31.9 C
Jakarta
Tuesday, September 9, 2025

Raperda Pertambangan Kalteng Diupayakan Jadi Payung Hukum dalam Mengelola SDA

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan Siti Nafsiah menyampaikan perkembangan pembahasan raperda telah melalui tahapan pembahasan pasal per pasal berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Pansus DPRD bersama Tim Raperda Pemerintah Provinsi (Pemprov)

“Pada tahap berikutnya, kami tengah menunggu penjadwalan bersama Tim Pemprov untuk melakukan konsultasi. Baik ke kementerian teknis maupun ke daerah lain yang telah memiliki Perda sejenis, sebagai upaya memperkaya substansi pengaturan dan memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ujarnya, Sabtu (6/9).

Wanita yang juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Kalteng ini menegaskan, bahwa Raperda ini merupakan turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo. PP Nomor 25 Tahun 2024, serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022 yang mendelegasikan sebagian kewenangan di bidang pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan kepada gubernur.

Menurutnya, salah satu isu krusial dalam pembahasan adalah Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Alasannya, karena menurut UU 3/2020 Pasal 66, kegiatan pertambangan rakyat mencakup mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan.

Sementara itu, pengaturan teknis IPR telah diatur cukup rinci dalam PP 96/2021 jo. PP 25/2024, dan kewenangan pelaksanaannya sebagian didelegasikan ke provinsi melalui Perpres 55/2022.

Baca Juga :  Pj Bupati Wilayah DAS Barito Diminta Lanjutan Pembangunan yang Berjalan

”Inilah yang membuat IPR perlu dikonsultasikan lebih mendalam. Konsultasi ke kemendagri penting untuk memastikan agar judul dan materi muatan Raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah dan tetap sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan,”jelasnya.

Menurutnya, konsultasi ke daerah lain yang telah memiliki Perda sejenis, seperti Provinsi Jawa Tengah, bermanfaat untuk memperoleh pengalaman praktis bagaimana  menempatkan IPR logam dalam Perda.

”Apakah dimasukkan secara eksplisit dalam batang tubuh, atau cukup dirujuk normatif pada aturan pusat di bagian penutup atau penjelasan. Hal ini menjadi penting agar Raperda Kalteng tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaan di lapangan,” terangnya.

Dalam rangka percepatan, sambungnya pansus DPRD tetap mengintensifkan rapat kerja bersama mitra terkait, dan menargetkan agar Raperda ini dapat disahkan pada tahun berjalan sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).

Namun demikian, percepatan ini juga sangat bergantung pada waktu fasilitasi dan klarifikasi materi Raperda oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Untuk itu, pansus menargetkan, Raperda ini dapat ditetapkan pada tahun berjalan sesuai jadwal Propemperda. Sehingga Kalteng memiliki payung hukum yang lebih kuat dalam tata kelola pertambangan. Khususnya terkait dengan tata kelola pertambangan yang kewenangannya didelegasikan oleh pusat kepada provinsi.

Baca Juga :  Investasi Sehat di Kalteng Harus Didorong dengan Kepatuhan Investor dan Komitmen Bersama

”Kami meyakini bahwa kehadiran Perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,”jelasnya panjang lebar.

Nafsiah menegaskan, Raperda ini penting segera disahkan karena dikaitkan dengan adanya kasus yang sedang ditangani Aparat Penegak Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati).

Ia pun kembali menjelaskan, dulu  semasa masih  penerapan UU 4/2009 memang komoditas zirkon dan sejenisnya memang masih kewenangan pemerintah.

“Kemudian saat UU 3/2020 ditarik ke provinsi. Namun melalui Keputusan Menteri ESDM No 147 Tahun 2022 terkait zirkon dan beberapa lainnya diubah semula Mineral Bukan Logam biasa menjadi Mineral Bukan Lomba Jenis Tertentu (MBLJT), tapi di luar MBLJT yang diatur pengelompokkannya di PP 96/2021 yg kemudian didelegasikan berdasarkan perpres 55/2022,” katanya.

Terkait ihwal kasus korupsi penjualan dan ekspor zircon Ilmenite serta Rutil, ia melihat dugaan penyalahgunaan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)terkait pengangkutan dan penjualan.

“Padahal PT IM (Investasi Mandiri) memikili Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, namun dia membeli juga hasil tambang zirkon dari masyarakat yang nggak jelas sumbernya. Kemudian mereka jual/ekspor dengan dokumen yang mereka miliki, ditambah lagi mereka tidak pernah urus surat angkut asal barang,” pungkasnya.(hfz)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan Siti Nafsiah menyampaikan perkembangan pembahasan raperda telah melalui tahapan pembahasan pasal per pasal berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Pansus DPRD bersama Tim Raperda Pemerintah Provinsi (Pemprov)

“Pada tahap berikutnya, kami tengah menunggu penjadwalan bersama Tim Pemprov untuk melakukan konsultasi. Baik ke kementerian teknis maupun ke daerah lain yang telah memiliki Perda sejenis, sebagai upaya memperkaya substansi pengaturan dan memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ujarnya, Sabtu (6/9).

Wanita yang juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Kalteng ini menegaskan, bahwa Raperda ini merupakan turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo. PP Nomor 25 Tahun 2024, serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022 yang mendelegasikan sebagian kewenangan di bidang pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan kepada gubernur.

Menurutnya, salah satu isu krusial dalam pembahasan adalah Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Alasannya, karena menurut UU 3/2020 Pasal 66, kegiatan pertambangan rakyat mencakup mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan.

Sementara itu, pengaturan teknis IPR telah diatur cukup rinci dalam PP 96/2021 jo. PP 25/2024, dan kewenangan pelaksanaannya sebagian didelegasikan ke provinsi melalui Perpres 55/2022.

Baca Juga :  Pj Bupati Wilayah DAS Barito Diminta Lanjutan Pembangunan yang Berjalan

”Inilah yang membuat IPR perlu dikonsultasikan lebih mendalam. Konsultasi ke kemendagri penting untuk memastikan agar judul dan materi muatan Raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah dan tetap sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan,”jelasnya.

Menurutnya, konsultasi ke daerah lain yang telah memiliki Perda sejenis, seperti Provinsi Jawa Tengah, bermanfaat untuk memperoleh pengalaman praktis bagaimana  menempatkan IPR logam dalam Perda.

”Apakah dimasukkan secara eksplisit dalam batang tubuh, atau cukup dirujuk normatif pada aturan pusat di bagian penutup atau penjelasan. Hal ini menjadi penting agar Raperda Kalteng tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaan di lapangan,” terangnya.

Dalam rangka percepatan, sambungnya pansus DPRD tetap mengintensifkan rapat kerja bersama mitra terkait, dan menargetkan agar Raperda ini dapat disahkan pada tahun berjalan sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).

Namun demikian, percepatan ini juga sangat bergantung pada waktu fasilitasi dan klarifikasi materi Raperda oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Untuk itu, pansus menargetkan, Raperda ini dapat ditetapkan pada tahun berjalan sesuai jadwal Propemperda. Sehingga Kalteng memiliki payung hukum yang lebih kuat dalam tata kelola pertambangan. Khususnya terkait dengan tata kelola pertambangan yang kewenangannya didelegasikan oleh pusat kepada provinsi.

Baca Juga :  Investasi Sehat di Kalteng Harus Didorong dengan Kepatuhan Investor dan Komitmen Bersama

”Kami meyakini bahwa kehadiran Perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,”jelasnya panjang lebar.

Nafsiah menegaskan, Raperda ini penting segera disahkan karena dikaitkan dengan adanya kasus yang sedang ditangani Aparat Penegak Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati).

Ia pun kembali menjelaskan, dulu  semasa masih  penerapan UU 4/2009 memang komoditas zirkon dan sejenisnya memang masih kewenangan pemerintah.

“Kemudian saat UU 3/2020 ditarik ke provinsi. Namun melalui Keputusan Menteri ESDM No 147 Tahun 2022 terkait zirkon dan beberapa lainnya diubah semula Mineral Bukan Logam biasa menjadi Mineral Bukan Lomba Jenis Tertentu (MBLJT), tapi di luar MBLJT yang diatur pengelompokkannya di PP 96/2021 yg kemudian didelegasikan berdasarkan perpres 55/2022,” katanya.

Terkait ihwal kasus korupsi penjualan dan ekspor zircon Ilmenite serta Rutil, ia melihat dugaan penyalahgunaan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)terkait pengangkutan dan penjualan.

“Padahal PT IM (Investasi Mandiri) memikili Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, namun dia membeli juga hasil tambang zirkon dari masyarakat yang nggak jelas sumbernya. Kemudian mereka jual/ekspor dengan dokumen yang mereka miliki, ditambah lagi mereka tidak pernah urus surat angkut asal barang,” pungkasnya.(hfz)

Terpopuler

Artikel Terbaru