33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Menkes Minta Tahapan Pilkada Ditunda Hingga Pandemi Selesai

JAKARTA – Pelaksanaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
serentak yang sedianya dilakukan pada 2020, disarankan mulai diselenggarakan
setelah status pandemik COVID-19 berakhir. Jika status pandemik berakhir,
levelnya akan turun menjadi endemi. Sehingga bisa diprediksi kapan berakhirnya
COVID-19.

“Ini COVID-19 bukan sekadar
bencana keadaan darurat bencana non-alam saja. Tetapi ini adalah pandemik
dunia. Sehingga, mohon dipertimbangkan apakah bisa merencanakan tahapan Pilkada
setelah pandemik dunianya dicabut,” ujar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto
di Jakarta, Sabtu (16/5).

Dia mengatakan setelah pandemik
dunia dicabut oleh WHO, Indonesia bisa mulai melakukan tahapan. “Karena kalau
levelnya sudah turun, bisa diprediksi kapan berakhirnya,” jelas Terawan. Selama
status pandemi, yang ditetapkan oleh World Health Organisation (WHO), belum
dicabut, maka kebijakan seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak
bisa dipastikan. “Jika pandemi yang ditetapkan WHO ini belum berhenti, semuanya
masih unpredictable. Karena ini adalah situasi dunia,” ucapnya.

Jika kegiatan politik tersebut
tetap dilakukan di masa pandemi, lanjut dokter militer itu, maka akan menjadi
tidak etis. Karena negara-negara lain masih berkutat dengan upaya penanganan
COVID-19. “Rasanya tidak elok. Kita juga melihat negara-negara lain. Kalau
Indonesia menyelenggarakan sendiri, rasanya juga lucu. Ini adalah kondisi
pandemik yang sedang mewabah di seluruh dunia,” paparnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko
Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penundaan Pilkada Serentak Tahun 2020. Perppu
tersebut diterbitkan untuk memberikan payung hukum agar pelaksanaan Pilkada
Serentak, yang sedianya diselenggarakan 23 September 2020, dapat ditunda karena
kondisi pandemik COVID-19.

Dalam Perppu tersebut diatur
bahwa penetapan penundaan tahapan pilkada serentak dan pikada serentak lanjutan
dilakukan atas persetujuan bersama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Pemerintah dan DPR. Selanjutnya, dalam Perppu juga diatur pasal mengenai
pemungutan suara serentak yang ditunda dilaksanakan pada Desember 2020; dan
jika tidak dapat dilaksanakan pada waktu tersebut, maka pemungutan suara
serentak dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam berakhir.

Baca Juga :  Politisi PDIP Ini Salahkan Jokowi

Hal senada disampaikan anggota
Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin. Dia menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum
(KPU) menggelar tahapan pilkada serentak setelah pandemi COVID-19 berakhir.
“Ditunda saja karena COVID-19. Jadi memulainya lagi setelah pandemi berakhir,”
jelas Zulfikar di Jakarta, Sabtu (16/5).

Setidaknya tahapan pilkada
serentak itu, dimulai setelah Indonesia melewati puncak wabah COVID-19. Karena
setiap tahapan pilkada membutuhkan banyak interaksi langsung dan pertemuan
tatap muka. Anggota DPR RI Wahyu Sanjaya juga menyerukan hal serupa.
“Setidaknya menunggu dari pandemi menjadi endemi. Apa yang dikatakan Menkes
saya rasa cukup clear. Kita menunggu dari pandemi menjadi endemi dulu. Setelah
itu bisa melihat kondisi riilnya seperti apa,” imbuh Wahyu.

Pada Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penundaan Pilkada, menurut dia, dimungkinkan
penundaan tersebut. Bahkan menggeser hari pemungutan jika kondisi bencana
non-alam COVID-19 belum berakhir.

Anggota DPD RI Abdul Kholik juga
setuju jika tahapan pilkada dirancang baru bergulir setelah pandemi COVID-19
dicabut oleh WHO. “Kita melaksanakan tahapan pilkada di 270 daerah itu tentu
akan menjadi objek internasional. Jangan sampai kemudian terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan ketika digelar di masa pandemi,” paparnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan
agar KPU bisa tegas. Jika memang sangat sulit, maka tidak perlu ragu melakukan
penundaan hingga 2021. Kondisi saat ini, cukup berat bagi KPU. Karena jika hari
pemilihan digelar pada Desember 2020, maka tahapan harus sudah bergulir lagi
pada Juni. “Padahal, banyak hal yang harus disiapkan KPU untuk menyesuaikan
penyelenggaraan di tengah pandemi. Hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu
sangat singkat,” jelas Titi Anggraini.

Baca Juga :  Ingin Tinjau Ulang Pilkada Langsung, Mendagri: Apa Bener Ingin Mengabd

Setidaknya, ada 4 hal yang perlu
disiapkan. Pertama soal aturan hukum pilkada yang harus menyesuaikan dengan
kondisi pandemi. Selanjutnya, memastikan kesiapan anggaran yang harus tersedia,
sementara saat ini fokus prioritas masih kepada penanganan COVID-19. Kemudian,
KPU juga harus memastikan sisi teknis penyelenggaraan, agar tahapan sampai hari
pemilihan bisa digelar meskipun dalam kondisi wabah. Keempat yang perlu
dipersiapkan, sumber daya manusia penyelenggara pilkada yang telah direkrut
oleh KPU.

“KPU harus memastikan mereka
apakah masih layak. Apakah ada yang terpapar COVID-19, dan mengenai kapasitas
serta kapabilitas mereka menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Hal itu
tidak bisa tergesa-gesa. Jadi orientasinya jangan hanya pada hari pemilihan
saja. Tetapi sejak masa tahapan, semua penyesuaian itu dimulai sejak tahapan,”
urainya.

KPU juga telah diberi ruang untuk
bersikap. Apakah perlu menunda pilkada atau tidak di dalam undang-undang. “KPU
berhak punya sikap karena mereka diberi ruang. Dalam UU disebutkan penundaan
berdasarkan persetujuan 3 pihak. KPU boleh menentukan sikap berdasarkan
pertimbangan objektif. Jadi dengan pertimbangan objektif, tidak perlu ragu
menunda pelaksanaan pilkada pada 2021 mendatang,” pungkasnya.

JAKARTA – Pelaksanaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
serentak yang sedianya dilakukan pada 2020, disarankan mulai diselenggarakan
setelah status pandemik COVID-19 berakhir. Jika status pandemik berakhir,
levelnya akan turun menjadi endemi. Sehingga bisa diprediksi kapan berakhirnya
COVID-19.

“Ini COVID-19 bukan sekadar
bencana keadaan darurat bencana non-alam saja. Tetapi ini adalah pandemik
dunia. Sehingga, mohon dipertimbangkan apakah bisa merencanakan tahapan Pilkada
setelah pandemik dunianya dicabut,” ujar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto
di Jakarta, Sabtu (16/5).

Dia mengatakan setelah pandemik
dunia dicabut oleh WHO, Indonesia bisa mulai melakukan tahapan. “Karena kalau
levelnya sudah turun, bisa diprediksi kapan berakhirnya,” jelas Terawan. Selama
status pandemi, yang ditetapkan oleh World Health Organisation (WHO), belum
dicabut, maka kebijakan seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak
bisa dipastikan. “Jika pandemi yang ditetapkan WHO ini belum berhenti, semuanya
masih unpredictable. Karena ini adalah situasi dunia,” ucapnya.

Jika kegiatan politik tersebut
tetap dilakukan di masa pandemi, lanjut dokter militer itu, maka akan menjadi
tidak etis. Karena negara-negara lain masih berkutat dengan upaya penanganan
COVID-19. “Rasanya tidak elok. Kita juga melihat negara-negara lain. Kalau
Indonesia menyelenggarakan sendiri, rasanya juga lucu. Ini adalah kondisi
pandemik yang sedang mewabah di seluruh dunia,” paparnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko
Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penundaan Pilkada Serentak Tahun 2020. Perppu
tersebut diterbitkan untuk memberikan payung hukum agar pelaksanaan Pilkada
Serentak, yang sedianya diselenggarakan 23 September 2020, dapat ditunda karena
kondisi pandemik COVID-19.

