”Aku lebih betah di sini,” jawabnya datar, sedatar alas segitiga sama sisi, lalu, ”benar hanya buat itu? Kenapa tidak difoto saja?”
Aku ingin menceritakan padanya tentang pensil ajaib dari ”2B for computer”, tetapi aku ragu apakah dia termasuk golongan yang menghargai imajinasi anak-anak atau bukan.
Daripada repot, akhirnya kukatakan, ”Ambil saja jika ragu-ragu. Sebentar lagi kami akan terbang. Anakku nanti akan lupa dan sudah berganti keinginan lain.”
Mungkin aku yang salah atau terlalu banyak bicara. Dia benar-benar mengambil semua gambar di kertas, memintaku menutup koper, kemudian saat aku kembali anakku masih menanyakan gambar-gambar itu.
”Tidak apa-apa, hanya dicek,” kataku pada Ning dengan bertekuk lutut seperti di hadapan ratu, dengan setengah berbisik dan setengahnya lagi berbohong, ”sopir taksi itu aman di sana bersama hiu martil, sekuriti, lampu lalu lintas, penjual buah, seluruh kota dan isinya. Mereka akan masuk ke perut pesawat lebih dulu, kemudian kita.” (*)
Xianyang, Juni 2021
—
(EKO TRIONO. Menulis kumpulan cerpen Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-Pohon? (2016) dan Republik Rakyat Lucu (2018) serta novel Para Penjahat dan Kesunyiannya Masing-Masing (2018))(jpc/kpc)