25.2 C
Jakarta
Saturday, April 12, 2025

Asal Mula Polemik Jabatan Presiden 3 Periode

Polemik
wacana jabatan Presiden Indonesia ditambah menjadi tiga periode menuai pro dan
kontra. Isu itu pun kini ramai diperbincangkan masyarakat. Ternyata, ide
penambahan periode jabatan Presiden Indonesia muncul pertama kali dari Partai
Nasional Demokrat (Nasdem).

Wakil
Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani membeberkan tidak
mau menjawab urgensi MPR menambah masa jabatan kepala negara menjadi tiga
periode. Sehingga semua pihak untuk menanyakannya ke Partai Nasdem yang
mengusulkannya.

“Tentu
ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini kan bukan saya yang
melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai
dari anggota DPR dari Fraksi Nasdem,” ujar Arsul, Jumat (28/11).

Arsul
mengatakan untuk penambahan jabatan kepala negara sampai saat ini masih hanya
sebatas wacana. Pasalnya sampai saat ini MPR masih terus melakukan audiensi
dengan masyarakat terkait amandemen. “Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020
bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat,” katanya.

Sementara
pada hari yang sama diutarakan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan
ide tujuh tahun masa kepresidenan tapi dibatasi hanya satu periode. Ketua DPP
PSI, Tsamara Amany Alatas mengatakan jika jabatan kepala negara hanya tujuh tahun
dan hanya satu periode. Maka Presiden Indonesia akan fokus kepada jabatannya.

Baca Juga :  Sidang DKPP, Ketua Dan Komisioner KPU Terbukti Melanggar Kode Etik

“Jika
hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus
bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya,” kata Tsamara.

Menurut
Tsamara, masa jabatan satu periode akan membuat presiden terlepas dari tekanan
politik jangka pendek, lebih fokus untuk melahirkan kebijakan terbaik. Politik
akan terbebas dari pragmatisme.

Tsamara
mengatakan, masa kepemimpinan perlu diperpanjang sampai tujuh tahun agar setiap
presiden punya waktu cukup untuk mewujudkan program-program kerjanya.
“Selanjutnya, satu periode ini akan menghilangkan konsep petahana dalam
pemilihan presiden. Maka tak ada lagi kecurigaan bahwa petahana memanfaatkan
kedudukannya untuk kembali menang pemilu,” ungkapnya.

‎Kemudian
pada Selasa (26/11), Sekretaris Fraksi Nasdem, Saan Mustofa mengatakan,
pihaknya tengah mengkaji amandemen menyeluruh UUD 45. Salah satunya adalah
wacana penambahan masa jabatan presiden.

Sehingga,
sampai saat ini Nasdem masih mengkaji mengenai penambahan masa jabatan tiga
perioden yang sebelumnya ramai diperbincangkan.

Baca Juga :  Kali Kedua Jabat Menkumham, Yasonna Laoly Diminta Kawal Omnibus Law

“Jadi
kita mewacanakan itu ke publik dan kita sedang menyerap, sikap publik seperti
apa soal GBHN, soal MPR, soal masa jabatan presiden. Bahkan terkait juga soal
bagaimana sikap publik terkait dengan pemilu yang 2019 kemarin itu yang antara
pileg dan pilpres disatukan,” tutur Saan Mustopa.

Nasdem
melihat penambahan masa jabatan presiden bukan soal jumlah. Tetapi bagaimana
masa jabatan ini dihubungkan dengan proses pembangunan. “Jadi misalnya gini
kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya
programnya belum selesai, tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika
berganti akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti,” jelasnya.

Ketua
Nasdem Jabar itu mengatakan, karena alasan tersebut muncul wacana untuk
menambah masa jabatan presiden satu periode lagi. “Makanya ada wacana kenapa
kita enggak buka wacana satu periode lagi menjadi tiga periode,” ucap Saan.

Sementara
saat ini ada dua partai politik yang menolak penambahan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia, itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).(jpc)

 

Polemik
wacana jabatan Presiden Indonesia ditambah menjadi tiga periode menuai pro dan
kontra. Isu itu pun kini ramai diperbincangkan masyarakat. Ternyata, ide
penambahan periode jabatan Presiden Indonesia muncul pertama kali dari Partai
Nasional Demokrat (Nasdem).

Wakil
Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani membeberkan tidak
mau menjawab urgensi MPR menambah masa jabatan kepala negara menjadi tiga
periode. Sehingga semua pihak untuk menanyakannya ke Partai Nasdem yang
mengusulkannya.

“Tentu
ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini kan bukan saya yang
melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai
dari anggota DPR dari Fraksi Nasdem,” ujar Arsul, Jumat (28/11).

Arsul
mengatakan untuk penambahan jabatan kepala negara sampai saat ini masih hanya
sebatas wacana. Pasalnya sampai saat ini MPR masih terus melakukan audiensi
dengan masyarakat terkait amandemen. “Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020
bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat,” katanya.

Sementara
pada hari yang sama diutarakan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan
ide tujuh tahun masa kepresidenan tapi dibatasi hanya satu periode. Ketua DPP
PSI, Tsamara Amany Alatas mengatakan jika jabatan kepala negara hanya tujuh tahun
dan hanya satu periode. Maka Presiden Indonesia akan fokus kepada jabatannya.

Baca Juga :  Sidang DKPP, Ketua Dan Komisioner KPU Terbukti Melanggar Kode Etik

“Jika
hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus
bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya,” kata Tsamara.

Menurut
Tsamara, masa jabatan satu periode akan membuat presiden terlepas dari tekanan
politik jangka pendek, lebih fokus untuk melahirkan kebijakan terbaik. Politik
akan terbebas dari pragmatisme.

Tsamara
mengatakan, masa kepemimpinan perlu diperpanjang sampai tujuh tahun agar setiap
presiden punya waktu cukup untuk mewujudkan program-program kerjanya.
“Selanjutnya, satu periode ini akan menghilangkan konsep petahana dalam
pemilihan presiden. Maka tak ada lagi kecurigaan bahwa petahana memanfaatkan
kedudukannya untuk kembali menang pemilu,” ungkapnya.

‎Kemudian
pada Selasa (26/11), Sekretaris Fraksi Nasdem, Saan Mustofa mengatakan,
pihaknya tengah mengkaji amandemen menyeluruh UUD 45. Salah satunya adalah
wacana penambahan masa jabatan presiden.

Sehingga,
sampai saat ini Nasdem masih mengkaji mengenai penambahan masa jabatan tiga
perioden yang sebelumnya ramai diperbincangkan.

Baca Juga :  Kali Kedua Jabat Menkumham, Yasonna Laoly Diminta Kawal Omnibus Law

“Jadi
kita mewacanakan itu ke publik dan kita sedang menyerap, sikap publik seperti
apa soal GBHN, soal MPR, soal masa jabatan presiden. Bahkan terkait juga soal
bagaimana sikap publik terkait dengan pemilu yang 2019 kemarin itu yang antara
pileg dan pilpres disatukan,” tutur Saan Mustopa.

Nasdem
melihat penambahan masa jabatan presiden bukan soal jumlah. Tetapi bagaimana
masa jabatan ini dihubungkan dengan proses pembangunan. “Jadi misalnya gini
kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya
programnya belum selesai, tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika
berganti akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti,” jelasnya.

Ketua
Nasdem Jabar itu mengatakan, karena alasan tersebut muncul wacana untuk
menambah masa jabatan presiden satu periode lagi. “Makanya ada wacana kenapa
kita enggak buka wacana satu periode lagi menjadi tiga periode,” ucap Saan.

Sementara
saat ini ada dua partai politik yang menolak penambahan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia, itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru