28.9 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Natal X’Mas

BANYAK pendeta yang tidak punya gereja. Natal tahun ini mereka bisa ”punya” gereja: di YouTube. Atau di dunia maya lainnya.

Pendeta Ruth Julia misalnya. Dia melakukan kebaktian Natal lewat YouTube. Bersama anggota persekutuan doa-nyi. Ruth memimpin kebaktian Natal itu dari Australia. Anggota persekutuan doa Ruth ada di berbagai kota di Indonesia.

Ruth ke Australia untuk menengok anak. Tapi Covid merajalela. Dia kena lockdown di sana. Puji Tuhan, pemerintah Australia lagi membuka kesempatan izin tinggal bagi pendeta. Ruth berhasil mendapat kartu hijau Australia.

Natal tahun ini juga istimewa bagi Gereja Bethany yang besar itu: kali pertama melakukan kebaktian di gereja. Tidak lagi online.

Luka-luka bekas pertikaian lama di dalam keluarga pendirinya terlihat mulai sembuh. Gereja yang bisa menampung 20.000 jemaat itu nyaris penuh. Setidaknya di lantai dasar dan lantai balkon pertamanya. Balkon paling atas masih ditutup.

Sahabat Disway di gereja itu menuturkan: ia bersama istri datang ke Bethany Sabtu, tanggal 24 malam. Kebaktian berlangsung sekitar 2 jam. Termasuk menyanyikan banyak lagu rohani. Ia duduk tanpa jarak dengan istri, tapi berjarak satu kursi dengan keluarga lainnya.

Kolektenya dilakukan di dekat akhir kebaktian. Kali ini kolekte bisa dilakukan dengan dua pilihan. Bisa memasukkan uang ke kantong yang diedarkan, atau klik saja ke layar di panggung. Waktu kolekte diedarkan itu layar di panggung menyala. Di layar itu ditampilkan barcode.

“Saya pilih klik barcode di layar,” ujar sahabat Disway itu.

Gereja Bethany jadi berita besar lima tahun lalu. Bertahun-tahun. Sang ayah, Alex Tanuseputra, pendiri Bethany, dipecat oleh anaknya sendiri. Diadukan ke polisi. Terjadilah pecat-memecat. Saling bikin laporan polisi. Dan saling serang. Semua itu jadi makanan media saat itu.

Alex meninggal dunia dua tahun lalu. Satu pendeta lagi, yang juga di pusat pusaran peristiwa, meninggal dunia tiga tahun lalu.

Jadilah sang anak, Aswin, pemimpin tertinggi Bethany saat ini. Tanpa harus lagi mengadukan bapaknya ke polisi.

YouTube telah membuat pendeta-pendeta yang tidak punya gereja eksis di masyarakat. Bahkan dari YouTube bisa dapat ”kolekte” besar. Yang hasilnya sampai bisa untuk membangun gereja di daerah-daerah.

Baca Juga :  Toilet Muda

 

Tentu, di saat teman-teman Kristen ke kebaktian kemarin malam, saya juga fokus: mengirimkan ucapan selamat Natal kepada mereka. Tiga jam waktu yang saya habiskan untuk kirim ucapan Natal itu. Via WA. Saya ketik sendiri. Bukan copy paste.

Pun ketika mereka sudah pulang dari kebaktian saya belum selesai mengirim ucapan Natal.

Kadang saya salah kirim. Teman-teman yang saya kira Kristen ternyata beragama lain.

“Saya Buddha,” balas Albert Yaputra. Ia anggota DPR dari Dapil Kalbar.

“Saya mualaf, sudah empat tahun,” balas Dino dari Manado.

“Saya ke kelenteng, tidak ke gereja,” jawab yang lain.

Teman yang di luar negeri pun saya beri ucapan Natal. John Mohn di Kansas, Robert di Singapura, dr Ben Chua, Mr Goh, Nik, di Singapura dan Malaysia. Drg Irawan dan Butce di Los Angeles. Dan ratusan lainnya.

Drg Irawan ternyata lagi dalam perjalanan ke Jordania. Butce lagi cruise ke Meksiko. Malam Natal dirayakannya di kapal pesiar. Ia berpakaian adat salah satu suku Indonesia. Begitulah kebiasaannya setiap menghadiri perayaan apa pun. Termasuk perayaan HUT Amerika.

John tidak ke mana-mana. Amerika Timur dan Tengah  lagi dilanda badai salju yang berat. Sehari sebelum Natal saja lebih 4,600 penerbangan dibatalkan. Dan 6,400 lainnya ditunda.

Salah satu penerbangan itu balik ke bandara Philadelphia. Kena petir. Padahal tujuannya adalah Cancun, Meksiko. Puji Tuhan, pendaratan darurat itu sukses. Tidak ada satu pun korban jiwa. Betapa kacaunya keadaan bandara-bandara di Amerika. Bisa jadi mereka akhirnya  merayakan Natal di bandara. Atau di jalan raya. Terjebak salju.

Sehari sebelum Natal itu, John pilih bikin roti. Ia ingin antarkan roti itu ke tiga orang tetangga terdekatnya. Sang tetangga mungkin juga akan kirim makanan ke rumah John. Begitulah kebiasaan di Kansas.

Setelah bikin roti John nonton sepak bola Amerika. Kebetulan Kansas City Chiefs menang. Pertandingan itu berlangsung pada suhu minus 7 derajat celsius. Bahkan karena kecepatan angin 15 km/jam rasanya seperti minus 17 derajat. Kansas memang sangat dingin di musim dingin. Apalagi tahun ini.

Baca Juga :  Garuda Masker Lima

Di malam Natal kemarin John  tidak ke gereja. Ia bersama Chris (istri yang sekarang) berkunjung ke rumah istri John yang pertama dulu. Khusus untuk mengucapkan duka cita. Suami ketiga mantan istri John itu meninggal dunia pekan lalu.

Lalu di hari pertama Natal ini, John dan Chris ke rumah anak-anak Chris dengan suami pertamanya dulu. Chris punya tiga cucu di situ. Acara di rumah anak-anak itu adalah: ”pesta” membuka hadiah Natal. Dan makan-makan.

Tidak hanya pernik-pernik.

Di Amerika Natal tahun ini juga ditandai dengan kampanye anti istilah X’mas.

Setidaknya dua teman Amerika mengirimkan dua WA yang sama: kembalikan X’mas ke Christmas.

Tahun-tahun belakangan istilah X’mas memang populer. Itu dipakai sebagai pengganti Christmas.

Dari mana datangnya istilah X’mas itu?

“Itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak percaya Tuhan dan tidak percaya agama,” tulis kampanye itu. “Maka jangan pakai ucapan X’mas. Kembalilah pakai Christmas,” tambahnya.

Maka sejarah lahirnya istilah Christmas pun diuraikan. “Christ dalam bahasa Hebrew berarti Yang Terpilih. Mas dalam bahasa Yunani berarti Pesta Besar Banyak Manusia”.

Maka Christmas berarti berkumpulnya banyak pengikut Kristus.

Pesta Natal pun berkembang ke mana-mana. Jadi budaya. Pun di negara yang bukan Kristen. Perayaan Natal dilakukan tanpa lagi ada hubungan dengan agama. Mereka inilah yang kemudian mengubah Christmas menjadi X’mas”.

Tapi ada juga yang menentang pendapat itu. Huruf X di situ sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang artinya Chi untuk Kristus. Jadi sama saja.

Entahlah. Perusuh Disway kelihatannya lebih tahu.

Saya tidak ahli itu. Saya tulis saja apa kata yang punya pendapat: bahwa yang jelas  tahun ini istilah X’mas mulai dipersoalkan.

Ada juga yang beranggapan dua-duanya tidak apa-apa. Yang penting ada hadiah Natalnya. (Dahlan Iskan)

BANYAK pendeta yang tidak punya gereja. Natal tahun ini mereka bisa ”punya” gereja: di YouTube. Atau di dunia maya lainnya.

Pendeta Ruth Julia misalnya. Dia melakukan kebaktian Natal lewat YouTube. Bersama anggota persekutuan doa-nyi. Ruth memimpin kebaktian Natal itu dari Australia. Anggota persekutuan doa Ruth ada di berbagai kota di Indonesia.

Ruth ke Australia untuk menengok anak. Tapi Covid merajalela. Dia kena lockdown di sana. Puji Tuhan, pemerintah Australia lagi membuka kesempatan izin tinggal bagi pendeta. Ruth berhasil mendapat kartu hijau Australia.

Natal tahun ini juga istimewa bagi Gereja Bethany yang besar itu: kali pertama melakukan kebaktian di gereja. Tidak lagi online.

Luka-luka bekas pertikaian lama di dalam keluarga pendirinya terlihat mulai sembuh. Gereja yang bisa menampung 20.000 jemaat itu nyaris penuh. Setidaknya di lantai dasar dan lantai balkon pertamanya. Balkon paling atas masih ditutup.

Sahabat Disway di gereja itu menuturkan: ia bersama istri datang ke Bethany Sabtu, tanggal 24 malam. Kebaktian berlangsung sekitar 2 jam. Termasuk menyanyikan banyak lagu rohani. Ia duduk tanpa jarak dengan istri, tapi berjarak satu kursi dengan keluarga lainnya.

Kolektenya dilakukan di dekat akhir kebaktian. Kali ini kolekte bisa dilakukan dengan dua pilihan. Bisa memasukkan uang ke kantong yang diedarkan, atau klik saja ke layar di panggung. Waktu kolekte diedarkan itu layar di panggung menyala. Di layar itu ditampilkan barcode.

“Saya pilih klik barcode di layar,” ujar sahabat Disway itu.

Gereja Bethany jadi berita besar lima tahun lalu. Bertahun-tahun. Sang ayah, Alex Tanuseputra, pendiri Bethany, dipecat oleh anaknya sendiri. Diadukan ke polisi. Terjadilah pecat-memecat. Saling bikin laporan polisi. Dan saling serang. Semua itu jadi makanan media saat itu.

Alex meninggal dunia dua tahun lalu. Satu pendeta lagi, yang juga di pusat pusaran peristiwa, meninggal dunia tiga tahun lalu.

Jadilah sang anak, Aswin, pemimpin tertinggi Bethany saat ini. Tanpa harus lagi mengadukan bapaknya ke polisi.

YouTube telah membuat pendeta-pendeta yang tidak punya gereja eksis di masyarakat. Bahkan dari YouTube bisa dapat ”kolekte” besar. Yang hasilnya sampai bisa untuk membangun gereja di daerah-daerah.

Baca Juga :  Toilet Muda

 

Tentu, di saat teman-teman Kristen ke kebaktian kemarin malam, saya juga fokus: mengirimkan ucapan selamat Natal kepada mereka. Tiga jam waktu yang saya habiskan untuk kirim ucapan Natal itu. Via WA. Saya ketik sendiri. Bukan copy paste.

Pun ketika mereka sudah pulang dari kebaktian saya belum selesai mengirim ucapan Natal.

Kadang saya salah kirim. Teman-teman yang saya kira Kristen ternyata beragama lain.

“Saya Buddha,” balas Albert Yaputra. Ia anggota DPR dari Dapil Kalbar.

“Saya mualaf, sudah empat tahun,” balas Dino dari Manado.

“Saya ke kelenteng, tidak ke gereja,” jawab yang lain.

Teman yang di luar negeri pun saya beri ucapan Natal. John Mohn di Kansas, Robert di Singapura, dr Ben Chua, Mr Goh, Nik, di Singapura dan Malaysia. Drg Irawan dan Butce di Los Angeles. Dan ratusan lainnya.

Drg Irawan ternyata lagi dalam perjalanan ke Jordania. Butce lagi cruise ke Meksiko. Malam Natal dirayakannya di kapal pesiar. Ia berpakaian adat salah satu suku Indonesia. Begitulah kebiasaannya setiap menghadiri perayaan apa pun. Termasuk perayaan HUT Amerika.

John tidak ke mana-mana. Amerika Timur dan Tengah  lagi dilanda badai salju yang berat. Sehari sebelum Natal saja lebih 4,600 penerbangan dibatalkan. Dan 6,400 lainnya ditunda.

Salah satu penerbangan itu balik ke bandara Philadelphia. Kena petir. Padahal tujuannya adalah Cancun, Meksiko. Puji Tuhan, pendaratan darurat itu sukses. Tidak ada satu pun korban jiwa. Betapa kacaunya keadaan bandara-bandara di Amerika. Bisa jadi mereka akhirnya  merayakan Natal di bandara. Atau di jalan raya. Terjebak salju.

Sehari sebelum Natal itu, John pilih bikin roti. Ia ingin antarkan roti itu ke tiga orang tetangga terdekatnya. Sang tetangga mungkin juga akan kirim makanan ke rumah John. Begitulah kebiasaan di Kansas.

Setelah bikin roti John nonton sepak bola Amerika. Kebetulan Kansas City Chiefs menang. Pertandingan itu berlangsung pada suhu minus 7 derajat celsius. Bahkan karena kecepatan angin 15 km/jam rasanya seperti minus 17 derajat. Kansas memang sangat dingin di musim dingin. Apalagi tahun ini.

Baca Juga :  Garuda Masker Lima

Di malam Natal kemarin John  tidak ke gereja. Ia bersama Chris (istri yang sekarang) berkunjung ke rumah istri John yang pertama dulu. Khusus untuk mengucapkan duka cita. Suami ketiga mantan istri John itu meninggal dunia pekan lalu.

Lalu di hari pertama Natal ini, John dan Chris ke rumah anak-anak Chris dengan suami pertamanya dulu. Chris punya tiga cucu di situ. Acara di rumah anak-anak itu adalah: ”pesta” membuka hadiah Natal. Dan makan-makan.

Tidak hanya pernik-pernik.

Di Amerika Natal tahun ini juga ditandai dengan kampanye anti istilah X’mas.

Setidaknya dua teman Amerika mengirimkan dua WA yang sama: kembalikan X’mas ke Christmas.

Tahun-tahun belakangan istilah X’mas memang populer. Itu dipakai sebagai pengganti Christmas.

Dari mana datangnya istilah X’mas itu?

“Itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak percaya Tuhan dan tidak percaya agama,” tulis kampanye itu. “Maka jangan pakai ucapan X’mas. Kembalilah pakai Christmas,” tambahnya.

Maka sejarah lahirnya istilah Christmas pun diuraikan. “Christ dalam bahasa Hebrew berarti Yang Terpilih. Mas dalam bahasa Yunani berarti Pesta Besar Banyak Manusia”.

Maka Christmas berarti berkumpulnya banyak pengikut Kristus.

Pesta Natal pun berkembang ke mana-mana. Jadi budaya. Pun di negara yang bukan Kristen. Perayaan Natal dilakukan tanpa lagi ada hubungan dengan agama. Mereka inilah yang kemudian mengubah Christmas menjadi X’mas”.

Tapi ada juga yang menentang pendapat itu. Huruf X di situ sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang artinya Chi untuk Kristus. Jadi sama saja.

Entahlah. Perusuh Disway kelihatannya lebih tahu.

Saya tidak ahli itu. Saya tulis saja apa kata yang punya pendapat: bahwa yang jelas  tahun ini istilah X’mas mulai dipersoalkan.

Ada juga yang beranggapan dua-duanya tidak apa-apa. Yang penting ada hadiah Natalnya. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru