26.1 C
Jakarta
Tuesday, March 18, 2025

Meninggalkan Puasa Ramadan? Ini Ketentuan Qadha dan Cara Mengganti Ibadah yang Terlewat

BULAN Ramadan adalah waktu yang dinantikan umat Muslim untuk melaksanakan ibadah puasa. Namun, bagaimana jika seseorang terpaksa meninggalkan puasa karena sakit, perjalanan jauh, atau uzur syar’i lainnya? Apakah terdapat ketentuan khusus untuk mengqadha (mengganti) puasa yang ditinggalkan?

Pertanyaan ini sering kali muncul, terutama bagi mereka yang mengalami kondisi tidak terduga selama Ramadan, misalnya seseorang yang sakit parah atau seorang ibu hamil. Lalu, bagaimana cara mengganti puasa yang terlewat? Apakah harus dilakukan secara berurutan atau boleh terpisah? Serta bagaimana jika qadha tertunda hingga Ramadhan berikutnya?

Dilansir dari laman Kemenag pada Selasa (18/3), berikut ini penjelasan lengkap untuk menjawab pertanyaan tersebut, dilengkapi dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama.

Pengertian Qadha Puasa

Qadha puasa adalah mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan di luar bulan Ramadhan. Kata qadha’ adalah bentuk masdar dari kata dasar qadhaa, yang artinya memenuhi atau melaksanakan.

Menurut ilmu fiqih, qadha berarti melaksanakan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Misalnya, qadha puasa Ramadan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.

Baca Juga :  Simak Doa Mustajab pada Bulan Suci Ramadan, Jangan Sampai Terlewat!

Apakah Qadha Puasa Harus Dilakukan Berurutan?

Terdapat dua pendapat ulama mengenai hal ini yaitu, pendapat pertama menyatakan bahwa jika hari puasa yang di­tinggalkannya berurutan maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.

Sementara QS. Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Selain itu, pendapat ini didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas. Sabda Rasulullah SAW: “Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan.” (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar).

Kedua pendapat ini memiliki dasar masing-masing, namun pendapat kedua dianggap lebih kuat karena didukung oleh hadits yang jelas. Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.

Bagaimana Jika Qadha Tertunda sampai Ramadan Berikutnya?

Jika qadha puasa ditunda hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur syar’i, hukumnya haram dan berdosa. Namun, jika penundaan disebabkan uzur seperti sakit berkepanjangan, maka tidak berdosa.

Baca Juga :  Tidurnya Orang yang Berpuasa Bernilai Ibadah

Mengenai kewajiban fidyah (memberi makan orang miskin) bagi yang menunda qadha, ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan tidak ada kewajiban fidyah, baik dengan uzur atau tanpa uzur.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa Fidyah wajib jika penundaan tanpa uzur. Namun, pendapat pertama dianggap lebih kuat karena tidak ada dalil sahih yang mewajibkan fidyah dalam kasus ini.

Bagaimana Jika Jumlah Hari yang Ditinggalkan Tidak Diketahui?

Jika jumlah hari puasa yang ditinggalkan tidak diketahui, disarankan untuk mengqadha dengan jumlah maksimal yang diperkirakan. Kelebihan hari qadha akan dihitung sebagai ibadah sunnah.

Niat Qadha Puasa Ramadan

Menurut Mazhab Syafi’i, niat qadha puasa harus dilakukan di malam hari. Berikut lafal niatnya:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

“Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta’âlâ.”

Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT.”

(jpg/ Sumber: kemenag.go.id)

 

BULAN Ramadan adalah waktu yang dinantikan umat Muslim untuk melaksanakan ibadah puasa. Namun, bagaimana jika seseorang terpaksa meninggalkan puasa karena sakit, perjalanan jauh, atau uzur syar’i lainnya? Apakah terdapat ketentuan khusus untuk mengqadha (mengganti) puasa yang ditinggalkan?

Pertanyaan ini sering kali muncul, terutama bagi mereka yang mengalami kondisi tidak terduga selama Ramadan, misalnya seseorang yang sakit parah atau seorang ibu hamil. Lalu, bagaimana cara mengganti puasa yang terlewat? Apakah harus dilakukan secara berurutan atau boleh terpisah? Serta bagaimana jika qadha tertunda hingga Ramadhan berikutnya?

Dilansir dari laman Kemenag pada Selasa (18/3), berikut ini penjelasan lengkap untuk menjawab pertanyaan tersebut, dilengkapi dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama.

Pengertian Qadha Puasa

Qadha puasa adalah mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan di luar bulan Ramadhan. Kata qadha’ adalah bentuk masdar dari kata dasar qadhaa, yang artinya memenuhi atau melaksanakan.

Menurut ilmu fiqih, qadha berarti melaksanakan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Misalnya, qadha puasa Ramadan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.

Baca Juga :  Simak Doa Mustajab pada Bulan Suci Ramadan, Jangan Sampai Terlewat!

Apakah Qadha Puasa Harus Dilakukan Berurutan?

Terdapat dua pendapat ulama mengenai hal ini yaitu, pendapat pertama menyatakan bahwa jika hari puasa yang di­tinggalkannya berurutan maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.

Sementara QS. Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Selain itu, pendapat ini didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas. Sabda Rasulullah SAW: “Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan.” (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar).

Kedua pendapat ini memiliki dasar masing-masing, namun pendapat kedua dianggap lebih kuat karena didukung oleh hadits yang jelas. Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.

Bagaimana Jika Qadha Tertunda sampai Ramadan Berikutnya?

Jika qadha puasa ditunda hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur syar’i, hukumnya haram dan berdosa. Namun, jika penundaan disebabkan uzur seperti sakit berkepanjangan, maka tidak berdosa.

Baca Juga :  Tidurnya Orang yang Berpuasa Bernilai Ibadah

Mengenai kewajiban fidyah (memberi makan orang miskin) bagi yang menunda qadha, ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan tidak ada kewajiban fidyah, baik dengan uzur atau tanpa uzur.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa Fidyah wajib jika penundaan tanpa uzur. Namun, pendapat pertama dianggap lebih kuat karena tidak ada dalil sahih yang mewajibkan fidyah dalam kasus ini.

Bagaimana Jika Jumlah Hari yang Ditinggalkan Tidak Diketahui?

Jika jumlah hari puasa yang ditinggalkan tidak diketahui, disarankan untuk mengqadha dengan jumlah maksimal yang diperkirakan. Kelebihan hari qadha akan dihitung sebagai ibadah sunnah.

Niat Qadha Puasa Ramadan

Menurut Mazhab Syafi’i, niat qadha puasa harus dilakukan di malam hari. Berikut lafal niatnya:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

“Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta’âlâ.”

Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT.”

(jpg/ Sumber: kemenag.go.id)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/