28.4 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Dokter Tuhan

Banyak presiden di dunia ini tetapi hanya satu yang seperti Donald
Trump: Jair Bolsonaro. Bahkan Presiden Brasil itu lebih 
nge-Trump dari Trump sendiri.

Bolsonaro terus keliling negara. Ia berkampanye
agar rakyatnya jangan mau disuruh lockdown. Jangan
mau melakukan social
distancing.

Namun Gubernur Sao Paolo tetap saja me-lockdown wilayahnya.

Bolsonaro tidak peduli. Ia terus keliling daerah. Ia ke pasar-pasar. Ia
mengajak salaman siapa saja yang ia temui.

“Teruslah bekerja. Agar ekonomi tidak
runtuh,” ujarnya.

Namun kian banyak saja gubernur yang me-lockdown wilayah
mereka.

Sampai kemarin belum ada tanda-tanda Bolsonaro
menyerah. Ia terus menyadarkan rakyatnya bahwa Covid-19 ini urusan kecil. Lebih
kecil dari flu. Demamnya pun jenis demam biasa saja.

“Semua orang bisa mati. Mati itu urusan
Tuhan,” katanya.

Namun hakim agung membuat putusan: melarang presiden mencegah
dilakukannya 
lockdown di daerah-daerah.

Tetap saja Bolsonaro belum menyerah. Biarpun
sudah 4.500 orang yang terkena Covid-19. Dan sudah 140 yang meninggal dunia.

Bolsonaro terus ngotot agar ekonomi tidak
sampai runtuh. Ia terus berkeliling negara.

Namun ia mendapati jalan-jalan kian sepi. Pantai
Copacabana sepi. Rio de Janeiro sepi. Pertokoan sepi. Restoran sepi.

Kelihatan sekali Bolsonaro ikut aliran Donald
Trump. Yang juga menganggap remeh Covid-19. Yang dinilai lebih remeh dari flu.
Yang penderitanya toh tidak banyak. Yang obat malaria pun sudah bisa mengatasi.

Ketika angka penderita Covid-19 di AS akhirnya
melebihi Tiongkok, Trump masih bisa berkilah: ia tidak percaya angka di
Tiongkok itu benar.

Ketika angka itu naik terus –pernah tiga hari
berturut-turut di atas 15.000/hari– apa kata Trump?

“Kalau yang meninggal nanti bisa di bawah
100.000 itu menandakan hasil kerja kita cukup bagus,” ujarnya Senin lalu.
Itu diukur dari pernyataan para ahli bahwa korban meninggal akibat Covid-19 di
AS nanti bisa 200.000 orang.

Padahal pendapat ahli itu sekadar untuk menekan
Trump. Agar mau melakukan sesuatu. Kalau tidak, yang mati bisa 200.000.

Baca Juga :  Aliansi Pemuda Peduli Kinipan Gelar Aksi di Tugu Soekarno

Ups… Itu justru dipakai untuk ukuran kinerja.

Trump sendiri sebenarnya sudah berubah. Tidak
seperti Bolsonaro.

Trump sudah mulai terlihat lebih serius. Hanya
saja ia memang jengkel kepada para gubernur. Yang dianggap kurang memberikan
apresiasi pada kebijakannya.

Dan watak Trump memang selalu melawan siapa pun
yang menyerangnya. Istrinya sendiri sudah pernah mengingatkan siapa pun: jangan
melawan Trump.

Suaminyi itu pasti akan balik menyerang.
“Serangan balik itu bisa sepuluh kali lebih keras,” ujar Melania
Trump suatu hari di tahun pertama masa jabatan suaminyi itu.

Seminggu kemudian Trump mengoreksi pernyataan
istrinya itu. Yakni ketika diwawancara Fox TV. “Saya akan serang balik 100
kali lebih kuat,” ujarnya.

Maka rumah sakit di Amerika pun mulai siap-siap
keadaan yang memburuk. Pun sampai ada grup rumah sakit yang membuat surat yang
menghebohkan.

Surat itu bikin ternganga banyak orang.

Apa? Di mana itu etika? Mati sudah tidak di
tangan Tuhan?

Surat itu tertanggal 26 Maret 2020. Tentang
perlakuan kepada pasien Covid-19.

Yakni mengenai apa yang harus dilakukan kalau
ICU tidak cukup lagi. Kalau jumlah alat bantu penapasan tidak memadai.

Misalnya, ada 10 pasien yang sama-sama
memerlukan alat itu. Sama-sama sudah sulit bernafas. Sedang alat penapasannya
tinggal dua buah. Itu pun sudah dipasang di dua pasien sebelumnya.

Siapa yang akan dipasangi alat bantu
pernapasan? Termasuk apakah yang sudah dipasang itu harus dipindah ke pasien
lain?

Demikian juga dengan ICU. Siapa yang diberi
prioritas dimasukkan ICU? Perlukah yang sudah di dalam ICU dikeluarkan untuk
diisi yang lebih memerlukan?

Copy surat itu beredar di medsos. Yang
mengirim: manajemen grup rumah sakit Henry Ford Health System. Yang memiliki 6
rumah sakit di seluruh negara bagian di Michigan.

Pabrik utama mobil Ford memang dibangun di
situ. Pada 1915 Henry Ford membangun rumah sakit. Sekarang rumah sakit tersebut
berkembang pesat. Omzetnya sekitar Rp 60 triliun tahun lalu.

Negara bagian Michigan termasuk yang paling
parah. Nomor tiga setelah New York dan California. Sudah menggeser Washington.

Baca Juga :  Ingin Bayar Zakat? Simak Ini, Cara Menghitung dan Jenisnya

Anda sudah tahu: tiap hari jumlah penderita
Covid-19 di Amerika naik drastis. Lebih 15.000 satu hari. Kamis, Jumat dan
Sabtu lalu.

Kalau perkembangan itu terus memburuk dan
fasilitas di rumah sakit tidak cukup maka dokter harus membuat prioritas.

Kenyataannya, tulis surat itu, ada pasien yang
sudah sangat gawat. Sudah sangat kecil kemungkinan untuk sembuh. Pun seandainya
terus dirawat di ICU. Dan sudah diberi ventilator.

Maksudnya: pasien seperti itu harus direlakan
untuk mati. ICU bisa untuk pasien lain yang lebih memiliki harapan hidup.

Demikian juga ventilator. Bisa dicabut dari
pasien gawat. Untuk dipasang di pasien baru.

Dalam kondisi yang gawat nanti akan ada
evaluasi. Akan ada batas waktu penggunaan ICU.

Kalau sudah melewati batas waktu itu dan si
pasien belum menunjukkan kemajuan maka tidak ada artinya lagi terus
dipertahankan. Diteruskan pun tidak memberi harapan. ICU diperlukan untuk
pasien lain.

Keputusan itu, kata surat tersebut, didasarkan
kondisi saat itu. Tidak ada hubungannya dengan ras, gender, agama, asuransi
atau pun status keimigrasian.

Heboh.

Keputusan untuk mati ternyata tidak lagi di
tangan Tuhan. Etika dokter pun dipersoalkan.

Perusahaan rumah sakit itu langsung jadi
sorotan. Ada yang marah. Ada juga yang memahami.

“Pada dasarnya semua rumah sakit punya
pikiran seperti itu,” kilah manajemen perusahaan itu kepada media di
Amerika.

Di Michigan –apalagi di New York– suara
sirine ambulan seperti tidak henti-hentinya. Dokter, perawat, rumah sakit
berada dalam tekanan besar.

Kabar baiknya: pesawat pertama yang membawa 80
ton bantuan alat kesehatan dari Tiongkok mendarat di New York kemarin sore.

Isinya: 130.000 marker N95, 1,8 juta masker, 10
juta sarung tangan, dan alat kesehatan lainnya. Pesawat berikutnya akan terus
datang dari Shanghai.

Lho.

Ponirin masih bakar tikar

Tangerang sudah panen ikan

Kemarin masih bertengkar

Sekarang sudah baikan.(dahlan iskan)

 

Banyak presiden di dunia ini tetapi hanya satu yang seperti Donald
Trump: Jair Bolsonaro. Bahkan Presiden Brasil itu lebih 
nge-Trump dari Trump sendiri.

Bolsonaro terus keliling negara. Ia berkampanye
agar rakyatnya jangan mau disuruh lockdown. Jangan
mau melakukan social
distancing.

Namun Gubernur Sao Paolo tetap saja me-lockdown wilayahnya.

Bolsonaro tidak peduli. Ia terus keliling daerah. Ia ke pasar-pasar. Ia
mengajak salaman siapa saja yang ia temui.

“Teruslah bekerja. Agar ekonomi tidak
runtuh,” ujarnya.

Namun kian banyak saja gubernur yang me-lockdown wilayah
mereka.

Sampai kemarin belum ada tanda-tanda Bolsonaro
menyerah. Ia terus menyadarkan rakyatnya bahwa Covid-19 ini urusan kecil. Lebih
kecil dari flu. Demamnya pun jenis demam biasa saja.

“Semua orang bisa mati. Mati itu urusan
Tuhan,” katanya.

Namun hakim agung membuat putusan: melarang presiden mencegah
dilakukannya 
lockdown di daerah-daerah.

Tetap saja Bolsonaro belum menyerah. Biarpun
sudah 4.500 orang yang terkena Covid-19. Dan sudah 140 yang meninggal dunia.

Bolsonaro terus ngotot agar ekonomi tidak
sampai runtuh. Ia terus berkeliling negara.

Namun ia mendapati jalan-jalan kian sepi. Pantai
Copacabana sepi. Rio de Janeiro sepi. Pertokoan sepi. Restoran sepi.

Kelihatan sekali Bolsonaro ikut aliran Donald
Trump. Yang juga menganggap remeh Covid-19. Yang dinilai lebih remeh dari flu.
Yang penderitanya toh tidak banyak. Yang obat malaria pun sudah bisa mengatasi.

Ketika angka penderita Covid-19 di AS akhirnya
melebihi Tiongkok, Trump masih bisa berkilah: ia tidak percaya angka di
Tiongkok itu benar.

Ketika angka itu naik terus –pernah tiga hari
berturut-turut di atas 15.000/hari– apa kata Trump?

“Kalau yang meninggal nanti bisa di bawah
100.000 itu menandakan hasil kerja kita cukup bagus,” ujarnya Senin lalu.
Itu diukur dari pernyataan para ahli bahwa korban meninggal akibat Covid-19 di
AS nanti bisa 200.000 orang.

Padahal pendapat ahli itu sekadar untuk menekan
Trump. Agar mau melakukan sesuatu. Kalau tidak, yang mati bisa 200.000.

Baca Juga :  Aliansi Pemuda Peduli Kinipan Gelar Aksi di Tugu Soekarno

Ups… Itu justru dipakai untuk ukuran kinerja.

Trump sendiri sebenarnya sudah berubah. Tidak
seperti Bolsonaro.

Trump sudah mulai terlihat lebih serius. Hanya
saja ia memang jengkel kepada para gubernur. Yang dianggap kurang memberikan
apresiasi pada kebijakannya.

Dan watak Trump memang selalu melawan siapa pun
yang menyerangnya. Istrinya sendiri sudah pernah mengingatkan siapa pun: jangan
melawan Trump.

Suaminyi itu pasti akan balik menyerang.
“Serangan balik itu bisa sepuluh kali lebih keras,” ujar Melania
Trump suatu hari di tahun pertama masa jabatan suaminyi itu.

Seminggu kemudian Trump mengoreksi pernyataan
istrinya itu. Yakni ketika diwawancara Fox TV. “Saya akan serang balik 100
kali lebih kuat,” ujarnya.

Maka rumah sakit di Amerika pun mulai siap-siap
keadaan yang memburuk. Pun sampai ada grup rumah sakit yang membuat surat yang
menghebohkan.

Surat itu bikin ternganga banyak orang.

Apa? Di mana itu etika? Mati sudah tidak di
tangan Tuhan?

Surat itu tertanggal 26 Maret 2020. Tentang
perlakuan kepada pasien Covid-19.

Yakni mengenai apa yang harus dilakukan kalau
ICU tidak cukup lagi. Kalau jumlah alat bantu penapasan tidak memadai.

Misalnya, ada 10 pasien yang sama-sama
memerlukan alat itu. Sama-sama sudah sulit bernafas. Sedang alat penapasannya
tinggal dua buah. Itu pun sudah dipasang di dua pasien sebelumnya.

Siapa yang akan dipasangi alat bantu
pernapasan? Termasuk apakah yang sudah dipasang itu harus dipindah ke pasien
lain?

Demikian juga dengan ICU. Siapa yang diberi
prioritas dimasukkan ICU? Perlukah yang sudah di dalam ICU dikeluarkan untuk
diisi yang lebih memerlukan?

Copy surat itu beredar di medsos. Yang
mengirim: manajemen grup rumah sakit Henry Ford Health System. Yang memiliki 6
rumah sakit di seluruh negara bagian di Michigan.

Pabrik utama mobil Ford memang dibangun di
situ. Pada 1915 Henry Ford membangun rumah sakit. Sekarang rumah sakit tersebut
berkembang pesat. Omzetnya sekitar Rp 60 triliun tahun lalu.

Negara bagian Michigan termasuk yang paling
parah. Nomor tiga setelah New York dan California. Sudah menggeser Washington.

Baca Juga :  Ingin Bayar Zakat? Simak Ini, Cara Menghitung dan Jenisnya

Anda sudah tahu: tiap hari jumlah penderita
Covid-19 di Amerika naik drastis. Lebih 15.000 satu hari. Kamis, Jumat dan
Sabtu lalu.

Kalau perkembangan itu terus memburuk dan
fasilitas di rumah sakit tidak cukup maka dokter harus membuat prioritas.

Kenyataannya, tulis surat itu, ada pasien yang
sudah sangat gawat. Sudah sangat kecil kemungkinan untuk sembuh. Pun seandainya
terus dirawat di ICU. Dan sudah diberi ventilator.

Maksudnya: pasien seperti itu harus direlakan
untuk mati. ICU bisa untuk pasien lain yang lebih memiliki harapan hidup.

Demikian juga ventilator. Bisa dicabut dari
pasien gawat. Untuk dipasang di pasien baru.

Dalam kondisi yang gawat nanti akan ada
evaluasi. Akan ada batas waktu penggunaan ICU.

Kalau sudah melewati batas waktu itu dan si
pasien belum menunjukkan kemajuan maka tidak ada artinya lagi terus
dipertahankan. Diteruskan pun tidak memberi harapan. ICU diperlukan untuk
pasien lain.

Keputusan itu, kata surat tersebut, didasarkan
kondisi saat itu. Tidak ada hubungannya dengan ras, gender, agama, asuransi
atau pun status keimigrasian.

Heboh.

Keputusan untuk mati ternyata tidak lagi di
tangan Tuhan. Etika dokter pun dipersoalkan.

Perusahaan rumah sakit itu langsung jadi
sorotan. Ada yang marah. Ada juga yang memahami.

“Pada dasarnya semua rumah sakit punya
pikiran seperti itu,” kilah manajemen perusahaan itu kepada media di
Amerika.

Di Michigan –apalagi di New York– suara
sirine ambulan seperti tidak henti-hentinya. Dokter, perawat, rumah sakit
berada dalam tekanan besar.

Kabar baiknya: pesawat pertama yang membawa 80
ton bantuan alat kesehatan dari Tiongkok mendarat di New York kemarin sore.

Isinya: 130.000 marker N95, 1,8 juta masker, 10
juta sarung tangan, dan alat kesehatan lainnya. Pesawat berikutnya akan terus
datang dari Shanghai.

Lho.

Ponirin masih bakar tikar

Tangerang sudah panen ikan

Kemarin masih bertengkar

Sekarang sudah baikan.(dahlan iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru