27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Buah Tongkoi Paling Diburu Pembeli

PALANGKA RAYA- Seiring
datangnya musim panen buah lokal khas Kalimantan, penjual buah pun membeludak. Saking
banyaknya, area bawah Jembatan Kahayan pun dipadati oleh lapak para penjual buah
lokal ini.

Bermodal lapak yang dibuka di atas trotoar
Jalan Ahmad Yani, sudah dua tahun belakangan ini Yusnani berjualan buah-buah
tropis lokal di lokasi itu. Sayangnya, animo masyarakat kian tergerus dengan
membanjirnya buah-buah impor di pasaran.

Berbagai buah lokal dijualnya, seperti katiau
manalagi, katiau merah, manamun, mata kucing, kariwon, kapul kuning, kapul
putih, tongkoi atau durian hutan, mantawa, dan paken. Menurutnya, sudah menjadi
kebiasaan bahwa saban tahun jelang musim panen buah lokal, banyak pembeli yang
memburu buah-buahan khas Kalimantan ini.

“Untuk tahun ini, yang paling banyak diminati
para pembeli adalah tongkoi (durian hutan, red). Sedangkan tahun lalu, yang
paling laris yakni buah katiau dan kapul,” ungkap wanita berusia 40 tahun ini ketika
dibincangi Kalteng Pos di tempatnya berjualan, Sabtu (1/2) sekitar pukul 15.00 WIB.

Buah-buah tersebut dipasoknya dari pengepul
yang berada dari desa-desa pedalamana di seputaran Kalimantan Tengah. “Buah ini
dibawa dari daerah hutan Buntok. Karena untuk tahun ini, banyak yang panen dari
sana. Lokasi pastinya di mana, saya juga tidak tahu,” katanya.

Baca Juga :  Serahkan DIPA, Gubernur Ingatkan Bupati/Wali Kota Segera Lelang

Tahun ini Yusnani berjualan bersama keluarga.
Mulai dari orang tua, suami, anak, adik sepupu, serta keluarga lainnya. “Dari
Tangkiling sekitar 10 anggota keluarga berjualan di sini untuk sama-sama mencari
rezeki,” bebernya yang saat itu didampingi anaknya.

Lapak dibuka sekitar pukul 09.00 WIB. Diakuinya
bahwa terkadang lapak dibuka hingga menjelang malam. Harga jualan pun
bervariasi. Mulai dari 20 ribu hingga 25 ribu per kilogram.

“Terkadang harga segitu saja banyak yang
mengeluh kemahalan. Tapi mau bagaimana lagi. Dari petani yang memanen dari
hutan biasanya dijual dahulu ke pengepul. Nah kami membeli lagi dari pengepul. Sebenarnya
ini harga standar saja,” tutur wanita kelahiran 1980.

Menurutnya, pendapatan dari hasil berjualan buah
lokal ini dalam sehari sangat tergantung dari banyak tidaknya buah yang dijual.
Apabila buah yang dibeli dari pengepul dalam jumlah banyak, maka hasil yang didapatkan
pun terbilang lumayan. “Ya, kira-kira kalau dalam sehari kami bisa dapat
sekitar 500 ribu,” tukas wanita kelahiran Tumbang Miri itu.

Kalteng Pos mencoba bercakap-cakap dengan
para pembeli yang menyambangi lapak jualan buah local ini. Para pengunjung itu
mengaku membeli kapul kuning dan mantawa untuk dijadikan camilan. Mereka mengatakan
bahwa buah yang dibeli ini terasa manis karena belum lama dipanen.

Baca Juga :  Kubu 02 Berharap Putusan MK Progresif

“Saya sering mas beli buah di sini. Harganya
murah. Rasa buahnya juga manis, karena mungkin baru dipetik dari hutan ya,”
kata salah satu pembeli, Sintiyani Aprilia, seraya tersenyum.

Sementara itu, Aldo warga asal Provinsi Jawa
Timur, yang juga mampir ke lapak buah itu mengaku baru pertama kali mencoba menikmati
buah-buahan lokal khas hutan Kalimantan ini.

“Tadi itu sedang jalan-jalan bersama
teman. Kebetulan melintas di sini. Saya tertarik untuk mendekat, apalagi lihat ada
banyak orang di bawah jembatan ini. Sebelumnya belum pernah sih memakan buah-buahan
seperti ini. Setelah dicoba, eh ternyata enak juga,” tuturnya dengan logat
Jawa yang khas.

Karena ketagihan akan manisnya buah-buah itu,
ia pun meminta penjual untuk membungkuskan setiap jenis buah untuk dibeli satu
kilogramper jenisnya. “Menarik… menarik… menarik… Saya jadi ingin
membelinya untuk dijadikan oleh-oleh,” pekik pria berperawakan gempal itu.
(fiq/*/ce/ala)

PALANGKA RAYA- Seiring
datangnya musim panen buah lokal khas Kalimantan, penjual buah pun membeludak. Saking
banyaknya, area bawah Jembatan Kahayan pun dipadati oleh lapak para penjual buah
lokal ini.

