33 C
Jakarta
Thursday, May 2, 2024

Oleh : Eko Triono

Memindahkan Kota dan Seisinya

Sementara, aku pun harus membawa Yu Hua, Mo Yan, Li Bai ke dalam koper satunya, maksudku karya-karya mereka. Nah, tiba-tiba aku dapat ide.
***
Pukul sebelas, kami kembali dari tes PCR. Tempatnya di laboratorium rumah sakit pinggir kota. Hanya di sana yang tersedia; berjarak 40 menit; masuk gerbang pindai kode kesehatan sebagaimana saat masuk taksi; saat semua bertanda sehat hijau dan lencana emas tanda sudah vaksin ganda maka boleh; saat masuk diantar penjaga ke arah lab yang sepi; petugas perempuan muncul; sampel di hidung diambil; tunjukkan paspor; bayar dengan pindai kode bar uang digital; selesai dan petugas bilang dalam bahasa Mandarin pukul tiga sore hasil akan disurelkan.

Sekarang masih ada empat jam sebelum harus ke bandara pukul tiga sore nanti. Permintaan Ning belum kuturuti.

Baca Juga :  Kebaya Merah di Tebing Kanal

Kondisi apartemen berantakan dengan barang-barang yang tampak tidak berguna bagi yang satu, tapi penting bagi yang lain.

Bagi istriku buku-buku fiksi itu harusnya tidak berguna karena aku sudah membacanya, sementara bagiku membawa alat rumah tangga ke dalam koper membuatnya mirip peserta audisi MasterChef, dan bagi anakku semua mainannya harus ikut pergi ke mana dia pergi.

Seakan boneka Tedy Bear, kereta Thomas, panda Baby Bus, dan boneka hiu martil itu sudah masuk ke dalam kartu keluarga kami secara resmi. Sekarang ditambah daftar panjang yang hampir mustahil.

Apa yang harus kulakukan? Istriku bisa terdiam saat kutunjukkan hasil pengadilan hakim timbangan digital bahwa berat koper mendekati batas maksimal. Anakku?
***
”Lihat, ayah punya pensil ajaib,” kataku pada Ning setelah dia bangun dan akhirnya aku berbohong. Pensil ”2B for computer” itu sebenarnya biasa saja dan mudah dibeli di toko alat tulis di seluruh dunia.

Baca Juga :  Cinta yang Bergunung-gunung

Hanya kuberi topi hitam penyihir kecil di atasnya, ”Ini bisa memindahkan benda di depannya ke dalam kertas ajaib,” dalam bentuk gambar (batinku) dan entah apa ajaibnya kertas kuarto, lalu, ”nanti ikut masuk ke dalam koper,” kalau hanya lembar kertas, mau satu rim juga tidak masalah (batinku lagi), lalu, ”mereka bisa ikut terbang bersama kita. Nanti kita keluarkan. Kita hidupkan kembali saat sampai nanti,” dalam bentuk imajinasi (batinku menghindari dosa). ”Kamu setuju? Akan berhenti merengek? Bagus. Anak baik.”
***
Lihat. Anakku sampai bersorak melihatku menggambar dengan kecepatan yang, kalau mau, sebenarnya bisa dipamerkan di YouTube.

Sementara, aku pun harus membawa Yu Hua, Mo Yan, Li Bai ke dalam koper satunya, maksudku karya-karya mereka. Nah, tiba-tiba aku dapat ide.
***
Pukul sebelas, kami kembali dari tes PCR. Tempatnya di laboratorium rumah sakit pinggir kota. Hanya di sana yang tersedia; berjarak 40 menit; masuk gerbang pindai kode kesehatan sebagaimana saat masuk taksi; saat semua bertanda sehat hijau dan lencana emas tanda sudah vaksin ganda maka boleh; saat masuk diantar penjaga ke arah lab yang sepi; petugas perempuan muncul; sampel di hidung diambil; tunjukkan paspor; bayar dengan pindai kode bar uang digital; selesai dan petugas bilang dalam bahasa Mandarin pukul tiga sore hasil akan disurelkan.

Sekarang masih ada empat jam sebelum harus ke bandara pukul tiga sore nanti. Permintaan Ning belum kuturuti.

Baca Juga :  Kebaya Merah di Tebing Kanal

Kondisi apartemen berantakan dengan barang-barang yang tampak tidak berguna bagi yang satu, tapi penting bagi yang lain.

Bagi istriku buku-buku fiksi itu harusnya tidak berguna karena aku sudah membacanya, sementara bagiku membawa alat rumah tangga ke dalam koper membuatnya mirip peserta audisi MasterChef, dan bagi anakku semua mainannya harus ikut pergi ke mana dia pergi.

Seakan boneka Tedy Bear, kereta Thomas, panda Baby Bus, dan boneka hiu martil itu sudah masuk ke dalam kartu keluarga kami secara resmi. Sekarang ditambah daftar panjang yang hampir mustahil.

Apa yang harus kulakukan? Istriku bisa terdiam saat kutunjukkan hasil pengadilan hakim timbangan digital bahwa berat koper mendekati batas maksimal. Anakku?
***
”Lihat, ayah punya pensil ajaib,” kataku pada Ning setelah dia bangun dan akhirnya aku berbohong. Pensil ”2B for computer” itu sebenarnya biasa saja dan mudah dibeli di toko alat tulis di seluruh dunia.

Baca Juga :  Cinta yang Bergunung-gunung

Hanya kuberi topi hitam penyihir kecil di atasnya, ”Ini bisa memindahkan benda di depannya ke dalam kertas ajaib,” dalam bentuk gambar (batinku) dan entah apa ajaibnya kertas kuarto, lalu, ”nanti ikut masuk ke dalam koper,” kalau hanya lembar kertas, mau satu rim juga tidak masalah (batinku lagi), lalu, ”mereka bisa ikut terbang bersama kita. Nanti kita keluarkan. Kita hidupkan kembali saat sampai nanti,” dalam bentuk imajinasi (batinku menghindari dosa). ”Kamu setuju? Akan berhenti merengek? Bagus. Anak baik.”
***
Lihat. Anakku sampai bersorak melihatku menggambar dengan kecepatan yang, kalau mau, sebenarnya bisa dipamerkan di YouTube.

Terpopuler

Artikel Terbaru