30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bikin Kopi Rosella, Keripik Kalakai hingga Stik Bawang Dayak

Kreativitas
ibu rumah tangga (IRT) di Kelurahan Kalampangan benar-benar tanpa batas. Ide
kreatif mereka dalam mengolah tumbuhan yang tumbuh di sekitar permukiman
menjadi sebuah panganan nikmat yang digemari dan banyak dicari. Kini produksi
makanan lokal itu sudah menghasilkan dan berhasil menciptakan lapangan
pekerjaan baru.

 

ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya

 

INDAH. Itulah kesan
pertama saat penulis melihat rumah yang penuh tanaman rosella di sekitar
rumahnya. Bak taman bunga. Warna merah khas rosella memberikan warna tersendiri
bagi rumah bercat kuning itu. Berpadu menjadi satu dengan beberapa tannaman
lain berwarna hijau.

Tampak hidup, jika
dibangkan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya. Bunga-bunga rumahan berwarna
warni mempercantik suasana rumah beton itu. Halaman luas, membuat penulis
merasakan seolah-olah berada di taman bunga. Nyaman memandangnya.

Cukup lama menikmati
suasana dengan terik mentari yang begitu menyengat, Kamis (23/1). Tetapi, terik
mentari sontak sedikit padam melihat keteduhan rumah Nomor 12 di Jalan Manunggal,
Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya ini. Rumahnya
tidak jauh dari jalan induk Trans Kalimantan. Mungkin hanya 300 meter saja.

Merasa puas berada di
taman buatan itu, saya mencoba mengintip aktivitas pemiliknya. Berdasarkan informasi
yang diperoleh penulis, pemilik rumah itu adalah salah satu pengolah produk lokal
yang sudah banyak dikenal. Terbukti, saat penulis datang bu Emi (nama
panggilan,red) sedang sibuk mengemas produk-produk ungulan buah karya tangannya
sendiri itu.

Seperti karyawan
pabrik, begitulah penulis sepintas melihatnya. Menggunakan celemek warna kuning
dan penutup kepala berwarna hijau. Tampak serius. “Permisi ibu,” ucap penulis.

“Silahkan masuk mbak,”
sahutnya. Sepertinya ia sudah terbiasa kedatangan tamu tak dikenal. Terlihat
cara dia menyambut tanpa ada keraguan.

Penulis pun
mengutarakan tujuan. Ingin melihat aktivitas ibu rumah tangga yang katanya
memiliki olahan produk rumahan yang sudah banyak dikenal. Bahkan, informasinya
pun pernah mengalami kecelakaan hingga lumpuh tetapi usahanya pun tidak
terhenti.

“Betul, saya hanya ibu
rumah tangga yang tidak memiliki kelebihan apapun selain mengurus rumah dan
keluarga. Sehari-hari saya dulunya hanya ngobrol bersama tetangga hingga
akhirnya saya memiliki ide bagaimana caranya membantu suami mencari nafkah
tetapi tidak meninggalkan tugas saya sebagai ibu rumah tangga,” kata perempuan
bernama lengkap Ruth Jediya Mariyatmi ini.

Semula berawal dari
ngobrol bersama tetangga. Memandang dua tanaman rosella yang ia tanam pada 2009
di samping rumahnya, waktu itu ia berdiam di rumah dinas tepatnya di Kelurahan Bereng
Bengkel pada tahun 2010. Beberapa tetangganya bertanya. “Tanaman apa itu bu
Emi,” kata tetangganya.

“Itu rosella, kata
saudara saya bisa dibudidayakan bahkan katanya sudah dilakukan penelitian bahwa
rosella bisa digunakan untuk minuman dan baik untuk kesehatan,” kata Emi saat
itu.

Baca Juga :  Pesan Capcai, Jeruk Hangat, Jus Alpukat dan Jus Mangga

Sepulang tetangganya,
ia merasa bahwa yang dikatakan saudaranya itu perlu dicoba. Ia pun mencoba
mengonsumsi olahan rosella dengan mengambil kelopak dan menyeduhnya dengan air
panas. Dicampur sedikit gula rasanya enak. Sejak saat itu pula, ia memiliki ide
untuk memproduksi rosella dan menjualnya.

