30.7 C
Palangkaraya
Sunday, September 24, 2023

Pulang Mengajar, Buka Bengkel Patah Tulang

Ia merupakan sosok yang
peduli terhadap pendidikan. Sejak 33 tahun silam mengabdi sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa. Hingga kini profesi iru masih melekat padanya.

Rintong yang merupakan
kepala SDN Gandrung, selain menjadi seorang guru, juga membantu masyarakat dengan
membuka bengkel patah tulang.

 

 

ANISA
B WAHDAH
,
Tamiang Layang

 

MENGABDI untuk
negara sudah menjadi komitmennya. Sabar dan berjiwa penolong. Rintong yang
menjabat kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gandrung, Kecamatan Paku, Kabupaten
Barito Timur (Bartim), berkomitmen membawa anak didiknya mampu mewujudkan
cita-cita mereka.

Padahal, awalnya pria berbadan
tambun ini tak terpikir bisa menjadi seorang guru, apalagi menjadi seorang kepala
sekolah. Dahulunya ia menempuh Sekolah Pendididikan Guru (SPG). Orang tua
memintanya menjadi guru dan kuliah terlebih dahulu. Dua kali mendaftar, gagal.

“Akhirnya saya
memutuskan bekerja di perusahaan perkebunan karet di wilayah sini,” ucapnya
kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, sang ayah seolah-olah
tak merestui keputusan itu. Padahal di tahun 80-an, gaji Rp90 ribu yang
diterimanya terbilang besar untuk masa itu. Mungkin takdirlah yang membuatnya berubah
pikiran dan meninggalkan perusahaan yang membayarnya dengan upah sebesar itu.
Ia pun kembali ke rumah dan memutuskan menjadi guru dengan gaji tak mencapai Rp50
ribu.

Kini ia telah menyadari
amanah ayah yang memaksanya menjadi guru. Jika saat itu ia masih bertahan
sebagai karyawan perusahaan, entah siapa yang akan melanjutkan mengurus SDN
Gandrung. Apalagi, ia melihat antusiasme bersekolah dari anak-anak yang kini
dipimpinnya, meski di tengah perekonomian yang bisa dikatakan masih lemah.

Baca Juga :  Digempur Corona, Bertahan Hidup di Balik Kostum Badut Jalanan

“Banyak guru dan kepala
sekolah yang tidak betah dan memilih mengundurkan diri. Saya juga pernah
mengundurkan diri, tapi bukan alasan tak betah. Alasan saya karena ingin
bergantian dengan yang lainnya, karena selama 22 tahun saya menjabat sebagai
kepala sekolah tanpa jeda,” kisahnya.

Menurutnya, setiap
akhir masa jabatan selalu dilakukan evaluasi. Berdasarkan ketentuan, apabila
kepala sekolah dinilai profesional dan bekerja dengan benar, maka yang
bersangkutan akan diangkat kembali menjadi kepala sekolah.

“Seharusnya, jika sudah
dua periode menjabat, maka saya tidak boleh menjabat lagi sebagai kepala di
sekolah di sekolah yang sama. Mau tak mau harus pindah. Tetapi nyatanya sampai
22 tahun saya tetap menjadi kepala sekolah,” kata pria kelahiran 12 Oktober
1965 silam.

Diakuinya, sudah tiga
kali dirinya melayangkan surat pengunduran diri, dengan alasan agar bergantian tugas
dengan guru lain. Lagi-lagi, Dinas Pendidikan menolak. Terakhir ia melayangkan surat
pengunduran diri adalah 2018 lalu.

“Ya, saya jalani saja.
Saya merasa bahwa saya dipercaya untuk mengurus sekolah itu. Amanah ini harus
dijaga. Ini sebagai motivasi agar anak-anak didik bisa berhasil dan menjadi
anak yang sukses ke depannya,” ungkap Rintong.

“Saya bersyukur, saat
ini jalan menuju ke sekolah tidak seperti dahulu. Sekarang sudah dibangunkan
jalan oleh pemerintah daerah, bukan oleh perusahaan sekitar,” tambahnya.

Sudah 33 tahun Rintong
mengabdi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Tak hanya itu. Meski di tengah
kesibukannya menjadi guru, pria berkulit sawo matang ini pun membuka pelayanan
bagi mereka yang mengalami patah tulang. Wartawan Kalteng Pos terkejut dengan
tulisan “Bengkel Patah Tulang” yang terpajang pada salah satu pintu ruangan di teras
rumahnya.

Baca Juga :  Cukup Rp5 Ribu, Cincin Emas seperti Baru Lagi

“Ini adalah kamar
tempat saya mengobati orang-orang yang mengeluhkan penyakitnya, karena saya
bisa mengobati orang yang mengalami patah tulang,” katanya.

Meski demikian, Rintong
selalu mengutamakan tugasnya sebagai guru. Keahliannya dalam mengobati mereka
yang menderita patah tulang dilakukannya di luar jam sekolah. Dilayaninya
dengan ikhlas hati.

“Saya tidak pernah
menarik harga. Saya hanya ingin membantu masyarakat yang sakit. Saya hanya
menerima jika diberi dengan ikhlas,” ucapnya.

Kakek yang memiliki lima
orang cucu ini pun menceritakan asal mula munculnya kemampuan mengobati patah
tulang.

“Ceritanya dulu saya
sering ke hutan untuk berburu. Kadang bermalam di hutan. Saya bermimpi bertemu
perempuan cantik yang mengatakan akan memberikan saya sesuatu. Kapan-kapan,”
kisahnya.

Saat akan kembali ke
rumah, ia bertemu perempuan tua sembari membawa seekor anjing. Perempuan itu bercerita
bahwa anjing itu pernah alami patah tulang tapi sembuh berkat minyak yang ia
miliki. Spontan Rintong meminta obat yang dimiliki perempuan tua itu, karena
saat itu anjing peliharaannya di rumah ada yang tengah mengalami patah tulang.

“Sampai di rumah, saya beri obat itu ke anjing.
Ternyata langsung pulih. Sejak saat itulah akhirnya saya bisa membantu
orang-orang yang mengalami patah tulang,” kisah Rintong. (*/ce/ram)

Ia merupakan sosok yang
peduli terhadap pendidikan. Sejak 33 tahun silam mengabdi sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa. Hingga kini profesi iru masih melekat padanya.

Rintong yang merupakan
kepala SDN Gandrung, selain menjadi seorang guru, juga membantu masyarakat dengan
membuka bengkel patah tulang.

 

 

ANISA
B WAHDAH
,
Tamiang Layang

 

MENGABDI untuk
negara sudah menjadi komitmennya. Sabar dan berjiwa penolong. Rintong yang
menjabat kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gandrung, Kecamatan Paku, Kabupaten
Barito Timur (Bartim), berkomitmen membawa anak didiknya mampu mewujudkan
cita-cita mereka.

Padahal, awalnya pria berbadan
tambun ini tak terpikir bisa menjadi seorang guru, apalagi menjadi seorang kepala
sekolah. Dahulunya ia menempuh Sekolah Pendididikan Guru (SPG). Orang tua
memintanya menjadi guru dan kuliah terlebih dahulu. Dua kali mendaftar, gagal.

“Akhirnya saya
memutuskan bekerja di perusahaan perkebunan karet di wilayah sini,” ucapnya
kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, sang ayah seolah-olah
tak merestui keputusan itu. Padahal di tahun 80-an, gaji Rp90 ribu yang
diterimanya terbilang besar untuk masa itu. Mungkin takdirlah yang membuatnya berubah
pikiran dan meninggalkan perusahaan yang membayarnya dengan upah sebesar itu.
Ia pun kembali ke rumah dan memutuskan menjadi guru dengan gaji tak mencapai Rp50
ribu.

Kini ia telah menyadari
amanah ayah yang memaksanya menjadi guru. Jika saat itu ia masih bertahan
sebagai karyawan perusahaan, entah siapa yang akan melanjutkan mengurus SDN
Gandrung. Apalagi, ia melihat antusiasme bersekolah dari anak-anak yang kini
dipimpinnya, meski di tengah perekonomian yang bisa dikatakan masih lemah.

Baca Juga :  Cegah Klaster Tempat Umum, Tes Acak Hingga Vaksinasi

“Banyak guru dan kepala
sekolah yang tidak betah dan memilih mengundurkan diri. Saya juga pernah
mengundurkan diri, tapi bukan alasan tak betah. Alasan saya karena ingin
bergantian dengan yang lainnya, karena selama 22 tahun saya menjabat sebagai
kepala sekolah tanpa jeda,” kisahnya.

Menurutnya, setiap
akhir masa jabatan selalu dilakukan evaluasi. Berdasarkan ketentuan, apabila
kepala sekolah dinilai profesional dan bekerja dengan benar, maka yang
bersangkutan akan diangkat kembali menjadi kepala sekolah.

“Seharusnya, jika sudah
dua periode menjabat, maka saya tidak boleh menjabat lagi sebagai kepala di
sekolah di sekolah yang sama. Mau tak mau harus pindah. Tetapi nyatanya sampai
22 tahun saya tetap menjadi kepala sekolah,” kata pria kelahiran 12 Oktober
1965 silam.

Diakuinya, sudah tiga
kali dirinya melayangkan surat pengunduran diri, dengan alasan agar bergantian tugas
dengan guru lain. Lagi-lagi, Dinas Pendidikan menolak. Terakhir ia melayangkan surat
pengunduran diri adalah 2018 lalu.

“Ya, saya jalani saja.
Saya merasa bahwa saya dipercaya untuk mengurus sekolah itu. Amanah ini harus
dijaga. Ini sebagai motivasi agar anak-anak didik bisa berhasil dan menjadi
anak yang sukses ke depannya,” ungkap Rintong.

“Saya bersyukur, saat
ini jalan menuju ke sekolah tidak seperti dahulu. Sekarang sudah dibangunkan
jalan oleh pemerintah daerah, bukan oleh perusahaan sekitar,” tambahnya.

Sudah 33 tahun Rintong
mengabdi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Tak hanya itu. Meski di tengah
kesibukannya menjadi guru, pria berkulit sawo matang ini pun membuka pelayanan
bagi mereka yang mengalami patah tulang. Wartawan Kalteng Pos terkejut dengan
tulisan “Bengkel Patah Tulang” yang terpajang pada salah satu pintu ruangan di teras
rumahnya.

Baca Juga :  Besar Semangat Emak-emak Memburu Vaksin di Guyuran Hujan

“Ini adalah kamar
tempat saya mengobati orang-orang yang mengeluhkan penyakitnya, karena saya
bisa mengobati orang yang mengalami patah tulang,” katanya.

Meski demikian, Rintong
selalu mengutamakan tugasnya sebagai guru. Keahliannya dalam mengobati mereka
yang menderita patah tulang dilakukannya di luar jam sekolah. Dilayaninya
dengan ikhlas hati.

“Saya tidak pernah
menarik harga. Saya hanya ingin membantu masyarakat yang sakit. Saya hanya
menerima jika diberi dengan ikhlas,” ucapnya.

Kakek yang memiliki lima
orang cucu ini pun menceritakan asal mula munculnya kemampuan mengobati patah
tulang.

“Ceritanya dulu saya
sering ke hutan untuk berburu. Kadang bermalam di hutan. Saya bermimpi bertemu
perempuan cantik yang mengatakan akan memberikan saya sesuatu. Kapan-kapan,”
kisahnya.

Saat akan kembali ke
rumah, ia bertemu perempuan tua sembari membawa seekor anjing. Perempuan itu bercerita
bahwa anjing itu pernah alami patah tulang tapi sembuh berkat minyak yang ia
miliki. Spontan Rintong meminta obat yang dimiliki perempuan tua itu, karena
saat itu anjing peliharaannya di rumah ada yang tengah mengalami patah tulang.

“Sampai di rumah, saya beri obat itu ke anjing.
Ternyata langsung pulih. Sejak saat itulah akhirnya saya bisa membantu
orang-orang yang mengalami patah tulang,” kisah Rintong. (*/ce/ram)

Terpopuler

Artikel Terbaru