya, mantan wali kota Surabaya itu menjabat ketua DPP bidang badan
pemenangan pemilu. Posisi itu digantikan oleh anggota DPR dari Jawa Tengah
Bambang Wuryanto. Suami Dyah Katarina tersebut tidak kaget dengan keputusan
itu. “Biasa gantian. Aku nyantai ae kok,” kata Bambang, lalu tertawa, saat
dihubungi kemarin.

Saat ditanya soal hal
itu, Ketua DPP Bidang Pemuda dan Olahraga Eriko Sotarduga menyatakan tidak
mengetahui alasan terpentalnya Bambang D.H.

Menurut dia, itu
adalah kewenangan penuh Megawati sebagai Ketum PDIP. Apalagi, presiden ke-5 RI
tersebut didaulat sebagai formatur tunggal kongres sehingga berhak
memberhentikan dan mengangkat kader.

“Tentu semuanya
kembali ke Bu Ketua (Megawati, Red). Tapi, kalau misalnya Anda berprestasi,
masak bos Anda tidak memperhatikan,” ujarnya, memberikan analogi.

Selain Bambang D.H.,
ada lima nama pengurus lama yang tidak masuk struktur baru. Salah satunya
Trimedya Panjaitan. Jabatan lamanya sebagai ketua DPP bidang hukum, HAM, dan
perundang-undangan digantikan oleh Yasonna H. Laoly. Politikus yang juga
menjabat menteri hukum dan HAM di kabinet Jokowi-JK itu diharapkan mampu
berperan besar dalam bidang hukum dan perundang-undangan.

Dia mengaku tak pernah
mengejar jabatan. Apa pun tugas dari partai bakal dia jalankan. Yang penting
bagi dia, bagaimana kader bisa melaksanakan misi partai. Nama lain yang menarik
perhatian dalam struktur itu adalah Prananda Prabowo. Anak kandung Megawati itu
kembali dipercaya untuk memegang jabatan ketua bidang UMKM, ekonomi kreatif,
dan ekonomi digital. Dalam nomenklatur DPP PDIP sebelumnya, tidak ada istilah
ekonomi digital.

“Memang ini
penambahan. Karena Mas Prananda ahli di bidang itu,” ujar Djarot.

Menurut Djarot,
Prananda tepat untuk jabatan itu karena memahami hal-hal yang terkait dengan
sistem dan big data serta terbiasa berurusan dengan teknologi. Semangatnya,
tambah Djarot, PDIP akan menjadi partai pelopor yang modern. Sehingga ke depan
akan berbasis digitalisasi partai itu. Termasuk juga membuat program untuk
perekrutan kader baru. “Mas Prananda sosok yang tepat di bidang itu,” tutur
mantan wali kota Blitar tersebut.

Baca Juga :  Satukan Keberagaman dan Bisa Menjadi Inisiator Perubahan

Pemilu Serentak Beban
Berat Penyelenggara

Kongres V PDIP
melahirkan 23 rekomendasi dan sikap politik. Salah satu yang menarik perhatian
adalah rekomendasi agar pemilu serentak yang diterapkan 2019 dihapus. Diatur
ulang dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan
legislatif (pileg).

Wakil Sekretaris
Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP Arief Wibowo menyampaikan, untuk mengatur ulang
sistem pemilu, dibutuhkan perubahan undang-undang. Baik Undang-Undang (UU)
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun UU 2/2011 tentang Partai Politik
(Parpol). ”Revisi UU Pemilu dan UU Parpol adalah fokus kami di parlemen nanti,”
kata Arief Wibowo di lokasi kongres PDIP kemarin.

Revisi dua
undang-undang tersebut akan menjadi fokus DPR periode 2019-2024. Dengan
demikian, sistem baru pemilu itu bisa ditetapkan di Pemilu 2024. ”Kami akan
lobi fraksi lain agar sejalan dengan pandangan PDIP,” ujar Arief.

Menurut dia, perubahan
sistem pemilu penting dilakukan. Sebab, pelaksanaan Pemilu 2019 dinilai sangat
memberatkan. Termasuk bagi partai politik sebagai peserta dan penyelenggara
pemilu serta pembiayaan. ”Pemilu serentak adalah beban berat bagi penyelenggara
pemilu,” urainya.

Menurut dia, asas
pelaksanaan pemilu harus sederhana dan memudahkan pemilih. Serta harus berbiaya
murah. ”Kalau kita merujuk pada asas pemilu yang demokratis, memang tidak bisa
yang kompleksitasnya tinggi. Bebannya berat. Bukan saja bagi penyelenggara dan
parpol, tapi juga untuk pemilih,” paparnya.

Meski demikian, PDIP
mengusulkan pemilu tetap dilakukan pada tahun yang sama. Yaitu, mulai 2024.
Namun, ada tahapan yang memisahkan. Tahap pertama yang dipilih adalah presiden
dan anggota DPD. Berikutnya, dalam rentang waktu tiga bulan, memilih anggota
DPR, DPRD provinsi, sampai DPRD kabupaten/kota. Tahap terakhir adalah memilih
kepala daerah secara serentak. ”Jadi, dalam setahun, memungkinkan kita
mencoblos tiga kali,” ujarnya.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru