Pelarangan promosi susu formula untuk bayi mendapat respons positif agar bayi mendapatkan manfaat dari ASI eksklusif. Namun, hal itu harus disertai dengan pemahaman yang sama terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K), mengatakan, edukasi terhadap dokter dan nakes penting agar tak lagi sembarangan memberi atau menganjurkan ibu membeli susu formula.
“Kalau aturan ini mau diterapkan dengan baik, harus diimbangi oleh dokter, bidan, perawat, terutama dokter umum dan dokter anak yang yang berkaitan dengan kelainan bayi baru lahir itu harus tahu betul bagaimana cara seluk beluk tentang ASI,” ucapnya.
“Misalkan bayi satu dua hari pertama ASI ibunya belum banyak, its okey. Semua harus paham itu,” sambung dr. Piprim.
Dengan memahami masalah ASI pada ibu, ia mengatakan bahwa para dokter dan nakes tidak akan terburu-buru menganjurkan para ibu untuk membeli susu formula.
Alih-alih seperti itu, mereka malah harus memberikan ketenangan kepada keluarga ibu untuk tetap memberikan ASI.
“Bagaimana supaya ibu itu tenang, neneknya juga nggak heboh, kasih susu formula. Jadi tenaga medisnya harus paham betul mendampingi ibu supaya bisa memberi ASI eksklusif. Ini penting,” tegasnya.
“Jadi harus dua sisi. Aturannya diatur, tapi dokternya juga harus paham mendampingi ibu. Karena kalau tidak, nanti ya alternatifnya ibu-ibu kalau gak diajarin dengan baik tentang ASI eksklusif dia beli susu formula,” tandas dr. Piprim.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi melarang produsen atau distributor susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu untuk memberikan diskon kepada pembeli.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undan-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan pada Jumat (26/7) lalu.
Dalam aturan yang diteken Jokowi tersebut, larangan dimaksudkan agar produsen atau distributor tidak menghambat pemberian air susu ibu ekslusif.(jpc)