28.4 C
Jakarta
Wednesday, March 19, 2025

Roadshow

Saran konkret saya: segera lakukan roadshow. Tim CEO Danantara harus segera ke pusat-pusat keuangan dunia: Singapura, Hong Kong, Tokyo, London, dan New York. Jangan tunggu habis Lebaran: di sana tidak ada Lebaran.

Bantulah pemerintah segera mengatasi keadaan. Pasar modal kita anjlok kemarin. Bukan akibat eksternal. Apalagi Donald Trump. Buktinya pasar modal di negara lain baik-baik saja.

Ini murni faktor internal. Di medsos sudah beredar luas: apa saja penyebabnya. Kalau pun tidak seluruhnya benar, tidak seluruhnya salah.

Dua sasaran yang bisa dilakukan dalam roadshow: yakinkan para pemilik uang bahwa Danantara itu hebat.

Pertanyaan dari para wakil pemilik uang memang akan sangat tajam. Tanpa basa-basi. Telinga bisa copot. Tapi itulah kenyataan dunia pasar uang.

Kalau tim Danantara tidak bisa menjawab pertanyaan tajam itu, setidaknya tahu: oh…itulah yang mereka pertanyakan.

Itu akan jadi masukan yang sangat berharga bagi pemerintah. Tentu harus sekalian diikutkan dalam tim roadshow: Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian. Merekalah yang bisa menjawab pertanyaan yang bersifat makro ekonomi Indonesia. Kalau Danantara yang menjawab justru negatif di mata mereka.

Jangan-jangan Danantara belum bisa mengirim tim untuk roadshow: belum ada anggarannya. Belum punya pendapatan. Modal setor dari pemerintah jangan-jangan 100 persen berbentuk inbreng –tidak ada uang cash-nya. Tidak mungkin berangkat roadshow dengan cara menggadaikan aset hasil inbreng.

Baca Juga :  Syafril Tender

Saya pernah tergoda untuk ikut roadshow. Yakni ketika PLN menerbitkan obligasi. Bisa sekalian jalan-jalan ke New York dan London. Lalu saya putuskan: tidak ikut. Biarlah tim yang benar-benar ahli yang roadshow.

Akhirnya saya tidak pernah satu kali pun ikut roadshow. Tapi saya selalu memonitor apakah tim kewalahan menjawab pertanyaan pasar uang.

Akibat anjloknya pasar modal ini, Anda bisa menghitung: Bank Mandiri kehilangan berapa triliun rupiah hanya dalam waktu satu hari kemarin. Termasuk BRI. Juga BNI dan BTN.

Satu orang pengusaha saja telah kehilangan kekayaan Rp 6 triliun dalam setengah hari kemarin. Begitu kejamnya pasar uang dan saham.

Pertemuan Presiden Prabowo dengan delapan naga tempo hari ternyata hanya berhasil sesaat: hari-hari setelah pertemuan itu saham bisa sedikit merangkak naik. Tapi beberapa hari kemudian anjlok lagi. Kian dalam.

Saya tidak tahu siapa dirigen untuk mengatasi krisis pasar modal sekarang ini. Tidak terlihat sosok yang tampil. Begitu banyak menko, belum ada yang terlihat.

Yang kita perlukan, setidaknya, ada menteri ekonomi yang berani menelepon presiden untuk mengajak rapat darurat.

Baca Juga :  Rumah Bocor

Sebenarnya terlalu mahal kalau inisiatif langkah cepat itu harus datang dari presiden sendiri. Tapi saya tidak melihat ada inisiatif dari bawah presiden. Jangan-jangan semua diam untuk menunggu komando.

Apakah pasar modal bisa dijaga aparat keamanan agar tidak ada capital outflow? Tentu tidak bisa. Justru akan dilihat sebagai antipasar.

Kalau roadshow berhasil, kepercayaan akan muncul. Sebaliknya, kalau gagal, introspeksi harus dilakukan all out.

Tentu roadshow bukan satu-satunya jalan. Bahkan bukan jalan pintas. Untunglah tadi malam Sri Mulyani bikin pernyataan: dia masih tetap konsentrasi mengurusi pekerjaannya sebagai Menteri Keuangan. Artinya rumor santer bahwa dia mengundurkan diri tidak terbukti.

Tanpa pernyataan Sri Mulyani itu bisa jadi rumor terus beredar. Apalagi sampai pukul 18.00 kemarin petang belum satu pun ekonom pemerintah yang tampil meredakan krisis. Semua seperti tunggu komando.

Yang muncul justru dari arena politik. Pimpinan DPR sigap mendatangi gedung bursa untuk memberikan dukungan pada bursa Indonesia: dipimpin Sufmi Dasco Ahmad, orang kuat Presiden Prabowo di bidang politik. Ada juga ketua Komisi XI DPR Misbakhun.

“Siapa saja bisa jadi pemimpin. Sampai datanglah saat-saat krisis seperti ini”.(Dahlan Iskan)

Saran konkret saya: segera lakukan roadshow. Tim CEO Danantara harus segera ke pusat-pusat keuangan dunia: Singapura, Hong Kong, Tokyo, London, dan New York. Jangan tunggu habis Lebaran: di sana tidak ada Lebaran.

Bantulah pemerintah segera mengatasi keadaan. Pasar modal kita anjlok kemarin. Bukan akibat eksternal. Apalagi Donald Trump. Buktinya pasar modal di negara lain baik-baik saja.

Ini murni faktor internal. Di medsos sudah beredar luas: apa saja penyebabnya. Kalau pun tidak seluruhnya benar, tidak seluruhnya salah.

Dua sasaran yang bisa dilakukan dalam roadshow: yakinkan para pemilik uang bahwa Danantara itu hebat.

Pertanyaan dari para wakil pemilik uang memang akan sangat tajam. Tanpa basa-basi. Telinga bisa copot. Tapi itulah kenyataan dunia pasar uang.

Kalau tim Danantara tidak bisa menjawab pertanyaan tajam itu, setidaknya tahu: oh…itulah yang mereka pertanyakan.

Itu akan jadi masukan yang sangat berharga bagi pemerintah. Tentu harus sekalian diikutkan dalam tim roadshow: Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian. Merekalah yang bisa menjawab pertanyaan yang bersifat makro ekonomi Indonesia. Kalau Danantara yang menjawab justru negatif di mata mereka.

Jangan-jangan Danantara belum bisa mengirim tim untuk roadshow: belum ada anggarannya. Belum punya pendapatan. Modal setor dari pemerintah jangan-jangan 100 persen berbentuk inbreng –tidak ada uang cash-nya. Tidak mungkin berangkat roadshow dengan cara menggadaikan aset hasil inbreng.

Baca Juga :  Syafril Tender

Saya pernah tergoda untuk ikut roadshow. Yakni ketika PLN menerbitkan obligasi. Bisa sekalian jalan-jalan ke New York dan London. Lalu saya putuskan: tidak ikut. Biarlah tim yang benar-benar ahli yang roadshow.

Akhirnya saya tidak pernah satu kali pun ikut roadshow. Tapi saya selalu memonitor apakah tim kewalahan menjawab pertanyaan pasar uang.

Akibat anjloknya pasar modal ini, Anda bisa menghitung: Bank Mandiri kehilangan berapa triliun rupiah hanya dalam waktu satu hari kemarin. Termasuk BRI. Juga BNI dan BTN.

Satu orang pengusaha saja telah kehilangan kekayaan Rp 6 triliun dalam setengah hari kemarin. Begitu kejamnya pasar uang dan saham.

Pertemuan Presiden Prabowo dengan delapan naga tempo hari ternyata hanya berhasil sesaat: hari-hari setelah pertemuan itu saham bisa sedikit merangkak naik. Tapi beberapa hari kemudian anjlok lagi. Kian dalam.

Saya tidak tahu siapa dirigen untuk mengatasi krisis pasar modal sekarang ini. Tidak terlihat sosok yang tampil. Begitu banyak menko, belum ada yang terlihat.

Yang kita perlukan, setidaknya, ada menteri ekonomi yang berani menelepon presiden untuk mengajak rapat darurat.

Baca Juga :  Rumah Bocor

Sebenarnya terlalu mahal kalau inisiatif langkah cepat itu harus datang dari presiden sendiri. Tapi saya tidak melihat ada inisiatif dari bawah presiden. Jangan-jangan semua diam untuk menunggu komando.

Apakah pasar modal bisa dijaga aparat keamanan agar tidak ada capital outflow? Tentu tidak bisa. Justru akan dilihat sebagai antipasar.

Kalau roadshow berhasil, kepercayaan akan muncul. Sebaliknya, kalau gagal, introspeksi harus dilakukan all out.

Tentu roadshow bukan satu-satunya jalan. Bahkan bukan jalan pintas. Untunglah tadi malam Sri Mulyani bikin pernyataan: dia masih tetap konsentrasi mengurusi pekerjaannya sebagai Menteri Keuangan. Artinya rumor santer bahwa dia mengundurkan diri tidak terbukti.

Tanpa pernyataan Sri Mulyani itu bisa jadi rumor terus beredar. Apalagi sampai pukul 18.00 kemarin petang belum satu pun ekonom pemerintah yang tampil meredakan krisis. Semua seperti tunggu komando.

Yang muncul justru dari arena politik. Pimpinan DPR sigap mendatangi gedung bursa untuk memberikan dukungan pada bursa Indonesia: dipimpin Sufmi Dasco Ahmad, orang kuat Presiden Prabowo di bidang politik. Ada juga ketua Komisi XI DPR Misbakhun.

“Siapa saja bisa jadi pemimpin. Sampai datanglah saat-saat krisis seperti ini”.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/