25.6 C
Jakarta
Friday, January 3, 2025

Kisruh Perkara Tanah Hiu Putih Diadukan ke Pusat

PALANGKARAYA,PROKALTENG.CO – Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan IX Kota Palangkaraya secara resmi melaporkan perkara tanah ke sejumlah instansi pemerintah pusat di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Hal itu dilakukan setelah  warga yang menjadi tergugat intervensi II menolak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangkaraya. Sebab, putusan PTUN telah memenangkan  penggugat Hj Musrifah atas Sertifikat Hak Milik (SHM) dari tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangkaraya.

Salah satu perwakilan warga,Virgo mengatakan bahwa laporan pengaduan perkara tanah tersebut ditujukan ke  Komisi Yudisial (KY). Kemudian juga ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), Kementerian  Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tak hanya itu saja, aduan juga disampaikan ke Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) RI.

“Kami menyampaikan laporan pengaduan warga ke KY. Kami sampaikan pelanggaran kode etik,”ujar Virgo kepada awak media.

Dia juga mengaku melaporkan ke Kementerian ATR/BPN  melalui Itjen Kementerian ATR/BPN.

“Dalam poin poin ini, kami sampaikan beberapa hal, dan kami lampirkan dalam laporan. Yaitu lampiran-lampiran sebagai pendukung laporan kami,”ujarnya.

Baca Juga :  Tukang Parkir Dicokok Polisi di Jalan Riau Palangka Raya

Sementara itu, kuasa hukum warga dalam perkara tanah tersebut, Ismail mengapresiasi usaha dari kliennya untuk memperjuangkan tanahnya yang telah digarap puluhan tahun itu. Namun, sejauh ini ternyata  muncul dua sertifikat hak milik (SHM).

“Proses banding kita akan diawasi oleh Komisi Yudisial dan Bawas MA,” ujar Ismail .

Ismail menyebut, lampiran yang disampaikan ke sejumlah instansi di Jakarta itu, antara lain bukti pajak PBB tahun 2005 dan 2008. Kemudian 3 alat bukti yang tidak tertulis atau dihilangkan dalam putusan PTUN.

“Ada juga SHM, atas hak yang digunakan. Mereka menggunakan SK Wali Kota Tahun 1990 dengan ketentuan dan diktum kita sampaikan. Kemudian surat -surat yang melarang penerbitan sertifikat pada tahun 2007 itu juga kita lampirkan dari pertanahan dan kehutanan,” bebernya.

Untuk itu, dia mengharapkan putusan banding tersebut, akan memberikan keadilan bagi masyarakat di Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan IX itu.

Menurut Ismail, terkait pertanahan seharusnya sudah dikembangkan bahwa ada dua yang bisa membatalkan sertifikat. Yakni pada pertanahan dan pengadilan melalui tata usaha negara.

Baca Juga :  Merasa Kesal karena Dibully, Pria Ini Nekat Habisi Nyawa Orang Lain

“Kalau memang pertanahan juga berani mengeluarkan surat, berarti harus bisa berani membatalkan. Jangan sampai warga dengan warga bertempur gara-gara produk yang dikeluarkan oleh BPN,” ujarnya.

“Tentang dua sertifikat, ada beberapa yang saya lihat bahwa serttfimat yang lama milik penggugat 2008 milik musrifah dan kawan-kawan terbitnya memerlukan persyaratan yang disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Faktanya sekarang adalah terbit dan ada PBB, tetapi alamatnya berbeda. Di situ tulisannya Jalan Hiu Putih Ujung Dalam RT 0 RW 0 tahun 2007, di mana alamat itu,”katanya.

Dirinya mengklaim bahwa PBB milik kliennya sudah jelas alamatnya. Yakni di jalan Hiu Putih VIII Gang Bambang.

“Kalau terbit dua PBB dalam objek sama kan tidak mungkin. Artinya di sini objek yang berbeda. Pertanahan juga perlu koordinasi dengan Pemda dalam hal ini untuk menentukan objek pajak ini milik siapa,” terangnya. (hfz/hnd)

PALANGKARAYA,PROKALTENG.CO – Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan IX Kota Palangkaraya secara resmi melaporkan perkara tanah ke sejumlah instansi pemerintah pusat di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Hal itu dilakukan setelah  warga yang menjadi tergugat intervensi II menolak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangkaraya. Sebab, putusan PTUN telah memenangkan  penggugat Hj Musrifah atas Sertifikat Hak Milik (SHM) dari tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangkaraya.

Salah satu perwakilan warga,Virgo mengatakan bahwa laporan pengaduan perkara tanah tersebut ditujukan ke  Komisi Yudisial (KY). Kemudian juga ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), Kementerian  Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tak hanya itu saja, aduan juga disampaikan ke Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) RI.

“Kami menyampaikan laporan pengaduan warga ke KY. Kami sampaikan pelanggaran kode etik,”ujar Virgo kepada awak media.

Dia juga mengaku melaporkan ke Kementerian ATR/BPN  melalui Itjen Kementerian ATR/BPN.

“Dalam poin poin ini, kami sampaikan beberapa hal, dan kami lampirkan dalam laporan. Yaitu lampiran-lampiran sebagai pendukung laporan kami,”ujarnya.

Baca Juga :  Tukang Parkir Dicokok Polisi di Jalan Riau Palangka Raya

Sementara itu, kuasa hukum warga dalam perkara tanah tersebut, Ismail mengapresiasi usaha dari kliennya untuk memperjuangkan tanahnya yang telah digarap puluhan tahun itu. Namun, sejauh ini ternyata  muncul dua sertifikat hak milik (SHM).

“Proses banding kita akan diawasi oleh Komisi Yudisial dan Bawas MA,” ujar Ismail .

Ismail menyebut, lampiran yang disampaikan ke sejumlah instansi di Jakarta itu, antara lain bukti pajak PBB tahun 2005 dan 2008. Kemudian 3 alat bukti yang tidak tertulis atau dihilangkan dalam putusan PTUN.

“Ada juga SHM, atas hak yang digunakan. Mereka menggunakan SK Wali Kota Tahun 1990 dengan ketentuan dan diktum kita sampaikan. Kemudian surat -surat yang melarang penerbitan sertifikat pada tahun 2007 itu juga kita lampirkan dari pertanahan dan kehutanan,” bebernya.

Untuk itu, dia mengharapkan putusan banding tersebut, akan memberikan keadilan bagi masyarakat di Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan IX itu.

Menurut Ismail, terkait pertanahan seharusnya sudah dikembangkan bahwa ada dua yang bisa membatalkan sertifikat. Yakni pada pertanahan dan pengadilan melalui tata usaha negara.

Baca Juga :  Merasa Kesal karena Dibully, Pria Ini Nekat Habisi Nyawa Orang Lain

“Kalau memang pertanahan juga berani mengeluarkan surat, berarti harus bisa berani membatalkan. Jangan sampai warga dengan warga bertempur gara-gara produk yang dikeluarkan oleh BPN,” ujarnya.

“Tentang dua sertifikat, ada beberapa yang saya lihat bahwa serttfimat yang lama milik penggugat 2008 milik musrifah dan kawan-kawan terbitnya memerlukan persyaratan yang disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Faktanya sekarang adalah terbit dan ada PBB, tetapi alamatnya berbeda. Di situ tulisannya Jalan Hiu Putih Ujung Dalam RT 0 RW 0 tahun 2007, di mana alamat itu,”katanya.

Dirinya mengklaim bahwa PBB milik kliennya sudah jelas alamatnya. Yakni di jalan Hiu Putih VIII Gang Bambang.

“Kalau terbit dua PBB dalam objek sama kan tidak mungkin. Artinya di sini objek yang berbeda. Pertanahan juga perlu koordinasi dengan Pemda dalam hal ini untuk menentukan objek pajak ini milik siapa,” terangnya. (hfz/hnd)

Terpopuler

Artikel Terbaru