25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Saksi Ahli: Ben-Ary Harus Dibebaskan!

PROKALTENG.CO – Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda.,S.H.,M.H dan Pakar Hukum Tata Negara Dr.Margarito Kamis,SH.,M.Hum menganggap dakwaan untuk terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Ibrahim S. Bahat  dan Ary Egahni tidak terbukti, dan  Terdakwa harus di bebaskan, hal tersebut disampaian dalam keterangannya sebagai ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya Kamis (2/11).

Choirul Huda menyatakan Pasal yang didakwakan itu menerima gratifikasi, yakni pasal 12 huruf B dan memotong dari kas umum seolah- olah punya hutang kepadanya  pada pasal 12 huruf f undang – undang tipikor.

“Bahwa yang tidak terbuktinya, apa yang dianggap sebagai gratifikasi adalah sumbangan pada waktu yang bersangkutan mencalon sebagai kepala daerah. Sumbangan ya sumbangan. Sehingga kemudian ada mekanisme tersendiri. Kalau misalnya ternyata tidak sesuai dengan aturan, baik jumlahnya maupun tata cara pelaporannya, yaitu ada rezim hukumnya sendiri. Tapi bukan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Menurut Choirul Huda, gratifikasi harus diterima langsung oleh yang bersangkutan. “Ini ibaratnya kalau sumbangan untuk satu masyarakat supaya memilih yang bersangkutan, tentu tidak dalam konteks tindak pidana korupsi,” bebernya.

Terkait dakwaan memotong kas umum, dia menyebut para terdakwa tidak mempunyai kewenangan terkait dengan pengelolaan kas umum. Oleh karena itu tidak menjadi sasaran norma dari tindak pidana yang didakwakan.

Baca Juga :  Karyawan di Dua TKP Diduga Keracunan Makanan

“Dari dua sisi ini. kalau menurut saya para terdakwa harus dibebaskan. Apalagi ibu Ary,  Ibu ini tidak ada  hubungannya dengan pemerintahan daerah. Kebetulan sebagai istri saja, jadi berlebihan ini tindakan penegakan hukum terhadap yang bersangkutan,” terangnya.

“Harusnya kalau memang ada pemotongan dari kas umum, ya tentu SKPD-SKPD yang harus bertanggungjawab, karena dia yang mengelola kas umum,karena para kepala SKPD adalah pengguna Anggaran,” tambahnya.

Hal senada di ungkapkan Ahli Dr. Margarito Kamis., SH., M.Hum. Ahli Hukum Tata Negara menyatakan dalam keterangan sebagai ahli bahwa semua hal berkaitan dengan pemberian dan sumbangan saat menjadi calon kepala daerah tidak bisa di kualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Karena pada saat menerima sumbangan ataupun pemberian tidak dalam kapasitas sebagai pejabat negara yang memeiliki wewenang, dimana kewenangan itu bersumber dari hukum.

“Setiap calon kepala daerah berhak menerima sumbangan baik dari perorangan maupun dari korporasi, bahkan ketika yang berangkutan sedang cuti sebagai kepala daerah, persoalan dilaporkan atau tidak ke KPU, itu persoalan administratif, bukan korupsi,” tuturnya.

Baca Juga :  Untuk Tugas di Lapangan, Polda Kalteng Terima Bantuan APD

Ahli kembali menegaskan perihal suap itu terjadi ketika dia menerima dalam kapasitasnya sebagai bupati, bukan sebagai calon bupati atau calon Gubernur.

“Dia menerima itu dalam kapastias dia sebagai bupati. Kemudian dipertegas harus selalu dipertalikan dengan wewenang yang dilakukan dan menegaskan kembali kewenangan itu bersumber dari hukum,” jelasnya.

Atas dasar itulah Terdakwa I harus dibebaskan, apalagi Terdakwa II  karena dia sebagai seorang istri dan bukan penyelenggara negara atau ASN, sehingga di bebaskan demi hukum.

Pada closing statmennya kedua ahli menyatakan, Dr. Margarito Kamis., SH., M.Hum ahli hukum tata negara,  minta kepada majelis hukum untuk tidak takut, tidak bimbang ragu dan tidak terpengaruh propaganda yang ada di dalam persidangan, by the law untuk membebaskan para terdakwa.

Begitu juga menurut Dr.Hairul Huda, SH.,M.H ahli hukum pidana dalam pernyataannya bahwa majelis hakim harus memutuskan sesuai pasal yang didakwakan, tidak boleh di luar itu, sehingga para terdakwa harus dibebaskan.  (tim)

PROKALTENG.CO – Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda.,S.H.,M.H dan Pakar Hukum Tata Negara Dr.Margarito Kamis,SH.,M.Hum menganggap dakwaan untuk terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Ibrahim S. Bahat  dan Ary Egahni tidak terbukti, dan  Terdakwa harus di bebaskan, hal tersebut disampaian dalam keterangannya sebagai ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya Kamis (2/11).

Choirul Huda menyatakan Pasal yang didakwakan itu menerima gratifikasi, yakni pasal 12 huruf B dan memotong dari kas umum seolah- olah punya hutang kepadanya  pada pasal 12 huruf f undang – undang tipikor.

“Bahwa yang tidak terbuktinya, apa yang dianggap sebagai gratifikasi adalah sumbangan pada waktu yang bersangkutan mencalon sebagai kepala daerah. Sumbangan ya sumbangan. Sehingga kemudian ada mekanisme tersendiri. Kalau misalnya ternyata tidak sesuai dengan aturan, baik jumlahnya maupun tata cara pelaporannya, yaitu ada rezim hukumnya sendiri. Tapi bukan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Menurut Choirul Huda, gratifikasi harus diterima langsung oleh yang bersangkutan. “Ini ibaratnya kalau sumbangan untuk satu masyarakat supaya memilih yang bersangkutan, tentu tidak dalam konteks tindak pidana korupsi,” bebernya.

Terkait dakwaan memotong kas umum, dia menyebut para terdakwa tidak mempunyai kewenangan terkait dengan pengelolaan kas umum. Oleh karena itu tidak menjadi sasaran norma dari tindak pidana yang didakwakan.

Baca Juga :  Karyawan di Dua TKP Diduga Keracunan Makanan

“Dari dua sisi ini. kalau menurut saya para terdakwa harus dibebaskan. Apalagi ibu Ary,  Ibu ini tidak ada  hubungannya dengan pemerintahan daerah. Kebetulan sebagai istri saja, jadi berlebihan ini tindakan penegakan hukum terhadap yang bersangkutan,” terangnya.

“Harusnya kalau memang ada pemotongan dari kas umum, ya tentu SKPD-SKPD yang harus bertanggungjawab, karena dia yang mengelola kas umum,karena para kepala SKPD adalah pengguna Anggaran,” tambahnya.

Hal senada di ungkapkan Ahli Dr. Margarito Kamis., SH., M.Hum. Ahli Hukum Tata Negara menyatakan dalam keterangan sebagai ahli bahwa semua hal berkaitan dengan pemberian dan sumbangan saat menjadi calon kepala daerah tidak bisa di kualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Karena pada saat menerima sumbangan ataupun pemberian tidak dalam kapasitas sebagai pejabat negara yang memeiliki wewenang, dimana kewenangan itu bersumber dari hukum.

“Setiap calon kepala daerah berhak menerima sumbangan baik dari perorangan maupun dari korporasi, bahkan ketika yang berangkutan sedang cuti sebagai kepala daerah, persoalan dilaporkan atau tidak ke KPU, itu persoalan administratif, bukan korupsi,” tuturnya.

Baca Juga :  Untuk Tugas di Lapangan, Polda Kalteng Terima Bantuan APD

Ahli kembali menegaskan perihal suap itu terjadi ketika dia menerima dalam kapasitasnya sebagai bupati, bukan sebagai calon bupati atau calon Gubernur.

“Dia menerima itu dalam kapastias dia sebagai bupati. Kemudian dipertegas harus selalu dipertalikan dengan wewenang yang dilakukan dan menegaskan kembali kewenangan itu bersumber dari hukum,” jelasnya.

Atas dasar itulah Terdakwa I harus dibebaskan, apalagi Terdakwa II  karena dia sebagai seorang istri dan bukan penyelenggara negara atau ASN, sehingga di bebaskan demi hukum.

Pada closing statmennya kedua ahli menyatakan, Dr. Margarito Kamis., SH., M.Hum ahli hukum tata negara,  minta kepada majelis hukum untuk tidak takut, tidak bimbang ragu dan tidak terpengaruh propaganda yang ada di dalam persidangan, by the law untuk membebaskan para terdakwa.

Begitu juga menurut Dr.Hairul Huda, SH.,M.H ahli hukum pidana dalam pernyataannya bahwa majelis hakim harus memutuskan sesuai pasal yang didakwakan, tidak boleh di luar itu, sehingga para terdakwa harus dibebaskan.  (tim)

Terpopuler

Artikel Terbaru