NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap anak dituntut dengan pidana penjara selama 15Â tahun penjara dan denda sebesar Rp1.000.000.000 subsidair 8 bulan kurungan. Hal ini disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Lamandau, Shaefi Wirawan Orient usai sidang yang digelar secara tertutup, Senin (15/1/2024).
“Mengapa kita tuntut berat, karena terdakwa sebelumnya juga sudah pernah dihukum dengan perkara yang sama yakni perkara Perkosaan sebagaimana Pasal 285 KUHP dan divonis selama 8Â Tahun,” ungkapnya.
Kejadian berlangsung pada bulan Agustus 2023 lalu di wilayah Kecamatan Delang Kabupaten Lamandau. Saat itu terdakwa sedang berada di kebunnya dan melihat anak korban (16) sedang berada di pondok milik orang tuanya. Melihat kondisi sedang sepi ia langsung melancarkan serangannya.
“Korban sempat teriak minta tolong, kemudian terdakwa mengancam akan membunuh korban. Usai memperkosa korban, terdakwa langsung meninggalkannya di pondok tersebut,” bebernya.
Terdakwa juga pernah mengunjungi tempat tinggal anak korban, namun saat itu orangtuanya tidak ada di rumah karena pergi ke kebun. Dan terdakwa kembali melakukan aksi bejatnya di ruang tamu rumah korban.
Bahkan pada pada bulan Agustus saat terdakwa selesai mandi dari sungai dan berjalan menuju rumahnya, kemudian melihat korban berjalan di depan sekolahan. Ia juga memperkosa korbannya dengan cara dilemparkan ke semak-semak.
Kemudian terdakwa memberi uang sebesar Rp. 200.000 kepada korban untuk uang jajan. Lalu korban menyerahkan uang tersebut kepada ibunya. Ibunya kemudian curiga darimana anaknya mendapatkan uang. Awalnya korban mengaku hasil mencari jengkol. Setelah di desak akhirnya korban mengaku bahwa uang tersebut diperolehnya dari terdakwa dan menceritakan kejadian tragis yang menimpanya.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar pasal 81 Ayat (1) Jo Pasal 76D Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016, Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menjadi Undang-undang.
“Yang memberatkan, selain pernah dihukum dengan perkara yang sama, perbuatan terdakwa merusak masa depan anak korban, mengakibatkan trauma dan malu, serta meresahkan masyarakat,” tambahnya. (Bib)