Bermodal lapak yang dibuka di atas trotoar
Jalan Ahmad Yani, sudah dua tahun belakangan ini Yusnani berjualan buah-buah
tropis lokal di lokasi itu. Sayangnya, animo masyarakat kian tergerus dengan
membanjirnya buah-buah impor di pasaran.

Berbagai buah lokal dijualnya, seperti katiau
manalagi, katiau merah, manamun, mata kucing, kariwon, kapul kuning, kapul
putih, tongkoi atau durian hutan, mantawa, dan paken. Menurutnya, sudah menjadi
kebiasaan bahwa saban tahun jelang musim panen buah lokal, banyak pembeli yang
memburu buah-buahan khas Kalimantan ini.

“Untuk tahun ini, yang paling banyak diminati
para pembeli adalah tongkoi (durian hutan, red). Sedangkan tahun lalu, yang
paling laris yakni buah katiau dan kapul,” ungkap wanita berusia 40 tahun ini ketika
dibincangi Kalteng Pos di tempatnya berjualan, Sabtu (1/2) sekitar pukul 15.00 WIB.

Buah-buah tersebut dipasoknya dari pengepul
yang berada dari desa-desa pedalamana di seputaran Kalimantan Tengah. “Buah ini
dibawa dari daerah hutan Buntok. Karena untuk tahun ini, banyak yang panen dari
sana. Lokasi pastinya di mana, saya juga tidak tahu,” katanya.

Baca Juga :  Serahkan DIPA, Gubernur Ingatkan Bupati/Wali Kota Segera Lelang

Tahun ini Yusnani berjualan bersama keluarga.
Mulai dari orang tua, suami, anak, adik sepupu, serta keluarga lainnya. “Dari
Tangkiling sekitar 10 anggota keluarga berjualan di sini untuk sama-sama mencari
rezeki,” bebernya yang saat itu didampingi anaknya.

Lapak dibuka sekitar pukul 09.00 WIB. Diakuinya
bahwa terkadang lapak dibuka hingga menjelang malam. Harga jualan pun
bervariasi. Mulai dari 20 ribu hingga 25 ribu per kilogram.

“Terkadang harga segitu saja banyak yang
mengeluh kemahalan. Tapi mau bagaimana lagi. Dari petani yang memanen dari
hutan biasanya dijual dahulu ke pengepul. Nah kami membeli lagi dari pengepul. Sebenarnya
ini harga standar saja,” tutur wanita kelahiran 1980.

Menurutnya, pendapatan dari hasil berjualan buah
lokal ini dalam sehari sangat tergantung dari banyak tidaknya buah yang dijual.
Apabila buah yang dibeli dari pengepul dalam jumlah banyak, maka hasil yang didapatkan
pun terbilang lumayan. “Ya, kira-kira kalau dalam sehari kami bisa dapat
sekitar 500 ribu,” tukas wanita kelahiran Tumbang Miri itu.

Kalteng Pos mencoba bercakap-cakap dengan
para pembeli yang menyambangi lapak jualan buah local ini. Para pengunjung itu
mengaku membeli kapul kuning dan mantawa untuk dijadikan camilan. Mereka mengatakan
bahwa buah yang dibeli ini terasa manis karena belum lama dipanen.

Baca Juga :  Kubu 02 Berharap Putusan MK Progresif

“Saya sering mas beli buah di sini. Harganya
murah. Rasa buahnya juga manis, karena mungkin baru dipetik dari hutan ya,”
kata salah satu pembeli, Sintiyani Aprilia, seraya tersenyum.

Sementara itu, Aldo warga asal Provinsi Jawa
Timur, yang juga mampir ke lapak buah itu mengaku baru pertama kali mencoba menikmati
buah-buahan lokal khas hutan Kalimantan ini.

“Tadi itu sedang jalan-jalan bersama
teman. Kebetulan melintas di sini. Saya tertarik untuk mendekat, apalagi lihat ada
banyak orang di bawah jembatan ini. Sebelumnya belum pernah sih memakan buah-buahan
seperti ini. Setelah dicoba, eh ternyata enak juga,” tuturnya dengan logat
Jawa yang khas.

Karena ketagihan akan manisnya buah-buah itu,
ia pun meminta penjual untuk membungkuskan setiap jenis buah untuk dibeli satu
kilogramper jenisnya. “Menarik… menarik… menarik… Saya jadi ingin
membelinya untuk dijadikan oleh-oleh,” pekik pria berperawakan gempal itu.
(fiq/*/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru