NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Peredaran kasus narkoba di Kabupaten Lamandau terus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Buktinya, dua kurir sabu, Rahmat Meiki dan Purwanto kini telah menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Nanga Bulik. Keduanya didakwa atas kasus peredaran narkoba dengan berkas terpisah, namun kronologi penangkapan dan modus operandi mereka terungkap dalam persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jovanka dalam dakwaannya yang dibacakan baru-baru ini, menjelaskan penangkapan kedua terdakwa bermula pada Selasa 11 Februari 2025 sekitar pukul 09.57 WIB.  Saat itu Rahmat menghubungi Purwanto untuk menanyakan ketersediaan sabu, karena ia telah mendapatkan pesanan dari Santo, seorang DPO (Daftar Pencarian Orang).
“Purwanto yang menyanggupi permintaan Rahmat, meminjam sepeda motor milik Rahmat dan berangkat menuju Simpang Runtu untuk membeli sabu. Setelah berhasil mendapatkan barang haram tersebut, ia kembali ke Lamandau. Keesokan harinya, 12 Februari 2025 sekitar pukul 06.20 WIB, Purwanto menginformasikan kepada Rahmat bahwa sabu telah siap diambil,” ungkap JPU, Senin (30/6).
Lanjutnya JPU menuturkan, sekitar pukul 11.00 WIB, Rahmat tiba di rumah Purwanto di Desa Kujan, Kecamatan Bulik. Sebelum melakukan transaksi, keduanya terlebih dahulu mengonsumsi sabu tersebut bersama-sama sebagai upah bagi Purwanto. Setelah itu, Rahmat meminta uang sebesar Rp50.000 kepada Purwanto untuk biaya pengantaran sabu yang rencananya akan digunakan untuk membeli rokok dan bensin.
“Namun, nasib apes menimpa keduanya. Saat Purwanto hendak memberikan sabu kepada Rahmat, mereka digerebek oleh aparat kepolisian dari Polres Lamandau. Pengungkapan kasus ini pun semakin lengkap setelah pemeriksaan lebih lanjut,” jelasnya.
JPU Jovanka mengungkapkan bahwa Rahmat telah empat kali menjadi perantara jual beli sabu milik Purwanto. Dua transaksi terjadi pada bulan Desember 2024 dan dua lainnya pada bulan Januari 2025.
“Modus operandi Rahmat adalah mencari dan menawarkan sabu kepada para pencandu narkoba. Setelah mendapatkan pembeli, ia mengambil sabu dari Purwanto dan mendapatkan upah sebesar Rp50.000 untuk setiap transaksi yang berhasil,” bebernya.
Kasus ini menjadi bukti nyata komitmen aparat penegak hukum di Kabupaten Lamandau dalam memberantas peredaran narkoba. Tak hanya menargetkan pengedar besar, tetapi juga jaringan kecil yang berperan sebagai kurir.
“Persidangan terhadap Rahmat Meiki dan Purwanto diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam peredaran narkoba di wilayah Kabupaten Lamandau,” tandas Jovanka. (bib)