Dalam Perppu tersebut diatur
bahwa penetapan penundaan tahapan pilkada serentak dan pikada serentak lanjutan
dilakukan atas persetujuan bersama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Pemerintah dan DPR. Selanjutnya, dalam Perppu juga diatur pasal mengenai
pemungutan suara serentak yang ditunda dilaksanakan pada Desember 2020; dan
jika tidak dapat dilaksanakan pada waktu tersebut, maka pemungutan suara
serentak dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam berakhir.

Baca Juga :  Politisi PDIP Ini Salahkan Jokowi

Hal senada disampaikan anggota
Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin. Dia menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum
(KPU) menggelar tahapan pilkada serentak setelah pandemi COVID-19 berakhir.
“Ditunda saja karena COVID-19. Jadi memulainya lagi setelah pandemi berakhir,”
jelas Zulfikar di Jakarta, Sabtu (16/5).

Setidaknya tahapan pilkada
serentak itu, dimulai setelah Indonesia melewati puncak wabah COVID-19. Karena
setiap tahapan pilkada membutuhkan banyak interaksi langsung dan pertemuan
tatap muka. Anggota DPR RI Wahyu Sanjaya juga menyerukan hal serupa.
“Setidaknya menunggu dari pandemi menjadi endemi. Apa yang dikatakan Menkes
saya rasa cukup clear. Kita menunggu dari pandemi menjadi endemi dulu. Setelah
itu bisa melihat kondisi riilnya seperti apa,” imbuh Wahyu.

Pada Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penundaan Pilkada, menurut dia, dimungkinkan
penundaan tersebut. Bahkan menggeser hari pemungutan jika kondisi bencana
non-alam COVID-19 belum berakhir.

Anggota DPD RI Abdul Kholik juga
setuju jika tahapan pilkada dirancang baru bergulir setelah pandemi COVID-19
dicabut oleh WHO. “Kita melaksanakan tahapan pilkada di 270 daerah itu tentu
akan menjadi objek internasional. Jangan sampai kemudian terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan ketika digelar di masa pandemi,” paparnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan
agar KPU bisa tegas. Jika memang sangat sulit, maka tidak perlu ragu melakukan
penundaan hingga 2021. Kondisi saat ini, cukup berat bagi KPU. Karena jika hari
pemilihan digelar pada Desember 2020, maka tahapan harus sudah bergulir lagi
pada Juni. “Padahal, banyak hal yang harus disiapkan KPU untuk menyesuaikan
penyelenggaraan di tengah pandemi. Hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu
sangat singkat,” jelas Titi Anggraini.

Baca Juga :  Ingin Tinjau Ulang Pilkada Langsung, Mendagri: Apa Bener Ingin Mengabd

Setidaknya, ada 4 hal yang perlu
disiapkan. Pertama soal aturan hukum pilkada yang harus menyesuaikan dengan
kondisi pandemi. Selanjutnya, memastikan kesiapan anggaran yang harus tersedia,
sementara saat ini fokus prioritas masih kepada penanganan COVID-19. Kemudian,
KPU juga harus memastikan sisi teknis penyelenggaraan, agar tahapan sampai hari
pemilihan bisa digelar meskipun dalam kondisi wabah. Keempat yang perlu
dipersiapkan, sumber daya manusia penyelenggara pilkada yang telah direkrut
oleh KPU.

“KPU harus memastikan mereka
apakah masih layak. Apakah ada yang terpapar COVID-19, dan mengenai kapasitas
serta kapabilitas mereka menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Hal itu
tidak bisa tergesa-gesa. Jadi orientasinya jangan hanya pada hari pemilihan
saja. Tetapi sejak masa tahapan, semua penyesuaian itu dimulai sejak tahapan,”
urainya.

KPU juga telah diberi ruang untuk
bersikap. Apakah perlu menunda pilkada atau tidak di dalam undang-undang. “KPU
berhak punya sikap karena mereka diberi ruang. Dalam UU disebutkan penundaan
berdasarkan persetujuan 3 pihak. KPU boleh menentukan sikap berdasarkan
pertimbangan objektif. Jadi dengan pertimbangan objektif, tidak perlu ragu
menunda pelaksanaan pilkada pada 2021 mendatang,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru