NANGA BULIK,PROKALTENG.CO – Sidang kasus penganiayaan yang melibatkan terdakwa Rusli, anak Betung telah mencapai putusan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Afif Hidayatulloh membacakan vonis 10 bulan penjara bagi Rusli atas perbuatannya yang mengakibatkan luka terhadap korban, Benny Tito Fahreza.
“Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 15 Desember 2024 sekitar pukul 03.00 WIB di barak milik Rusli yang terletak di Jalan Bukit Hibul Utara, Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau,” kata JPU saat dikonfirmasi, Jum’at (23/5).
Berdasarkan keterangan JPU, peristiwa bermula dari keributan yang melibatkan beberapa orang tak dikenal di barak tersebut. Rusli, bersama saksi Bayu dan korban Benny, awalnya sedang minum minuman beralkohol.
“Ketika keributan terjadi, Benny berusaha melerai. Namun, Rusli salah paham dan menganggap Benny membela pihak yang bertikai dengannya. Hal ini memicu pertengkaran antara Rusli dan Benny,” tuturnya.
Lanjutnya, Rusli mengambil parang dari dalam barak dan menyerang Benny. Meskipun dua ayunan parang mengenai helm yang dikenakan Benny, ayunan ketiga mengenai punggung Benny dan menyebabkan luka lecet. Rusli juga mendorong dan menendang Benny hingga terjatuh. Perkelahian baru berakhir setelah seorang polisi bernama Perdian dating untuk melerai dan mengamankan Rusli.
“Hasil visum et repertum nomor 812/61/XII/RSUD/2024 tanggal 18 Desember 2024 dari dr. Sares Daseva menunjukkan Benny mengalami luka lecet pada punggung belakang sebelah kiri dan luka memar di jempol kaki kanan akibat benda tumpul,” jelas Afif Hidayatulloh.
Dikatakannya bahwa majelis hakim Evan Setiawan Dese, menyatakan Rusli terbukti bersalah melakukan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Selain pidana penjara 10 bulan, masa penangkapan dan penahanan Rusli dikurangkan dari masa hukuman. Rusli tetap ditahan,” tegas majelis hakim.
Sementara terkait barang bukti berupa pakaian, helm, dan sepeda motor milik Benny langsung dikembalikan.
Putusan ini mengakhiri proses hukum atas kasus penganiayaan yang terjadi di Nanga Bulik, Lamandau. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengendalian emosi dan penyelesaian konflik secara damai. (bib/hnd)