26.7 C
Jakarta
Sunday, October 5, 2025

Pajak Kendaraan Bermotor: Pilar Utama PAD Kalimantan Tengah

Oleh: Dr. Miar, S.E., M.Si.

PENDAPATAN Asli Daerah (PAD) menjadi tulang punggung kemandirian fiskal daerah. Salah satu penyumbang terbesar PAD Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah sektor pajak kendaraan bermotor.

Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya tergarap optimal. Di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan pembangunan, langkah-langkah konkret untuk memaksimalkan kontribusi pajak kendaraan bermotor menjadi keniscayaan.

Kontribusi Signifikan, Masih Bisa Ditingkatkan
Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalteng mencatat, realisasi PAD Kalteng pada tahun 2024 mencapai Rp2,28 triliun. Dari angka tersebut, kontribusi pajak kendaraan bermotor  yang meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi penyumbang terbesar, mendekati 70 persen dari total PAD.

Namun, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan masih rendah. Hingga kini, baru sekitar 40 persen wajib pajak yang aktif memenuhi kewajiban pajaknya. Potensi kehilangan penerimaan dari sektor ini cukup besar, apalagi jika ditambahkan tunggakan kendaraan dinas milik pemerintah sendiri.

Baca Juga :  Petahana Kehilangan Mahkota

Terobosan Digitalisasi Pajak

Dalam upaya meningkatkan kepatuhan, Pemerintah Provinsi Kalteng telah meluncurkan aplikasi e-PAHARI yang memudahkan pembayaran PKB dan pengesahan STNK secara daring.

Sebelumnya, program Samsat Online Nasional (Simolim) juga telah hadir agar masyarakat tidak perlu antre di kantor Samsat. Langkah digitalisasi ini merupakan kemajuan positif, namun masih perlu sosialisasi masif, khususnya di wilayah pedalaman Kalteng yang akses internetnya masih terbatas. Kemudahan membayar harus diimbangi dengan edukasi publik yang konsisten.

Perlu Gerakan “Cinta Plat KH”

Fenomena maraknya kendaraan milik perorangan maupun perusahaan besar di Kalteng yang menggunakan pelat luar daerah menjadi ironi tersendiri. Padahal, penggunaan pelat lokal (KH) secara langsung memberikan kontribusi bagi PAD provinsi.

Pemerintah perlu menginisiasi gerakan “Cinta Plat KH” yang melibatkan dunia usaha agar pembangunan daerah dapat dibiayai dari pajak kendaraan yang mereka gunakan.

Optimalisasi Opsen Pajak

Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), daerah memiliki kewenangan menerapkan opsen PKB dan BBNKB. Hal ini memungkinkan kabupaten/kota mendapatkan porsi lebih besar dari pajak kendaraan. Dengan skema ini, kolaborasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam mengoptimalkan potensi pajak kendaraan harus diperkuat.

Baca Juga :  Fanatisme Politik Masyarakat Indonesia

Menjadi Pilar Kemandirian Fiskal

Optimalisasi penerimaan dari pajak kendaraan bermotor bukan semata demi menambah kas daerah, melainkan sebagai instrumen membangun kemandirian fiskal. Dengan PAD yang kuat, daerah tidak selalu bergantung pada transfer pusat (DAU/DBH) dan memiliki keleluasaan menyusun program-program prioritas yang sesuai kebutuhan lokal.

Masyarakat pun perlu disadarkan bahwa membayar pajak kendaraan bukan sekadar kewajiban, melainkan kontribusi nyata terhadap perbaikan jalan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan di Kalimantan Tengah. Pajak kendaraan bermotor adalah wajah kemandirian fiskal kita. Sudah waktunya kita menjadikannya sebagai kebanggaan bersama.

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Palangka Raya

Oleh: Dr. Miar, S.E., M.Si.

PENDAPATAN Asli Daerah (PAD) menjadi tulang punggung kemandirian fiskal daerah. Salah satu penyumbang terbesar PAD Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah sektor pajak kendaraan bermotor.

Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya tergarap optimal. Di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan pembangunan, langkah-langkah konkret untuk memaksimalkan kontribusi pajak kendaraan bermotor menjadi keniscayaan.

Kontribusi Signifikan, Masih Bisa Ditingkatkan
Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalteng mencatat, realisasi PAD Kalteng pada tahun 2024 mencapai Rp2,28 triliun. Dari angka tersebut, kontribusi pajak kendaraan bermotor  yang meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi penyumbang terbesar, mendekati 70 persen dari total PAD.

Namun, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan masih rendah. Hingga kini, baru sekitar 40 persen wajib pajak yang aktif memenuhi kewajiban pajaknya. Potensi kehilangan penerimaan dari sektor ini cukup besar, apalagi jika ditambahkan tunggakan kendaraan dinas milik pemerintah sendiri.

Baca Juga :  Petahana Kehilangan Mahkota

Terobosan Digitalisasi Pajak

Dalam upaya meningkatkan kepatuhan, Pemerintah Provinsi Kalteng telah meluncurkan aplikasi e-PAHARI yang memudahkan pembayaran PKB dan pengesahan STNK secara daring.

Sebelumnya, program Samsat Online Nasional (Simolim) juga telah hadir agar masyarakat tidak perlu antre di kantor Samsat. Langkah digitalisasi ini merupakan kemajuan positif, namun masih perlu sosialisasi masif, khususnya di wilayah pedalaman Kalteng yang akses internetnya masih terbatas. Kemudahan membayar harus diimbangi dengan edukasi publik yang konsisten.

Perlu Gerakan “Cinta Plat KH”

Fenomena maraknya kendaraan milik perorangan maupun perusahaan besar di Kalteng yang menggunakan pelat luar daerah menjadi ironi tersendiri. Padahal, penggunaan pelat lokal (KH) secara langsung memberikan kontribusi bagi PAD provinsi.

Pemerintah perlu menginisiasi gerakan “Cinta Plat KH” yang melibatkan dunia usaha agar pembangunan daerah dapat dibiayai dari pajak kendaraan yang mereka gunakan.

Optimalisasi Opsen Pajak

Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), daerah memiliki kewenangan menerapkan opsen PKB dan BBNKB. Hal ini memungkinkan kabupaten/kota mendapatkan porsi lebih besar dari pajak kendaraan. Dengan skema ini, kolaborasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam mengoptimalkan potensi pajak kendaraan harus diperkuat.

Baca Juga :  Fanatisme Politik Masyarakat Indonesia

Menjadi Pilar Kemandirian Fiskal

Optimalisasi penerimaan dari pajak kendaraan bermotor bukan semata demi menambah kas daerah, melainkan sebagai instrumen membangun kemandirian fiskal. Dengan PAD yang kuat, daerah tidak selalu bergantung pada transfer pusat (DAU/DBH) dan memiliki keleluasaan menyusun program-program prioritas yang sesuai kebutuhan lokal.

Masyarakat pun perlu disadarkan bahwa membayar pajak kendaraan bukan sekadar kewajiban, melainkan kontribusi nyata terhadap perbaikan jalan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan di Kalimantan Tengah. Pajak kendaraan bermotor adalah wajah kemandirian fiskal kita. Sudah waktunya kita menjadikannya sebagai kebanggaan bersama.

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Palangka Raya

Terpopuler

Artikel Terbaru