30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Dipecat tanpa Pesangon, Mantan Karyawan Beberkan Upah Tak Manusiawi

PALANGKA
RAYA
-Kurang
lebih sepekan menjelang lebaran idulfitri, tepatnya pada 25 Mei 2019, ratusan
karyawan PT Agro Wana Lestari (AWL) menerima informasi pemutusan hubungan kerja
(PHK). Langkah perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit itu
menuai polemik, karena keputusan itu dianggap tidak mendasar dan tanpa alasan
yang jelas.

Merasa haknya sebagai
karyawan tidak terpenuhi, 123 karyawan yang selama ini bekerja pada perusahaan
yang beroperasi di wilayah Kecamatan Bukit Santuai,Kabupaten Kotawaringin Timur
(Kotim) itu melayangkan protes ke perusahaan.

Lukas, salah satu
karyawan yang di-PHK menuturkan, dirinya bersama ratusan karyawan di-PHK pada 25
Mei lalu. “Betul mas, kami di-PHK oleh perusahaan sebelum lebaran kemarin. Alasan
perusahaan pun kami tidak tahu,” jelasnya saat berbincang dengan Kalteng Pos,
Minggu (16/6).

Namun, keanehan muncul.
Setelah hubungan pekerjaan diputuskan, yang artinya tidak ada ikatan pekerjaan
lagi, PT AWL secara tiba-tiba kembali memanggil dan mempekerjakan para karyawan
tersebut. Namun, sadar bahwa sudah di-PHK, ratusan karyawanpun keberatan dan
tidak mengindahkan pemanggilan oleh perusahaan.

“Masa sudah di-PHK,
kami dipanggil kerja lagi. Ini kan aneh. Otomatis kami tidak mau kerja lagi,”
tuturnya.

Sementara itu, kuasa
hukum dari para pekerja, Joni Sinaga, ketika dimintai keterangan menuturkan, ia
sangat menyesalkan keputusan dan kebijakan perusahaan yang dinilai sangat tidak
manusiawi terhadap para pekerja yang notabene warga yang memiliki perekonomian
pas-pasan. Bahkan ada yang cacat secara fisik.

Baca Juga :  Sahrum, Jemaah Haji Asal Batara, Hembuskan Napas Terakhir di Tanah Suc

Dari somasi yang
dilakukan, Joni bersama tim menemukan sejumlah kejanggalan atas kebijakan
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT AWL pada akhir Mei lalu itu.  

“Ada banyak keanehan
yang ditemukan dari keputusan perusahaan terkait PHK terhadap ratusan buruh
sawit,” ucapnya dengan kecewa saat dibincangi Kalteng Pos, kemarin.

Keanehan pertama, kata
Joni, para karyawan di-PHK dengan tidak dibeberkan alasan yang jelas. Kedua.
beberapa saat setelah di-PHK, perusahaan malah kembali memanggil para karyawan
tersebut untuk bekerja. Namun, para karyawan merasa keberatan karena sudah di-PHK.
Pihak perusahaan justru menilai bahwa karyawan mangkir dan langsung meminta untuk
menandatangi surat pengunduran diri. Ketiga, berdasarkan pengakuan para
karyawan yang diwakili oleh kuasa hukum, serta berdasarkan bukti slip gaji,
perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta ini ternyata memberi upah jauh di
bawah standar upajh minimum kabupaten (UMK) yang telah ditetapkan Pemkab Kotim.
Rata-rata karyawan digaji Rp 1,2 juta. Bahkan ada yang hanya menerima upah
Rp700 ribu.

“Saya punya slip gaji.
Ternyata selama ini karyawan di PT tersebut menerima upah jauh di bawah UMK.
Ini kan pelanggaran. Kasihan mereka yang dipekerjakan di situ,” tutur pengacara
yang pernah berguru pada Hotman Paris Hutapea tersebut.

Lebih lanjut Sinaga mengatakan,
saat ini pihaknya sedang berupaya untuk menegosiasi dan melakukan pertemuan
dengan pihak perusahaan, agar hak-hak karyawan yang persoalkan bisa dipenuhi
perusahaan.

Baca Juga :  Inilah Orang yang Mengajak Rombongan Terduga Teroris ke Kalteng

“Rencananya 19 Juni  (besok, red) kami akan bertemu dengan kuasa
hukum pihak perusahaan untuk mendiskusikan masalah ini agar dicarikan solusi
supaya hak-hak karyawan bisa terpenuhi sebagaimana yang diadukan,” tutupnya.

Berkaitan dengan persoalan
ini, Kabid Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim, Gatut Setioutomo berkomentar, pihaknya
sudah menerima aduan dari para pekerja. Akan tetapi, berdasarkan mekanisme yang
berlaku, maka penyelesaian sengketa hubungan industrial harus terlebih dahulu
diselesaikan pada tingkat bawah, yaitu antara pekerja dengan perusahaan.

“Kami sudah terima
somasi dari para pekerja terkait persoalan PHK yang diduga dilakukan oleh PT
AWL. Namun, pada prinsipnya kami akan meminta untuk diselesaikan terlebih
dahulu di tingkat bawah, antara perusahaan dengan pekerja, dalam waktu tiga
puluh hari,” ucap Gatut saat dihubungi Kalteng Pos, (17/6).

Lanjutnya, jika dalam
tempo waktu yang diberikan tak kunjung mendapatkan kesepakatan, maka pihaknya
akan berinisiatif melakukan mediasi atau menjadi mediator.

Sementara itu, hingga berita ini naik cetak,
belum ada tanggapan dari pihak PT AWL perihal PHK terhadap 123 karyawan tanpa
diberi pesangon tersebut. Tiga kali Kalteng Pos mengubungi HRD PT AWL, Fajar, melalui
saluran telepon, tapi tidak diangkat. Padahal ada nada masuk dengan nada dering
lagu Indonesia Raya. Pesan SMS yang dikirim Kalteng Pos pun belum dibalas. (old/ce/ala)

PALANGKA
RAYA
-Kurang
lebih sepekan menjelang lebaran idulfitri, tepatnya pada 25 Mei 2019, ratusan
karyawan PT Agro Wana Lestari (AWL) menerima informasi pemutusan hubungan kerja
(PHK). Langkah perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit itu
menuai polemik, karena keputusan itu dianggap tidak mendasar dan tanpa alasan
yang jelas.

Merasa haknya sebagai
karyawan tidak terpenuhi, 123 karyawan yang selama ini bekerja pada perusahaan
yang beroperasi di wilayah Kecamatan Bukit Santuai,Kabupaten Kotawaringin Timur
(Kotim) itu melayangkan protes ke perusahaan.

Lukas, salah satu
karyawan yang di-PHK menuturkan, dirinya bersama ratusan karyawan di-PHK pada 25
Mei lalu. “Betul mas, kami di-PHK oleh perusahaan sebelum lebaran kemarin. Alasan
perusahaan pun kami tidak tahu,” jelasnya saat berbincang dengan Kalteng Pos,
Minggu (16/6).

Namun, keanehan muncul.
Setelah hubungan pekerjaan diputuskan, yang artinya tidak ada ikatan pekerjaan
lagi, PT AWL secara tiba-tiba kembali memanggil dan mempekerjakan para karyawan
tersebut. Namun, sadar bahwa sudah di-PHK, ratusan karyawanpun keberatan dan
tidak mengindahkan pemanggilan oleh perusahaan.

“Masa sudah di-PHK,
kami dipanggil kerja lagi. Ini kan aneh. Otomatis kami tidak mau kerja lagi,”
tuturnya.

Sementara itu, kuasa
hukum dari para pekerja, Joni Sinaga, ketika dimintai keterangan menuturkan, ia
sangat menyesalkan keputusan dan kebijakan perusahaan yang dinilai sangat tidak
manusiawi terhadap para pekerja yang notabene warga yang memiliki perekonomian
pas-pasan. Bahkan ada yang cacat secara fisik.

Baca Juga :  Sahrum, Jemaah Haji Asal Batara, Hembuskan Napas Terakhir di Tanah Suc

Dari somasi yang
dilakukan, Joni bersama tim menemukan sejumlah kejanggalan atas kebijakan
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT AWL pada akhir Mei lalu itu.  

“Ada banyak keanehan
yang ditemukan dari keputusan perusahaan terkait PHK terhadap ratusan buruh
sawit,” ucapnya dengan kecewa saat dibincangi Kalteng Pos, kemarin.

Keanehan pertama, kata
Joni, para karyawan di-PHK dengan tidak dibeberkan alasan yang jelas. Kedua.
beberapa saat setelah di-PHK, perusahaan malah kembali memanggil para karyawan
tersebut untuk bekerja. Namun, para karyawan merasa keberatan karena sudah di-PHK.
Pihak perusahaan justru menilai bahwa karyawan mangkir dan langsung meminta untuk
menandatangi surat pengunduran diri. Ketiga, berdasarkan pengakuan para
karyawan yang diwakili oleh kuasa hukum, serta berdasarkan bukti slip gaji,
perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta ini ternyata memberi upah jauh di
bawah standar upajh minimum kabupaten (UMK) yang telah ditetapkan Pemkab Kotim.
Rata-rata karyawan digaji Rp 1,2 juta. Bahkan ada yang hanya menerima upah
Rp700 ribu.

“Saya punya slip gaji.
Ternyata selama ini karyawan di PT tersebut menerima upah jauh di bawah UMK.
Ini kan pelanggaran. Kasihan mereka yang dipekerjakan di situ,” tutur pengacara
yang pernah berguru pada Hotman Paris Hutapea tersebut.

Lebih lanjut Sinaga mengatakan,
saat ini pihaknya sedang berupaya untuk menegosiasi dan melakukan pertemuan
dengan pihak perusahaan, agar hak-hak karyawan yang persoalkan bisa dipenuhi
perusahaan.

Baca Juga :  Inilah Orang yang Mengajak Rombongan Terduga Teroris ke Kalteng

“Rencananya 19 Juni  (besok, red) kami akan bertemu dengan kuasa
hukum pihak perusahaan untuk mendiskusikan masalah ini agar dicarikan solusi
supaya hak-hak karyawan bisa terpenuhi sebagaimana yang diadukan,” tutupnya.

Berkaitan dengan persoalan
ini, Kabid Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim, Gatut Setioutomo berkomentar, pihaknya
sudah menerima aduan dari para pekerja. Akan tetapi, berdasarkan mekanisme yang
berlaku, maka penyelesaian sengketa hubungan industrial harus terlebih dahulu
diselesaikan pada tingkat bawah, yaitu antara pekerja dengan perusahaan.

“Kami sudah terima
somasi dari para pekerja terkait persoalan PHK yang diduga dilakukan oleh PT
AWL. Namun, pada prinsipnya kami akan meminta untuk diselesaikan terlebih
dahulu di tingkat bawah, antara perusahaan dengan pekerja, dalam waktu tiga
puluh hari,” ucap Gatut saat dihubungi Kalteng Pos, (17/6).

Lanjutnya, jika dalam
tempo waktu yang diberikan tak kunjung mendapatkan kesepakatan, maka pihaknya
akan berinisiatif melakukan mediasi atau menjadi mediator.

Sementara itu, hingga berita ini naik cetak,
belum ada tanggapan dari pihak PT AWL perihal PHK terhadap 123 karyawan tanpa
diberi pesangon tersebut. Tiga kali Kalteng Pos mengubungi HRD PT AWL, Fajar, melalui
saluran telepon, tapi tidak diangkat. Padahal ada nada masuk dengan nada dering
lagu Indonesia Raya. Pesan SMS yang dikirim Kalteng Pos pun belum dibalas. (old/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru