26.7 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Untung Messi

UNTUNG Argentina juara. Rakyat di sana bisa melupakan krisis ekonomi yang lagi memburuk. Pesta rakyat bisa melupakan inflasi yang lagi tinggi dan utang luar negeri yang sulit dibayar.

Ketika penentuan juara World Cup 2022 di Qatar kemarin harus lewat adu tendangan penalti, banyak orang bersujud di lapangan pusat kita Buenos Aires. Di sekitar tugu Obelisco (Obelisk) yang dibangun di tahun 1936. Juga di seluruh negeri berpenduduk 40 juta jiwa itu.

Mereka berdoa agar tendangan penalti itu bisa masuk. Mereka juga bersujud saat pemain Prancis dapat giliran menendang penalti. Mereka berdoa agar tendangannya tidak masuk.

Doa mereka dikabulkan.

Mereka bersujud di tanah Obelisco yang dulunya sebuah gereja.

Rumah ibadah itu dibongkar demi membangun tugu setinggi 71,5 meter itu, lebih tinggi dari Tugu Pahlawan Surabaya yang hanya 41,15 meter. Itulah tugu yang melambangkan dewa matahari. Yang tujuh tahun lalu dibungkus kondom raksasa berwarna pink.

Hari penentuan juara di Qatar itu tepat pukul 14.00 di Buenos Aires. Udara terang. Suhu sangat sejuk, di sekitar 15 derajat Celsius. Sempurna sekali untuk sebuah pesta kemenangan.

Anda sudah tahu: sudah 30 tahun Argentina tidak juara dunia. Begitu kasihan mereka pada Leo Messi. Di umur 35 tahun belum merasakan gelar juara dunia. Padahal gelar apa saja ia sudah punya. Pemain terbaik Eropa pun sudah 7 kali dan tahun ini akan terpilih untuk kali ke delapan.

Baca Juga :  Stereo Alor

Apa salahnya kali ini Messi meraih gelar pemungkasnya: inilah World Cup terakhir baginya. Seperti yang ia sendiri mengatakannya dan membuat siapa saja berdoa untuknya.

Sebulan ke depan rakyat Argentina masih penuh dengan kegembiraan. Setelah itu barulah kembali ke kenyataan hidup sehari-hari. Terutama, sembilan bulan lagi ada Pilpres di sana. Presiden Alberto Fernández, fans club sepak bola Boca Junior, akan maju lagi.

Argentina adalah negara yang perkembangan ekonominya paling dipelajari di seluruh dunia. Inilah contoh negara yang ekonominya terjebak di kemacetan.

 

Umur negara ternyata tidak menentukan maju-mundur nasibnya. Argentina sudah merdeka dari Spanyol sejak tahun 1810.

Tahun itu Cilincing di Batavia sedang diserang Inggris. Belanda memang lagi kalah perang dari Prancisnya Napoleon Bonaparte. Secara hukum wilayah jajahan Indonesia harusnya menjadi jajahan Prancis.

Begitu panjang sejarah Argentina. Tanahnya sangat subur. Hasil bumi dan ternaknya menguasai dunia lama. Tapi revolusi industri telah membuat nilai tukar hasil pertanian terus menurun.

Pukulan terbesar pada hasil bumi Argentina terjadi tahun 1859:  ketika terusan Suez mulai dibuka. Lalu terus diperlebar. Jarak Eropa ke India dan Indonesia kian dekat. Peran hasil bumi dan ternak Argentina terus merosot.

Pukulan berikutnya terjadi di tahun 1914: ketika terusan Panama dibuka. Peta jalur distribusi ekonomi dunia berubah merugikan negara itu.

Argentina yang pernah disebut sebagai ”Amerika Serikatnya Latin” kian jauh tertinggal dari USA. Ia pernah lebih  makmur dari Italia, Australia, dan Jepang. Bahkan lebih makmur dari negara yang pernah menjajahnya: Spanyol.

Baca Juga :  Not for Profit

Kini tinggal sepak bolanya yang masih bisa mengalahkan Spanyol. Kemajuan ekonominya terus merosot. Memang pendapatan per kapita Argentina masih sekitar USD 10.000 (bandingkan dengan Indonesia yang baru sekitar USD 4.800), tapi posisi angka itu terus menurun.

Sampai tahun 1905 ekonomi Argentina masih sejajar dengan Jerman, Prancis, dan Kanada. Tapi kini sudah menjadi beban dunia.

Harapan tentu ada. Negeri itu dikenal memiliki cadangan gas di bebatuan terbesar kedua di dunia. Juga punya cadangan lithium terbesar kedua atau ketiga.

Inggris sudah menyatakan minat untuk invest di dua bidang itu. Terutama karena rakyat Inggris menolak penambangan shale gas di negerinya sendiri. Inggris perlu energi. Tidak mau lagi tergantung ke Rusia. Argentina bisa jadi andalan barunya. Demikian juga lithium.

Inggris juga lagi memikirkan untuk bisa menjauh dari Tiongkok. Perubahan geopolitik ini bisa menguntungkan Argentina. Terutama kalau pengelolaan negaranya bisa sebaik pengelolaan sepak bolanya.

Secara keseluruhan Eropa juga lagi menggalang penguatan blok baru ekonomi di Amerika Latin. Namanya: Mercosur Bloc. Anggotanya: Argentina, Brazil, Uruguay, Paraguay dan sekitarnya.

Tapi lupakan semua itu. Lupakan yang berat-berat itu. Lupakan Qatar. Lupakan Arab Saudi yang pernah mengalahkan Argentina.

Fokuskanlah kegembiraan dan emosi kepada Messi. (Dahlan Iskan)

UNTUNG Argentina juara. Rakyat di sana bisa melupakan krisis ekonomi yang lagi memburuk. Pesta rakyat bisa melupakan inflasi yang lagi tinggi dan utang luar negeri yang sulit dibayar.

Ketika penentuan juara World Cup 2022 di Qatar kemarin harus lewat adu tendangan penalti, banyak orang bersujud di lapangan pusat kita Buenos Aires. Di sekitar tugu Obelisco (Obelisk) yang dibangun di tahun 1936. Juga di seluruh negeri berpenduduk 40 juta jiwa itu.

Mereka berdoa agar tendangan penalti itu bisa masuk. Mereka juga bersujud saat pemain Prancis dapat giliran menendang penalti. Mereka berdoa agar tendangannya tidak masuk.

Doa mereka dikabulkan.

Mereka bersujud di tanah Obelisco yang dulunya sebuah gereja.

Rumah ibadah itu dibongkar demi membangun tugu setinggi 71,5 meter itu, lebih tinggi dari Tugu Pahlawan Surabaya yang hanya 41,15 meter. Itulah tugu yang melambangkan dewa matahari. Yang tujuh tahun lalu dibungkus kondom raksasa berwarna pink.

Hari penentuan juara di Qatar itu tepat pukul 14.00 di Buenos Aires. Udara terang. Suhu sangat sejuk, di sekitar 15 derajat Celsius. Sempurna sekali untuk sebuah pesta kemenangan.

Anda sudah tahu: sudah 30 tahun Argentina tidak juara dunia. Begitu kasihan mereka pada Leo Messi. Di umur 35 tahun belum merasakan gelar juara dunia. Padahal gelar apa saja ia sudah punya. Pemain terbaik Eropa pun sudah 7 kali dan tahun ini akan terpilih untuk kali ke delapan.

Baca Juga :  Stereo Alor

Apa salahnya kali ini Messi meraih gelar pemungkasnya: inilah World Cup terakhir baginya. Seperti yang ia sendiri mengatakannya dan membuat siapa saja berdoa untuknya.

Sebulan ke depan rakyat Argentina masih penuh dengan kegembiraan. Setelah itu barulah kembali ke kenyataan hidup sehari-hari. Terutama, sembilan bulan lagi ada Pilpres di sana. Presiden Alberto Fernández, fans club sepak bola Boca Junior, akan maju lagi.

Argentina adalah negara yang perkembangan ekonominya paling dipelajari di seluruh dunia. Inilah contoh negara yang ekonominya terjebak di kemacetan.

 

Umur negara ternyata tidak menentukan maju-mundur nasibnya. Argentina sudah merdeka dari Spanyol sejak tahun 1810.

Tahun itu Cilincing di Batavia sedang diserang Inggris. Belanda memang lagi kalah perang dari Prancisnya Napoleon Bonaparte. Secara hukum wilayah jajahan Indonesia harusnya menjadi jajahan Prancis.

Begitu panjang sejarah Argentina. Tanahnya sangat subur. Hasil bumi dan ternaknya menguasai dunia lama. Tapi revolusi industri telah membuat nilai tukar hasil pertanian terus menurun.

Pukulan terbesar pada hasil bumi Argentina terjadi tahun 1859:  ketika terusan Suez mulai dibuka. Lalu terus diperlebar. Jarak Eropa ke India dan Indonesia kian dekat. Peran hasil bumi dan ternak Argentina terus merosot.

Pukulan berikutnya terjadi di tahun 1914: ketika terusan Panama dibuka. Peta jalur distribusi ekonomi dunia berubah merugikan negara itu.

Argentina yang pernah disebut sebagai ”Amerika Serikatnya Latin” kian jauh tertinggal dari USA. Ia pernah lebih  makmur dari Italia, Australia, dan Jepang. Bahkan lebih makmur dari negara yang pernah menjajahnya: Spanyol.

Baca Juga :  Not for Profit

Kini tinggal sepak bolanya yang masih bisa mengalahkan Spanyol. Kemajuan ekonominya terus merosot. Memang pendapatan per kapita Argentina masih sekitar USD 10.000 (bandingkan dengan Indonesia yang baru sekitar USD 4.800), tapi posisi angka itu terus menurun.

Sampai tahun 1905 ekonomi Argentina masih sejajar dengan Jerman, Prancis, dan Kanada. Tapi kini sudah menjadi beban dunia.

Harapan tentu ada. Negeri itu dikenal memiliki cadangan gas di bebatuan terbesar kedua di dunia. Juga punya cadangan lithium terbesar kedua atau ketiga.

Inggris sudah menyatakan minat untuk invest di dua bidang itu. Terutama karena rakyat Inggris menolak penambangan shale gas di negerinya sendiri. Inggris perlu energi. Tidak mau lagi tergantung ke Rusia. Argentina bisa jadi andalan barunya. Demikian juga lithium.

Inggris juga lagi memikirkan untuk bisa menjauh dari Tiongkok. Perubahan geopolitik ini bisa menguntungkan Argentina. Terutama kalau pengelolaan negaranya bisa sebaik pengelolaan sepak bolanya.

Secara keseluruhan Eropa juga lagi menggalang penguatan blok baru ekonomi di Amerika Latin. Namanya: Mercosur Bloc. Anggotanya: Argentina, Brazil, Uruguay, Paraguay dan sekitarnya.

Tapi lupakan semua itu. Lupakan yang berat-berat itu. Lupakan Qatar. Lupakan Arab Saudi yang pernah mengalahkan Argentina.

Fokuskanlah kegembiraan dan emosi kepada Messi. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru