PROKALTENG.CO-Di tengah panggung geopolitik dunia yang penuh gejolak, nasib miliaran manusia disebut berada di tangan tiga orang pemimpin.
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan hal tersebut dalam sebuah obrolan podcast bersama Gita Wirjawan di program Endgame yang disiarkan di Youtube.
SBY menyoroti tiga figur yang ia sebut sebagai ‘raksasa’ penentu masa depan dunia: Donald Trump dari Amerika Serikat, Xi Jinping dari Tiongkok, dan Vladimir Putin dari Rusia.
Menurut SBY, keputusan dan ambisi dari ketiga pemimpin ini memiliki kapasitas untuk membawa dunia menuju perdamaian atau justru ke jurang kehancuran.
Militer, Ekonomi, dan Veto Absolut
Dalam podcast tersebut SBY menjelaskan mengapa ketiga nama ini memegang peran yang begitu vital.
Status “raksasa” mereka tidak dibangun di atas satu pilar, melainkan kombinasi kokoh dari berbagai instrumen kekuasaan paling fundamental di era modern.
“Mereka tiga pemimpin yang menurut saya sangat menentukan masa depan dunia. Trump, Xi Jinping, dan Putin,” ujar SBY.
Kekuatan mereka, menurut SBY, berakar pada superioritas militer yang tak tertandingi, di mana mereka memimpin angkatan bersenjata paling dominan di planet ini.
Dominasi ini ditopang oleh kekuatan ekonomi negara mereka yang menjadi motor penggerak utama pasar global.
Di era digital, pengaruh ini semakin diperkuat oleh kepemimpinan mereka di garis depan inovasi dan penguasaan teknologi strategis, yang kini menjadi arena persaingan baru.
Namun, puncak dari semua kekuatan itu adalah instrumen politik paling ampuh: hak veto di Dewan Keamanan PBB.
Sebagai pemimpin negara anggota tetap, mereka menggenggam “kartu truf” untuk membatalkan resolusi global apa pun, memberi mereka pengaruh absolut yang tidak dimiliki negara lain dalam panggung diplomasi internasional.
Dua Sisi Mata Uang: Menyelamatkan atau Merusak
Dengan kekuatan sebesar itu, SBY menggarisbawahi adanya dua kemungkinan ekstrem. Di satu sisi, jika ketiganya dapat duduk bersama dan bekerja sama, mereka memiliki potensi untuk menyelesaikan berbagai krisis global, mulai dari perang hingga perubahan iklim.
“Dunia bisa diselamatkan kalau tiga-tiganya pull together, bekerja sama. Sebaliknya, dunia bisa rusak kalau mereka berkonflik,” jelas SBY.
Namun, di sisi lain, jika ambisi nasional dan rivalitas pribadi yang lebih dominan, persaingan di antara mereka dapat dengan mudah memicu konflik yang lebih luas, termasuk Perang Dunia III yang sangat dikhawatirkan.
Ini menjadikan kepemimpinan mereka ibarat pedang bermata dua yang menentukan nasib peradaban manusia.
Defisit Kepercayaan
Meskipun SBY berharap ada sebuah pertemuan puncak antara ketiga pemimpin ini untuk mencegah skenario terburuk, ia juga mengakui adanya satu penghalang terbesar yang sulit ditembus: trust deficit atau defisit kepercayaan.
Menurutnya, saat ini terdapat tembok kecurigaan yang sangat tebal di antara negara-negara besar.
Masing-masing pihak sulit untuk memercayai niat baik dari pihak lain, sehingga dialog yang tulus dan kerja sama yang substantif menjadi hampir mustahil untuk dicapai.
Tantangan untuk meruntuhkan tembok ketidakpercayaan inilah yang menurut SBY menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi diplomasi global jika ingin menghindari bencana di masa depan. (jpg)