26.9 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Puasa, Sedekah, dan Bahagia

PADA tahun 1950 ilmuwan James Olds dan Peter Milner menemukan area bahagia di otak yang diberi nama nucleus accumbens dan ventral striatum. Ilmuwan itu menunjukkan, bila daerah tersebut aktif yang ditandai dengan adanya aktivitas listrik, seseorang akan merasakan bahagia. Begitu juga sebaliknya, bila daerah itu tidak aktif, seseorang akan terlihat sedih atau depresi. Penelitian tersebut kemudian dikuatkan dengan penemuan zat kimia otak (neurotransmiter) yang berhubungan dengan rasa bahagia antara lain dopami, ensefalin, endorfin, morfin endogenus, dan serotonin (Kringelbach M.L., 2010).

Dalam perkembangan selanjutnya, teknologi kedokteran telah berhasil mendeteksi pola kerja otak, termasuk pola kerja pusat bahagia. Caranya dengan mendeteksi kadar neurotransmiternya dengan menggunakan alat radiologi canggih yang bernama MRI fungsional. Dengan pemeriksaan ini akan terdeteksi seseorang sedang dalam kondisi bahagia, sedih, bahkan depresi.

Sirkuit Sedekah

Ada sebuah penelitian yang menarik tentang pengaruh berbagi untuk sesama (sedekah) terhadap rasa bahagia dengan menggunakan MRI fungsional untuk melihat aktivitas pusat bahagia di otak. Studi itu meneliti subjek yang diberi uang dalam jumlah cukup banyak dan selanjutnya dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama uang untuk kebutuhan diri sendiri, sedangkan kelompok kedua uang digunakan untuk membantu orang lain (sedekah).

Terhadap kedua kelompok kemudian dilakukan dua kali pemeriksaan pemindaian otak dengan MRI fungsional untuk melihat kerja otak mereka. Hasil penelitian menunjukkan, semua subjek saat mendapat uang dalam jumlah banyak merasa bahagia. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas pusat bahagia di otak yang menggambarkan banyaknya sekresi neurotransmiternya.

Namun, pada pemeriksaan MRI kedua, ada perbedaan yang bermakna, di mana kelompok yang membelanjakan uang untuk membantu orang lain didapat lagi aktivitas otak pusat bahagia jauh lebih tinggi dibanding kelompok subjek yang membelanjakan uang untuk keperluan diri sendiri. Bahkan, rerata aktivitas listrik saat membantu sesama lebih tinggi daripada saat pertama kali mendapatkan uang. Dari penelitian itu kemudian disimpulkan, salah satu cara untuk mendapatkan rasa bahagia adalah sering berbagi ke sesama manusia/sedekah (Park et al., 2017).

Baca Juga :  Milenarianisme dalam Penembakan di MUI

Salah satu amalan yang sangat dianjurkan selama bulan Ramadan adalah memperbanyak sedekah. Banyak sekali hadis Nabi Muhammad SAW yang mendidik umatnya agar lebih banyak lagi bersedekah. Tidak hanya memerintahkan, Nabi SAW sendiri memberi contoh kebiasaan bersedekah di bulan Ramadan yang diibaratkan seperti angin yang mengalir karena begitu sering dan banyaknya sedekah Nabi.

Ternyata membiasakan sedekah di bulan puasa bila ditinjau dari teori neuroplastisitas sangat konstruktif. Neuroplastisitas adalah proses pembentukan sirkuit anatomi dan fungsi sel otak (neuron) sesuai dengan stimulus yang masuk ke dalam otak. Dan proses neuroplastisitas sangat bergantung pada stimulus yang masuk ke dalam otak. Bila stimulus baik, neuroplastisitas akan positif, begitu juga sebaliknya.

Membiasakan bersedekah selama bulan puasa menjadi stimulus positif untuk neuroplastisitas yang akan membentuk jutaan sinaps (tempat komunikasi antarsel otak) sehingga terbentuklah ”sinaps sedekah”. Bila sinaps ini terus terbentuk setiap hari karena rajin membiasakan bersedekah, sinaps sedekah akan bersifat permanen dan seseorang akan otomatis terbiasa bersedekah setiap harinya walaupun di luar Ramadan. Bahkan, bila seseorang tidak bersedekah, otak akan ”protes” karena sinaps permanen akan mengirim sinyal ke otak lain agar segera bersedekah. Maka, efek jangka panjang dari proses ini membahagiakan dan menyehatkan.

Menyehatkan karena efek neurotransmiter bahagia akan memengaruhi kerja saraf otak lainnya. Khususnya saraf otonom sehingga kerjanya agar lebih stabil yang memberi dampak saraf simpatis dan parasimpatis bekerja dengan baik dan berimbang. Akibatnya, akan berpengaruh positif terhadap kerja semua organ penting tubuh seperti tekanan darah tidak mudah naik turun, irama dan kerja jantung lebih teratur dan optimal, fungsi ginjal baik, yang kesemuanya mencegah kelainan disfungsi sel pembuluh darah yang merupakan cikal bakal dari penyakit berbahaya seperti stroke, jantung koroner, gagal ginjal, dan lainnya.

Baca Juga :  Guru Merdeka dalam Kurikulum Merdeka

Mengentaskan Kemiskinan

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2021 berkisar 9,7 persen atau 26,50 juta. Walaupun sudah menurun dibanding tahun sebelumnya, adanya pandemi Covid-19 yang menyerang dunia, termasuk Indonesia, selama lebih dari dua tahun menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia diperkirakan bertambah 2,7 juta jiwa lagi.

Sementara data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebutkan, potensi zakat di Indonesia tahun 2020 sangat besar, yakni Rp 227 triliun. Namun sayang, realisasi pengumpulan dan penyalurannya baru sekitar 27,5 persen atau Rp 71 triliun. Walaupun demikian, ada hal positif dari upaya badan amil zakat, infak, dan sedekah, baik yang dikelola pemerintah maupun ormas keagamaan, menunjukkan peningkatan pengumpulan dan penyalurannya dari tahun ke tahun. Sehingga semakin banyak membantu mengentaskan kemiskinan.

Pengelolaan dan pemanfaatan zakat, infak, dan sedekah tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga dalam bentuk bantuan usaha produktif atau beasiswa untuk keluarga miskin. Merupakan terobosan cerdas untuk memutus rantai siklus kemiskinan sehingga bisa hidup lebih sejahtera.

Bulan Ramadan memberikan banyak kesempatan dan stimulus kepada kita untuk lebih banyak membiasakan bersedekah. Baik sedekah wajib seperti zakat fitrah dan mal maupun sedekah sunah seperti infak, hadiah, dan wakaf dengan pahalanya yang berlipat ganda. Selain itu, akan memberikan dampak positif bagi tubuh kita, yakni membuat bahagia dan sehat. Bukan hanya sehat secara individu, tapi juga sehat secara sosial karena akan mengurangi kemiskinan saudara kita. Mari perbanyak sedekah di bulan puasa. ( * )

*) BADRUL MUNIR, Dokter dan dosen neurologi FK Universitas Brawijaya/RS Saiful Anwar Malang, penulis buku ”Puasa dan Otak Manusia”

PADA tahun 1950 ilmuwan James Olds dan Peter Milner menemukan area bahagia di otak yang diberi nama nucleus accumbens dan ventral striatum. Ilmuwan itu menunjukkan, bila daerah tersebut aktif yang ditandai dengan adanya aktivitas listrik, seseorang akan merasakan bahagia. Begitu juga sebaliknya, bila daerah itu tidak aktif, seseorang akan terlihat sedih atau depresi. Penelitian tersebut kemudian dikuatkan dengan penemuan zat kimia otak (neurotransmiter) yang berhubungan dengan rasa bahagia antara lain dopami, ensefalin, endorfin, morfin endogenus, dan serotonin (Kringelbach M.L., 2010).

Dalam perkembangan selanjutnya, teknologi kedokteran telah berhasil mendeteksi pola kerja otak, termasuk pola kerja pusat bahagia. Caranya dengan mendeteksi kadar neurotransmiternya dengan menggunakan alat radiologi canggih yang bernama MRI fungsional. Dengan pemeriksaan ini akan terdeteksi seseorang sedang dalam kondisi bahagia, sedih, bahkan depresi.

Sirkuit Sedekah

Ada sebuah penelitian yang menarik tentang pengaruh berbagi untuk sesama (sedekah) terhadap rasa bahagia dengan menggunakan MRI fungsional untuk melihat aktivitas pusat bahagia di otak. Studi itu meneliti subjek yang diberi uang dalam jumlah cukup banyak dan selanjutnya dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama uang untuk kebutuhan diri sendiri, sedangkan kelompok kedua uang digunakan untuk membantu orang lain (sedekah).

Terhadap kedua kelompok kemudian dilakukan dua kali pemeriksaan pemindaian otak dengan MRI fungsional untuk melihat kerja otak mereka. Hasil penelitian menunjukkan, semua subjek saat mendapat uang dalam jumlah banyak merasa bahagia. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas pusat bahagia di otak yang menggambarkan banyaknya sekresi neurotransmiternya.

Namun, pada pemeriksaan MRI kedua, ada perbedaan yang bermakna, di mana kelompok yang membelanjakan uang untuk membantu orang lain didapat lagi aktivitas otak pusat bahagia jauh lebih tinggi dibanding kelompok subjek yang membelanjakan uang untuk keperluan diri sendiri. Bahkan, rerata aktivitas listrik saat membantu sesama lebih tinggi daripada saat pertama kali mendapatkan uang. Dari penelitian itu kemudian disimpulkan, salah satu cara untuk mendapatkan rasa bahagia adalah sering berbagi ke sesama manusia/sedekah (Park et al., 2017).

Baca Juga :  Milenarianisme dalam Penembakan di MUI

Salah satu amalan yang sangat dianjurkan selama bulan Ramadan adalah memperbanyak sedekah. Banyak sekali hadis Nabi Muhammad SAW yang mendidik umatnya agar lebih banyak lagi bersedekah. Tidak hanya memerintahkan, Nabi SAW sendiri memberi contoh kebiasaan bersedekah di bulan Ramadan yang diibaratkan seperti angin yang mengalir karena begitu sering dan banyaknya sedekah Nabi.

Ternyata membiasakan sedekah di bulan puasa bila ditinjau dari teori neuroplastisitas sangat konstruktif. Neuroplastisitas adalah proses pembentukan sirkuit anatomi dan fungsi sel otak (neuron) sesuai dengan stimulus yang masuk ke dalam otak. Dan proses neuroplastisitas sangat bergantung pada stimulus yang masuk ke dalam otak. Bila stimulus baik, neuroplastisitas akan positif, begitu juga sebaliknya.

Membiasakan bersedekah selama bulan puasa menjadi stimulus positif untuk neuroplastisitas yang akan membentuk jutaan sinaps (tempat komunikasi antarsel otak) sehingga terbentuklah ”sinaps sedekah”. Bila sinaps ini terus terbentuk setiap hari karena rajin membiasakan bersedekah, sinaps sedekah akan bersifat permanen dan seseorang akan otomatis terbiasa bersedekah setiap harinya walaupun di luar Ramadan. Bahkan, bila seseorang tidak bersedekah, otak akan ”protes” karena sinaps permanen akan mengirim sinyal ke otak lain agar segera bersedekah. Maka, efek jangka panjang dari proses ini membahagiakan dan menyehatkan.

Menyehatkan karena efek neurotransmiter bahagia akan memengaruhi kerja saraf otak lainnya. Khususnya saraf otonom sehingga kerjanya agar lebih stabil yang memberi dampak saraf simpatis dan parasimpatis bekerja dengan baik dan berimbang. Akibatnya, akan berpengaruh positif terhadap kerja semua organ penting tubuh seperti tekanan darah tidak mudah naik turun, irama dan kerja jantung lebih teratur dan optimal, fungsi ginjal baik, yang kesemuanya mencegah kelainan disfungsi sel pembuluh darah yang merupakan cikal bakal dari penyakit berbahaya seperti stroke, jantung koroner, gagal ginjal, dan lainnya.

Baca Juga :  Guru Merdeka dalam Kurikulum Merdeka

Mengentaskan Kemiskinan

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2021 berkisar 9,7 persen atau 26,50 juta. Walaupun sudah menurun dibanding tahun sebelumnya, adanya pandemi Covid-19 yang menyerang dunia, termasuk Indonesia, selama lebih dari dua tahun menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia diperkirakan bertambah 2,7 juta jiwa lagi.

Sementara data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebutkan, potensi zakat di Indonesia tahun 2020 sangat besar, yakni Rp 227 triliun. Namun sayang, realisasi pengumpulan dan penyalurannya baru sekitar 27,5 persen atau Rp 71 triliun. Walaupun demikian, ada hal positif dari upaya badan amil zakat, infak, dan sedekah, baik yang dikelola pemerintah maupun ormas keagamaan, menunjukkan peningkatan pengumpulan dan penyalurannya dari tahun ke tahun. Sehingga semakin banyak membantu mengentaskan kemiskinan.

Pengelolaan dan pemanfaatan zakat, infak, dan sedekah tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga dalam bentuk bantuan usaha produktif atau beasiswa untuk keluarga miskin. Merupakan terobosan cerdas untuk memutus rantai siklus kemiskinan sehingga bisa hidup lebih sejahtera.

Bulan Ramadan memberikan banyak kesempatan dan stimulus kepada kita untuk lebih banyak membiasakan bersedekah. Baik sedekah wajib seperti zakat fitrah dan mal maupun sedekah sunah seperti infak, hadiah, dan wakaf dengan pahalanya yang berlipat ganda. Selain itu, akan memberikan dampak positif bagi tubuh kita, yakni membuat bahagia dan sehat. Bukan hanya sehat secara individu, tapi juga sehat secara sosial karena akan mengurangi kemiskinan saudara kita. Mari perbanyak sedekah di bulan puasa. ( * )

*) BADRUL MUNIR, Dokter dan dosen neurologi FK Universitas Brawijaya/RS Saiful Anwar Malang, penulis buku ”Puasa dan Otak Manusia”

Terpopuler

Artikel Terbaru