PROKALTENG.CO – Pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024 diprediksi bakal menguras kantong negara yang tidak sedikit. Hitung-hitungan KPU, untuk menggelar dua kali pemilu, yakni pemilu nasional dan pemilu kepala daerah, dana yang perlu disiapkan lebih dari Rp 100 triliun. Anggaran yang cukup fantastis ini, jadi bukti: demokrasi itu berat di ongkos.
Hingga kini, jadwal tahapan Pemilu 2024 masih belum ditetapkan. Pemerintah, DPR dan KPU masih melakukan pembahasan. Namun, dalam simulasi yang dipaparkan KPU, Pemilu 2024 akan digelar dalam dua tahap.
Untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD dan Pemilihan Presiden (Pilpres), dijadwalkan akan digelar Februari 2024 atau Maret 2024. Sementara Pilkada serentak, akan digelar Nopember 2024.
Nah, untuk menggelar seluruh tahapan itu, KPU membutuhkan anggaran sebesar Rp 112 triliun. Rinciannya, anggaran untuk Pilpres dan Pileg sebesar Rp 86 triliun, bersumber dari APBN multiyears. Sedangkan anggaran untuk Pilkada sebesar Rp 26 triliun bersumber dari APBD. Jika dibandingkan dengan Pemilu 2019 yang menghabiskan dana Rp 25 triliun, anggaran untuk Pemilu 2024 ini naik sekitar 4 kali lipat.
Kok gede banget? Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan, besarnya anggaran yang diajukan itu, karena pihaknya harus menggelar dua kali pemilu secara serentak di tingkat nasional. Yakni, Pileg dan Pilpres di tahap awal, lalu Pilkada di tahap kedua, pada tahun yang sama.
Faktor lain yang bikin pesta demokrasi menghabiskan dana yang besar, yakni tahapan Pemilu masih disiapkan dalam kondisi pandemi. Sehingga, butuh anggaran tambahan, seperti alat pelindung diri untuk petugas.
Peningkatan Honor Petugas KPPS
Selain itu, KPU ingin ada kenaikan honorarium bagi petugas KPPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Menurut Pramono, honor petugas KPPS di Indonesia sangat kecil jika misalnya, dibandingkan dengan petugas di Amerika Serikat (AS).
Pada Pemilu 2019, honor untuk ketua KPPS sebesar Rp 550 ribu. Adapun anggota Rp 500 ribu. Sementara honor petugas KPPS di AS saat pemilu berkisar 65-100 dolar AS atau senilai Rp 800 ribu sampai Rp 1,4 juta per hari. Karena itu, di Pemilu 2024, KPU ingin honor untuk petugas KPPS ini lebih manusiawi, yaitu setara UMR (upah minimum regional).
“Anggaran yang membengkak cukup besar, salah satu (karena) diusulkan honor KPPS,” kata Pramono, dalam diskusi akhir pekan, kemarin.
Ia berharap, usulan anggaran tersebut bisa disetujui DPR. Tentunya, setelah Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan, program, dan jadwal Pemilu bisa segera diputuskan. Peraturan tersebut menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 2024. Dari PKPU inilah, besaran anggaran yang dibutuhkan bisa diperkirakan.
Sebelumnya, Ketua KPU, Ilham Saputra berharap, Komisi II DPR bisa segera menyetujui anggaran pelaksanaan Pemilu 2024. Ia khawatir akan ada masalah kalau anggaran cair terlambat. Mengingat tahun 2022, KPU harus mulai tahapan Pemilu dengan melakukan verifikasi partai dan pembentukan KPPS Luar Negeri.
Apa tanggapan pemerintah? Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kemenkeu, Dwi Pudjiastuti Handayani mengatakan, pihaknya menunggu alur Pemilu 2024 selesai. Kata dia, alokasi anggaran Pemilu 2024 dilakukan secara tahunan dengan memperhatikan tahapan penyelenggaraan pemilihan di tiap tahunnya.
“Jadi ketika ketemu hari H-nya kemudian kita bisa tarik mundur, itu jatuhnya pada bulan apa, harus sudah dimulai bendera start dikibarkan,” kata Dwi.
Dia bilang, Kemenkeu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.
Sementara, tahapan Pemilu 2024 akan berlangsung selama 25 bulan, sehingga Kemenkeu akan merencanakan anggaran tahunan untuk Pemilu 2024 sekitar tiga kali.
Pemilu Biaya Tinggi
Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera menilai dana yang bakal dikeluarkan untuk Pemilu 2024 memang sangat besar. Dengan anggaran yang besar itu, dia berharap, semua pihak mengawal betul proses demokrasi lima tahunan ini.
Politisi PKS ini mengatakan, Komisi II DPR sudah meminta KPU untuk mendetailkan kebutuhan apa saja yang akan digunakan. Jangan sampai pemilu hanya besar di ongkos, tapi kualitasnya kurang.
“Angka Rp 100 triliun ini menunjukkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tidak murah. Mesti menjadi perhatian kita bersama,” kata Mardani, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.
Senada disampaikan Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus. Politisi asal PAN ini meminta KPU menjabarkan kebutuhan anggaran Pemilu 2024 dalam dua skenario. Yaitu, kondisi normal dan dalam masa pandemi Covid-19. Ia memahami jika dalam skenario pandemi akan ada tambahan anggaran. Persoalannya, ia belum melihat rincian kebutuhan anggaran dari KPU.
Kata dia, pelaksanaan Pemilu 2024 yang kompleks pasti akan memerlukan biaya tinggi. “Namun, perlu diingat penyusunan anggaran harus berpatokan pada prinsip efisiensi dan efektifitas,” kata Guspardi, tadi malam.
Pendiri sekaligus peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay menilai dua hal yang menjadi perhatian publik terkait Pemilu 2024. Pertama, soal jadwal yang juga belum diputuskan. Rapat pembahasan jadwal Pemilu di Komisi II DPR berkali-kali ditunda karena Mendagri Tito Karnavian urung hadir dalam rapat.
Kedua, soal anggaran. Kata dia, membengkaknya anggaran pemilu bagian dari konsekuensi pemilihan yang ditumpuk dalam satu tahun. Biasanya tahapan Pemilu berlangsung 20 bulan. Di 2024, tahapan Pemilu berlangsung sekurang-kurangnya 30 bulan atau sekitar 2,5 tahun. Akibatnya, kebutuhan biayanya juga membengkak.
Besarnya anggara Pemilu ini justru menimbulkan kontradiksi karena masih di dalam pemulihan dampak pandemi. “Ini yang harus diperhatikan. Jangan sampai besar di ongkos. DPR harus mempelajari betul berapa kebutuhan penyelenggara. Dan segera diproses jangan ditunda-tunda,” ucap eks Komisioner KPU itu.