“Setelah saya berpikir
demikian saya kemudian menanam rosella di seluruh lahan kosong di sekitar rumah
saya. Kelopak rosella saya keringkan dan dikemas menggunakan mika dan
menjualnya di beberapa toko. Rosella basah saya buat manisan dan biji rosella
saya buat kopi,” kata perempuan paruh baya ini.

Berawal dari dua
tanaman rosella hingga akhirnya seluruh lahan sekitar rumah bahkan di ladangnya
saat itu (sekarang menjadi tempat tinggal sekarang,red) penuh tanaman rosella.
Aktivitas Emi pun berubah, tidak lagi ngobrol bersama tetangga tetapi lebih
sibuk dengan aktivitasnya produksi rosella.

“Saya berpikir daripada
ngerumpi mending saya menciptakan produk yang bisa dijual,” katanya saat dibincangi
Kalteng Pos di rumahnya.

Semakin sibuk dan
penjualan semakin bertambah bahkan hingga luar Kota Palangka Raya. Omset saat
itu hanya Rp500 ribu dengan modal hanya mika plastik saja. Tetapi senangnya
luar biasa. Aktivitas ini terus berjalan hingga 2013. Terjadi perubahan pada
tahun itu dengan kemasan produk lebih elegan. Menggunakan plastic standing pouch
(tidak lagi gunakan mika).

Tetapi, kisah suram
menimpa perempuan dua anak ini. Pasca menghadiri salah satu acara dengan tumpukan
kotak dagangan. Ia kecelakaan pada tahun 2017. Sempat lumpuh. Tidak bisa
aktivitas. Dagangan mulai renggang tak ada yang meneruskan. Untung tidak
berlarut, secepatnya ia bangkit. Otaknya bukan kakinya.

Kondisi lumpuh ia masih
berfikir bagaimana cara agar produk-produknya bisa berkembang dengan kondisi
kaki tak bisa berdiri, apalagi berjalan. Tidak selincah dulu. Kini ia harus
melincahkan otak daripada raganya. Ia panggil beberapa teman dan mengajak
teman-temannya itu bergabung menciptakan produk lokal yang ia geluti tahunan
itu.

“Saya tidak bisa jalan
mbak. Hanya tidur. Saya panggil teman-teman saya, saya ajarkan mereka dengan
membuka wawasan bahwa perempuan bisa berdaya dengan memanfaatkan alam sekitar.
Saya meminta mereka mencari kelakai yang mudah di dapat di sekitar rumah. Saya
arahkan mereka membuat keripik kelakai dan dikemas serta dijual seperti saya
menjual kelopak rosella,” ungkapnya sembari mengingat-ingat kisah dua tahun
lalu itu.

Tidak lama, datang
rombongan dari Universitas Mulawarman (Unlam) dari Porivinsi Kalimantan Selatan
(Kalsel). Mahasiswa lengkap dengan dosennya, saat itu. Mereka datang bertujuan
melakukan penelitian produk-produk milik Emi. Menjadi ajang kesempatan, ketika
rombongan ini usai melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitiannya ia
memiliki kembali ide cemerlang.

Baca Juga :  Dipanggil Dokter Dua Puluh Ribu, yang Terpenting Pasien Bisa Kembali S

“Saya memiliki hasil
penelitian dari rombongan Unlam ini, kebetulan saya pernah kenal salah satu
dokter di Jawa yang berhubungan dengan produk-produk. Saya sampaikan hasil
penelitian itu dan saya bertanya apakah kelakai ini bisa dijadikan teh?,”
katanya.

Ketika dokter tersebut
mengatakan bisa, saat itu juga Emi meminta kepada kawan untuk memproduksi teh.
Selain membuat keripik kelakai akhirnya juga membuat teh kelakai. Dokter itu
pun mengajari Emi bagaimana cara mengolah daun kelakai tersebut menjadi teh.

“Ternyata caranya
mudah, daun kelakai dipotong-potong dan dikeringkan selanjutnya diopen kemudian
ditambah sedikit teh hijau. Akhirnya saya berfikir bahwa rosella pun dapat
digunakan teh. Ternyata bisa dan caranya pun muda juga, cukup di potong dan
dikeringkan kemudian dimasukkan ke kantong celup, selesai,” kisahnya dengan
tangan mempraktikkan.

Tidak hanya berhenti di
rosella dan kelakai. Ia pun berfikir bahwa kelor dan katuk pun dapat
dimanfaatkan menjadi teh. Tidak lama pun ia menciptakan olahan stik kelor dan
stik bawang dayak. Lantaran, selama ini kelor memiliki mitos yang ada
hubungannya dengan orang meninggal. Bawang dayak pun, lanjutnya, selama ini
disebut sebagai obat.

“Saya berpikir bagaimana
caranya kelor ini dapat dikonsumsi tanpa terlihat kelornya, dan bagaimana
bawang dayak ini dapat diolah tidak hanya sebagai obat minum tetapi juga
cemilan,” tegasnya.

Saat ini, lanjut perempuan
kelahiran Sragen, 23 Juni 1968 ini, produk-produk miliknya meliputi keripik
kelakai, stik bawang dayak, stik daun kelor, bubuk jahe, teh rosella, teh kelor
dan teh katuk. Lantaran kecelakaan, hingga kini ia tidak dapat sepenuhnya
beraktivitas seperti sedia kala. Ia mengandalkan teman-teman untuk berbagi
tugas, tetapi tetap koordinatornya dirinya sendiri.

“Saya jalan masih
sedikit sempoyongan, teman-teman bagi tugas. Ada yang bagian cari kelakai, ada
yang mengantarkan produk dan ada yang membantu saya di rumah mengolah,”
tegasnya.

Untuk saat ini, produk
olahannya masih dipasarkan di wilayah Kalteng saja, hanya saja untuk teh katuk
sudah beberapa kali mengirim pesanan ke Pulau Jawa. Khasiat teh katuk ini,
lanjutnya, dapat membantu memperlancar asi untuk ibu menyusui. Ada orang di
Jawa membeli dan merasakan khasiatnya akhirnya semakin banyak yang pesan dari
Jawa.

“Untuk merek sudah kami daftarkan, sementara
nama merek sendiri ide istri mantan Wali Kota Palangka Raya, istri Bapak Riban.
Disarankan untuk membuat Rosemi yang merupakan singkatan dari rosella bu Emi,”
pungkasnya. (*/ala)

Kreativitas
ibu rumah tangga (IRT) di Kelurahan Kalampangan benar-benar tanpa batas. Ide
kreatif mereka dalam mengolah tumbuhan yang tumbuh di sekitar permukiman
menjadi sebuah panganan nikmat yang digemari dan banyak dicari. Kini produksi
makanan lokal itu sudah menghasilkan dan berhasil menciptakan lapangan
pekerjaan baru.

 

ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya

 

INDAH. Itulah kesan
pertama saat penulis melihat rumah yang penuh tanaman rosella di sekitar
rumahnya. Bak taman bunga. Warna merah khas rosella memberikan warna tersendiri
bagi rumah bercat kuning itu. Berpadu menjadi satu dengan beberapa tannaman
lain berwarna hijau.

Tampak hidup, jika
dibangkan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya. Bunga-bunga rumahan berwarna
warni mempercantik suasana rumah beton itu. Halaman luas, membuat penulis
merasakan seolah-olah berada di taman bunga. Nyaman memandangnya.

Cukup lama menikmati
suasana dengan terik mentari yang begitu menyengat, Kamis (23/1). Tetapi, terik
mentari sontak sedikit padam melihat keteduhan rumah Nomor 12 di Jalan Manunggal,
Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya ini. Rumahnya
tidak jauh dari jalan induk Trans Kalimantan. Mungkin hanya 300 meter saja.

Merasa puas berada di
taman buatan itu, saya mencoba mengintip aktivitas pemiliknya. Berdasarkan informasi
yang diperoleh penulis, pemilik rumah itu adalah salah satu pengolah produk lokal
yang sudah banyak dikenal. Terbukti, saat penulis datang bu Emi (nama
panggilan,red) sedang sibuk mengemas produk-produk ungulan buah karya tangannya
sendiri itu.

Seperti karyawan
pabrik, begitulah penulis sepintas melihatnya. Menggunakan celemek warna kuning
dan penutup kepala berwarna hijau. Tampak serius. “Permisi ibu,” ucap penulis.

“Silahkan masuk mbak,”
sahutnya. Sepertinya ia sudah terbiasa kedatangan tamu tak dikenal. Terlihat
cara dia menyambut tanpa ada keraguan.

Penulis pun
mengutarakan tujuan. Ingin melihat aktivitas ibu rumah tangga yang katanya
memiliki olahan produk rumahan yang sudah banyak dikenal. Bahkan, informasinya
pun pernah mengalami kecelakaan hingga lumpuh tetapi usahanya pun tidak
terhenti.

“Betul, saya hanya ibu
rumah tangga yang tidak memiliki kelebihan apapun selain mengurus rumah dan
keluarga. Sehari-hari saya dulunya hanya ngobrol bersama tetangga hingga
akhirnya saya memiliki ide bagaimana caranya membantu suami mencari nafkah
tetapi tidak meninggalkan tugas saya sebagai ibu rumah tangga,” kata perempuan
bernama lengkap Ruth Jediya Mariyatmi ini.

Semula berawal dari
ngobrol bersama tetangga. Memandang dua tanaman rosella yang ia tanam pada 2009
di samping rumahnya, waktu itu ia berdiam di rumah dinas tepatnya di Kelurahan Bereng
Bengkel pada tahun 2010. Beberapa tetangganya bertanya. “Tanaman apa itu bu
Emi,” kata tetangganya.

“Itu rosella, kata
saudara saya bisa dibudidayakan bahkan katanya sudah dilakukan penelitian bahwa
rosella bisa digunakan untuk minuman dan baik untuk kesehatan,” kata Emi saat
itu.

Baca Juga :  Pesan Capcai, Jeruk Hangat, Jus Alpukat dan Jus Mangga

Sepulang tetangganya,
ia merasa bahwa yang dikatakan saudaranya itu perlu dicoba. Ia pun mencoba
mengonsumsi olahan rosella dengan mengambil kelopak dan menyeduhnya dengan air
panas. Dicampur sedikit gula rasanya enak. Sejak saat itu pula, ia memiliki ide
untuk memproduksi rosella dan menjualnya.

“Setelah saya berpikir
demikian saya kemudian menanam rosella di seluruh lahan kosong di sekitar rumah
saya. Kelopak rosella saya keringkan dan dikemas menggunakan mika dan
menjualnya di beberapa toko. Rosella basah saya buat manisan dan biji rosella
saya buat kopi,” kata perempuan paruh baya ini.

Berawal dari dua
tanaman rosella hingga akhirnya seluruh lahan sekitar rumah bahkan di ladangnya
saat itu (sekarang menjadi tempat tinggal sekarang,red) penuh tanaman rosella.
Aktivitas Emi pun berubah, tidak lagi ngobrol bersama tetangga tetapi lebih
sibuk dengan aktivitasnya produksi rosella.

“Saya berpikir daripada
ngerumpi mending saya menciptakan produk yang bisa dijual,” katanya saat dibincangi
Kalteng Pos di rumahnya.

Semakin sibuk dan
penjualan semakin bertambah bahkan hingga luar Kota Palangka Raya. Omset saat
itu hanya Rp500 ribu dengan modal hanya mika plastik saja. Tetapi senangnya
luar biasa. Aktivitas ini terus berjalan hingga 2013. Terjadi perubahan pada
tahun itu dengan kemasan produk lebih elegan. Menggunakan plastic standing pouch
(tidak lagi gunakan mika).

Tetapi, kisah suram
menimpa perempuan dua anak ini. Pasca menghadiri salah satu acara dengan tumpukan
kotak dagangan. Ia kecelakaan pada tahun 2017. Sempat lumpuh. Tidak bisa
aktivitas. Dagangan mulai renggang tak ada yang meneruskan. Untung tidak
berlarut, secepatnya ia bangkit. Otaknya bukan kakinya.

Kondisi lumpuh ia masih
berfikir bagaimana cara agar produk-produknya bisa berkembang dengan kondisi
kaki tak bisa berdiri, apalagi berjalan. Tidak selincah dulu. Kini ia harus
melincahkan otak daripada raganya. Ia panggil beberapa teman dan mengajak
teman-temannya itu bergabung menciptakan produk lokal yang ia geluti tahunan
itu.

“Saya tidak bisa jalan
mbak. Hanya tidur. Saya panggil teman-teman saya, saya ajarkan mereka dengan
membuka wawasan bahwa perempuan bisa berdaya dengan memanfaatkan alam sekitar.
Saya meminta mereka mencari kelakai yang mudah di dapat di sekitar rumah. Saya
arahkan mereka membuat keripik kelakai dan dikemas serta dijual seperti saya
menjual kelopak rosella,” ungkapnya sembari mengingat-ingat kisah dua tahun
lalu itu.

Tidak lama, datang
rombongan dari Universitas Mulawarman (Unlam) dari Porivinsi Kalimantan Selatan
(Kalsel). Mahasiswa lengkap dengan dosennya, saat itu. Mereka datang bertujuan
melakukan penelitian produk-produk milik Emi. Menjadi ajang kesempatan, ketika
rombongan ini usai melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitiannya ia
memiliki kembali ide cemerlang.

Baca Juga :  Dipanggil Dokter Dua Puluh Ribu, yang Terpenting Pasien Bisa Kembali S

“Saya memiliki hasil
penelitian dari rombongan Unlam ini, kebetulan saya pernah kenal salah satu
dokter di Jawa yang berhubungan dengan produk-produk. Saya sampaikan hasil
penelitian itu dan saya bertanya apakah kelakai ini bisa dijadikan teh?,”
katanya.

Ketika dokter tersebut
mengatakan bisa, saat itu juga Emi meminta kepada kawan untuk memproduksi teh.
Selain membuat keripik kelakai akhirnya juga membuat teh kelakai. Dokter itu
pun mengajari Emi bagaimana cara mengolah daun kelakai tersebut menjadi teh.

“Ternyata caranya
mudah, daun kelakai dipotong-potong dan dikeringkan selanjutnya diopen kemudian
ditambah sedikit teh hijau. Akhirnya saya berfikir bahwa rosella pun dapat
digunakan teh. Ternyata bisa dan caranya pun muda juga, cukup di potong dan
dikeringkan kemudian dimasukkan ke kantong celup, selesai,” kisahnya dengan
tangan mempraktikkan.

Tidak hanya berhenti di
rosella dan kelakai. Ia pun berfikir bahwa kelor dan katuk pun dapat
dimanfaatkan menjadi teh. Tidak lama pun ia menciptakan olahan stik kelor dan
stik bawang dayak. Lantaran, selama ini kelor memiliki mitos yang ada
hubungannya dengan orang meninggal. Bawang dayak pun, lanjutnya, selama ini
disebut sebagai obat.

“Saya berpikir bagaimana
caranya kelor ini dapat dikonsumsi tanpa terlihat kelornya, dan bagaimana
bawang dayak ini dapat diolah tidak hanya sebagai obat minum tetapi juga
cemilan,” tegasnya.

Saat ini, lanjut perempuan
kelahiran Sragen, 23 Juni 1968 ini, produk-produk miliknya meliputi keripik
kelakai, stik bawang dayak, stik daun kelor, bubuk jahe, teh rosella, teh kelor
dan teh katuk. Lantaran kecelakaan, hingga kini ia tidak dapat sepenuhnya
beraktivitas seperti sedia kala. Ia mengandalkan teman-teman untuk berbagi
tugas, tetapi tetap koordinatornya dirinya sendiri.

“Saya jalan masih
sedikit sempoyongan, teman-teman bagi tugas. Ada yang bagian cari kelakai, ada
yang mengantarkan produk dan ada yang membantu saya di rumah mengolah,”
tegasnya.

Untuk saat ini, produk
olahannya masih dipasarkan di wilayah Kalteng saja, hanya saja untuk teh katuk
sudah beberapa kali mengirim pesanan ke Pulau Jawa. Khasiat teh katuk ini,
lanjutnya, dapat membantu memperlancar asi untuk ibu menyusui. Ada orang di
Jawa membeli dan merasakan khasiatnya akhirnya semakin banyak yang pesan dari
Jawa.

“Untuk merek sudah kami daftarkan, sementara
nama merek sendiri ide istri mantan Wali Kota Palangka Raya, istri Bapak Riban.
Disarankan untuk membuat Rosemi yang merupakan singkatan dari rosella bu Emi,”
pungkasnya. (*/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru