26.3 C
Jakarta
Saturday, March 15, 2025

Penertiban Sawit Ilegal di Kotim, Wilmar dan Makin Group Masuk Radar Satgas

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terus melakukan tindakan tegas terhadap perkebunan sawit yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin.

Di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Satgas Garuda menyasar sejumlah perusahaan besar yang diduga melakukan alih fungsi lahan secara ilegal. Dua nama yang masuk dalam daftar penyelidikan adalah Wilmar Group dan Makin Group.

Dilansir dari Kalteng Pos, Kamis (7/3), tim PKH telah menyita 3.798,3 hektare lahan milik PT Agro Bukit di Jalan Jenderal Sudirman Km 26, Kecamatan MB Ketapang. Penyitaan dilakukan dengan pemasangan plang bertuliskan larangan memperjualbelikan dan menguasai lahan tanpa izin Satgas PKH.

Tidak hanya PT Agro Bukit, sejumlah perusahaan perkebunan lain di Kalimantan Tengah juga masuk dalam daftar penindakan, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2025.

Wilmar Group menjadi salah satu perusahaan yang diincar. Dua anak perusahaannya di Kotim, yakni PT Karunia Kencana Permai Sejati dan PT Mentaya Sawit Mas, terdaftar dalam hasil penelitian tim terpadu.

PT Karunia Kencana Permai Sejati memiliki total permohonan pelepasan kawasan hutan sebesar 19.653 hektare, dengan 13.286 hektare telah ditetapkan sebagai areal pelepasan. Sementara PT Mentaya Sawit Mas masuk dalam daftar dengan status penelitian lebih lanjut.

Baca Juga :  Mulai Hari Ini, Terbang ke Jawa-Bali Boleh Pakai RTD-Antigen

Makin Group juga tak luput dari sorotan. Sejumlah anak perusahaannya, seperti PT Mukti Sawit Kahuripan, PT Surya Inti Sawit Kahuripan, PT Katingan Indah Utama, dan PT Wanayasa Kahuripan Indonesia, tercatat dalam daftar dengan berbagai status legalitas yang masih diproses.

Menanggapi penyitaan ini, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim, Sanggul Lumban Gaol, menegaskan bahwa Pemkab Kotim mendukung penuh langkah pemerintah pusat. Menurutnya, perusahaan perkebunan telah diberikan banyak kesempatan sejak 2007 hingga 2017 untuk mengurus izin, namun masih ada yang mengabaikan aturan.

“Sepanjang ada pelanggaran, kami mendukung keputusan pemerintah. Sudah cukup banyak kelonggaran yang diberikan, tetapi tetap tidak dipatuhi. Penertiban ini adalah langkah tegas untuk menegakkan hukum,” ujar Sanggul, Senin (10/3).

Ia juga mengingatkan bahwa aturan harus ditegakkan secara adil tanpa tebang pilih. Namun, ia menyoroti dampak ekonomi yang mungkin timbul jika terlalu banyak perusahaan yang ditindak tanpa solusi yang jelas.

“Kalau semua perusahaan bangkrut, tentu ada dampaknya bagi ekonomi daerah. Tapi aturan tetap harus ditegakkan. Soal solusi, itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” tegasnya.

Baca Juga :  Komitmen Memperjuangkan Desa Dambung

Selain penyitaan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pengelolaan lahan pasca-penertiban. Sanggul menilai, tanpa pengelolaan yang baik, lahan yang disita berpotensi menjadi sasaran eksploitasi pihak tak bertanggung jawab.

“Jumlah lahan yang disita ini tidak sedikit. Jika tidak ada yang mengurus, bisa jadi malah dijarah. Ini yang harus dipikirkan juga,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kotim, Rimbun, menyatakan bahwa meski mendukung langkah pemerintah, ia berharap kebijakan ini tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di Kalteng dan Kotim yang hingga kini belum tuntas.

“Kalau hanya berpatokan pada SK Menteri Kehutanan, itu belum cukup. RTRWP dan RTRWK harus diselesaikan terlebih dahulu,” ujarnya.

Rimbun juga mengusulkan agar lahan yang disita dapat dikelola oleh pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, lahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga, terutama petani plasma yang selama ini belum mendapatkan haknya sesuai regulasi.

“Jika diserahkan ke pemerintah daerah, bisa dikelola bersama masyarakat. Ini akan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar,” pungkasnya. (mif/bah/sli/ce/ala)

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terus melakukan tindakan tegas terhadap perkebunan sawit yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin.

Di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Satgas Garuda menyasar sejumlah perusahaan besar yang diduga melakukan alih fungsi lahan secara ilegal. Dua nama yang masuk dalam daftar penyelidikan adalah Wilmar Group dan Makin Group.

Dilansir dari Kalteng Pos, Kamis (7/3), tim PKH telah menyita 3.798,3 hektare lahan milik PT Agro Bukit di Jalan Jenderal Sudirman Km 26, Kecamatan MB Ketapang. Penyitaan dilakukan dengan pemasangan plang bertuliskan larangan memperjualbelikan dan menguasai lahan tanpa izin Satgas PKH.

Tidak hanya PT Agro Bukit, sejumlah perusahaan perkebunan lain di Kalimantan Tengah juga masuk dalam daftar penindakan, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2025.

Wilmar Group menjadi salah satu perusahaan yang diincar. Dua anak perusahaannya di Kotim, yakni PT Karunia Kencana Permai Sejati dan PT Mentaya Sawit Mas, terdaftar dalam hasil penelitian tim terpadu.

PT Karunia Kencana Permai Sejati memiliki total permohonan pelepasan kawasan hutan sebesar 19.653 hektare, dengan 13.286 hektare telah ditetapkan sebagai areal pelepasan. Sementara PT Mentaya Sawit Mas masuk dalam daftar dengan status penelitian lebih lanjut.

Baca Juga :  Mulai Hari Ini, Terbang ke Jawa-Bali Boleh Pakai RTD-Antigen

Makin Group juga tak luput dari sorotan. Sejumlah anak perusahaannya, seperti PT Mukti Sawit Kahuripan, PT Surya Inti Sawit Kahuripan, PT Katingan Indah Utama, dan PT Wanayasa Kahuripan Indonesia, tercatat dalam daftar dengan berbagai status legalitas yang masih diproses.

Menanggapi penyitaan ini, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim, Sanggul Lumban Gaol, menegaskan bahwa Pemkab Kotim mendukung penuh langkah pemerintah pusat. Menurutnya, perusahaan perkebunan telah diberikan banyak kesempatan sejak 2007 hingga 2017 untuk mengurus izin, namun masih ada yang mengabaikan aturan.

“Sepanjang ada pelanggaran, kami mendukung keputusan pemerintah. Sudah cukup banyak kelonggaran yang diberikan, tetapi tetap tidak dipatuhi. Penertiban ini adalah langkah tegas untuk menegakkan hukum,” ujar Sanggul, Senin (10/3).

Ia juga mengingatkan bahwa aturan harus ditegakkan secara adil tanpa tebang pilih. Namun, ia menyoroti dampak ekonomi yang mungkin timbul jika terlalu banyak perusahaan yang ditindak tanpa solusi yang jelas.

“Kalau semua perusahaan bangkrut, tentu ada dampaknya bagi ekonomi daerah. Tapi aturan tetap harus ditegakkan. Soal solusi, itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” tegasnya.

Baca Juga :  Komitmen Memperjuangkan Desa Dambung

Selain penyitaan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pengelolaan lahan pasca-penertiban. Sanggul menilai, tanpa pengelolaan yang baik, lahan yang disita berpotensi menjadi sasaran eksploitasi pihak tak bertanggung jawab.

“Jumlah lahan yang disita ini tidak sedikit. Jika tidak ada yang mengurus, bisa jadi malah dijarah. Ini yang harus dipikirkan juga,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kotim, Rimbun, menyatakan bahwa meski mendukung langkah pemerintah, ia berharap kebijakan ini tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di Kalteng dan Kotim yang hingga kini belum tuntas.

“Kalau hanya berpatokan pada SK Menteri Kehutanan, itu belum cukup. RTRWP dan RTRWK harus diselesaikan terlebih dahulu,” ujarnya.

Rimbun juga mengusulkan agar lahan yang disita dapat dikelola oleh pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, lahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga, terutama petani plasma yang selama ini belum mendapatkan haknya sesuai regulasi.

“Jika diserahkan ke pemerintah daerah, bisa dikelola bersama masyarakat. Ini akan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar,” pungkasnya. (mif/bah/sli/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru