27.3 C
Jakarta
Tuesday, April 30, 2024

Peluang Bharada E Kembali ke Polri Tertutup, Begini Alasannya

PROKALTENG.CO-Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Yoshua Hutabara (Brigadir J), tak mungkin bisa kembali menjadi anggota Polri.

Sebab setiap anggota Polri yang telah divonis pidana tertutup untuk kembali menjadi anggota Polri.

“Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana sudah tertutup,” kata Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dilansir Antara, Kamis, 16 Februari 2023.

Dikatakannya, Bharada E harus legowo diberhentikan dari Polri. Apa yang dialami Bharada E adalah risiko seorang bawahan dalam menjalankan perintah atasan.

Kasus Bharada E yang menjalankan perintah atasan menembak rekannya sendiri, harus dijadikan pembelajaran bagi seluruh personel Polri.

Anggota Polri wajib meletakkan kepatuhan kepada aturan dan bukan kepada perintah atasan.

“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri, dalam kondisi bukan perang, atau di medan operasi keamanan agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” tegasnya.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Panen Perdana Program Food Estate di Belanti Siam

Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, status Bharada Eliezer sebagai justice collaborator (JC).

Status JC  atau pengungkap fakta telah disetujui oleh hakim, sehingga menjadi salah satu pertimbangan dalam memberikan keringanan hukuman.

Tapi, dalam sidang etik, pilihan Bharada Richard Eliezer patuh kepada atasannya dengan menjalankan perintah menembak rekannya sendiri sebagai bentuk ketidakprofesionalan.

Fakta ini, harus dikesampingkan, karena bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.

Artinya, saat kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan, tidak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun.

“Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional,” katanya.

Bambang mengatakan sidang etik terhadap Richard Eliezer harus segera dilaksanakan setelah vonis hakim diketok (diputuskan). Putusan etik itu nantinya merujuk kepada PP Nomor 1 Tahun 2003.

Apabila Richard Eliezer tidak dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri maka hal itu dapat menjadi preseden buruk.

Baca Juga :  Oksigen RS di Palangka Raya Mulai Menipis di Tengah Lonjakan Covid-19

Sebab personel pelaku tidak pidana bisa diterima sebagai anggota Polri dengan alasan sekedar menerima perintah atasan.

Menurut Bambang, Richard Eleizer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun. Karena, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam peraturan kapolri (Perkap).

Sementara dalam tata perundangan, peraturan pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.

“Kalau perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam perkap itu gugur dengan sendirinya,” ujar Bambang menerangkan.

Meski demikian, kata Bambang, perjuangan Richard Eliezer sebagai saksi pelaku tidak sia-sia. Meskipun hukuman ringan dari majelis hakim disebut sebagai upaya menyelamatkan karir dan masa depan perwira berpangkat Bharada tersebut.

“Tak ada yang sia-sia. Perjuangan dia akan dicatat dalam sejarah sebagai tumbal atasannya.

Dan itu yang harus ditempuh. Publik harus bisa membedakan empati pada Eliezer sebagai manusia dengan upaya perbaikan institusi Polri,” kata Bambang. (gat/fin)

PROKALTENG.CO-Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Yoshua Hutabara (Brigadir J), tak mungkin bisa kembali menjadi anggota Polri.

Sebab setiap anggota Polri yang telah divonis pidana tertutup untuk kembali menjadi anggota Polri.

“Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana sudah tertutup,” kata Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dilansir Antara, Kamis, 16 Februari 2023.

Dikatakannya, Bharada E harus legowo diberhentikan dari Polri. Apa yang dialami Bharada E adalah risiko seorang bawahan dalam menjalankan perintah atasan.

Kasus Bharada E yang menjalankan perintah atasan menembak rekannya sendiri, harus dijadikan pembelajaran bagi seluruh personel Polri.

Anggota Polri wajib meletakkan kepatuhan kepada aturan dan bukan kepada perintah atasan.

“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri, dalam kondisi bukan perang, atau di medan operasi keamanan agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” tegasnya.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Panen Perdana Program Food Estate di Belanti Siam

Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, status Bharada Eliezer sebagai justice collaborator (JC).

Status JC  atau pengungkap fakta telah disetujui oleh hakim, sehingga menjadi salah satu pertimbangan dalam memberikan keringanan hukuman.

Tapi, dalam sidang etik, pilihan Bharada Richard Eliezer patuh kepada atasannya dengan menjalankan perintah menembak rekannya sendiri sebagai bentuk ketidakprofesionalan.

Fakta ini, harus dikesampingkan, karena bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.

Artinya, saat kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan, tidak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun.

“Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional,” katanya.

Bambang mengatakan sidang etik terhadap Richard Eliezer harus segera dilaksanakan setelah vonis hakim diketok (diputuskan). Putusan etik itu nantinya merujuk kepada PP Nomor 1 Tahun 2003.

Apabila Richard Eliezer tidak dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri maka hal itu dapat menjadi preseden buruk.

Baca Juga :  Oksigen RS di Palangka Raya Mulai Menipis di Tengah Lonjakan Covid-19

Sebab personel pelaku tidak pidana bisa diterima sebagai anggota Polri dengan alasan sekedar menerima perintah atasan.

Menurut Bambang, Richard Eleizer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun. Karena, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam peraturan kapolri (Perkap).

Sementara dalam tata perundangan, peraturan pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.

“Kalau perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam perkap itu gugur dengan sendirinya,” ujar Bambang menerangkan.

Meski demikian, kata Bambang, perjuangan Richard Eliezer sebagai saksi pelaku tidak sia-sia. Meskipun hukuman ringan dari majelis hakim disebut sebagai upaya menyelamatkan karir dan masa depan perwira berpangkat Bharada tersebut.

“Tak ada yang sia-sia. Perjuangan dia akan dicatat dalam sejarah sebagai tumbal atasannya.

Dan itu yang harus ditempuh. Publik harus bisa membedakan empati pada Eliezer sebagai manusia dengan upaya perbaikan institusi Polri,” kata Bambang. (gat/fin)

Terpopuler

Artikel Terbaru