NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Seorang sopir taksi online berinisial W menghadapi tuntutan hukuman mati setelah tiga kali menjadi kurir narkotika. W ditangkap dalam razia lalu lintas di Lamandau, Kalimantan Tengah, dengan barang bukti sabu seberat lebih dari 50 kilogram. Jaksa menilai perbuatannya sebagai kejahatan luar biasa yang membahayakan ribuan jiwa.
Kepala Kejaksaan Negeri Lamandau, Deji Setiapermana, dalam jumpa pers usai persidangan, Kamis (27/3), menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I dalam jumlah besar.
“Dalam persidangan tadi, kita telah menuntut terdakwa dengan pidana mati,” tegasnya.
Barang bukti berupa sabu telah dimusnahkan, sedangkan mobil, ponsel, dan uang tunai milik terdakwa disita untuk negara. Sidang ditunda hingga 12 April 2025 untuk mendengarkan pembelaan terdakwa.
Jaksa mengungkap bahwa terdakwa sadar penuh saat menerima pekerjaan tersebut. Ia mengetahui barang yang dibawanya adalah sabu dan telah melakukannya sebanyak tiga kali.
“Ini pengiriman ketiga. Dua kali sebelumnya berhasil dan terdakwa mendapat upah besar,” ungkap Deji.
Jumlah sabu yang dibawa terdakwa mencapai 50 kilogram lebih, jumlah yang sangat besar dan berpotensi merusak ribuan nyawa.
“Selama persidangan, terdakwa berbelit-belit, bahkan sempat menolak Berita Acara Pemeriksaan (BAP), namun akhirnya mengakui semuanya,” jelasnya.
Jaksa penuntut umum, Jovanka, memaparkan bahwa kasus ini bermula pada Juli 2024. Saat itu, terdakwa yang bekerja sebagai sopir taksi online di Jakarta mendapat order dari seseorang bernama Budi (DPO). Setelah perjalanan pertama, terdakwa dan Budi bertukar nomor telepon. Beberapa hari kemudian, Budi menawarinya pekerjaan mengantar barang dengan bayaran besar.
Pada 27 Juli 2024, terdakwa mendapat instruksi dari seseorang bernama Cay Hui untuk berangkat ke Pontianak dengan biaya akomodasi Rp10 juta. Terdakwa kemudian mengikuti arahan hingga tiba di Pontianak dan menunggu perintah selanjutnya.
Pada 30 Juli 2024, sekitar pukul 02.00 WIB, Cay Hui menghubungi terdakwa dan mengarahkannya mengambil mobil Xenia merah di depan Rumah Sakit Umum Singkawang.
“Kunci ada di kantong pintu bagian dalam sebelah kanan, bawa mobil itu ke Banjarmasin, di bagasi belakang ada peti kayu berisi barang saya,” demikian instruksi Cay Hui kepada terdakwa.
Pada 1 Agustus 2024, terdakwa tiba di Banjarmasin, memarkir mobil di depan pom bensin, memfoto kendaraan, dan mengirimkan lokasi kepada Cay Hui. Setelah misi selesai, ia menerima transfer Rp50 juta, ditambah Rp10 juta beberapa hari kemudian.
Setelah pengiriman pertama sukses, terdakwa kembali melakukan pengiriman kedua pada 20 September 2024 dengan modus serupa. Kali ini, ia menggunakan mobil Chevrolet putih dengan sabu yang disimpan dalam karung di bagasi belakang. Setelah berhasil, ia menerima upah Rp100 juta.
Pengiriman ketiga terjadi pada 5 Oktober 2024. Terdakwa kembali ke Pontianak dan menerima mobil Calya silver yang telah disiapkan di depan lobi hotel. Di dalamnya terdapat beberapa jeriken yang diduga berisi sabu untuk dibawa ke Banjarmasin.
Namun, pada 8 Oktober 2024 sekitar pukul 11.30 WIB, saat melintas di Jalan Trans Kalimantan KM 04, Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, terdakwa dihentikan dalam razia lalu lintas oleh Satlantas Polres Lamandau. Saat diperiksa, petugas melihat lima jeriken dalam mobil terdakwa.
“Saat ditanya, terdakwa mengaku jeriken itu berisi minyak. Namun, anggota mencurigai isi jeriken tersebut. Setelah diperiksa, ditemukan bungkusan hitam berisi sabu,” ungkap Jovanka.
Petugas Satlantas kemudian berkoordinasi dengan Satnarkoba untuk melakukan penggeledahan. Dari jeriken tersebut, ditemukan 47 paket sabu dengan total berat 50,658 kilogram. Terdakwa kini menghadapi ancaman hukuman mati atas perbuatannya. (bib)