PROKALTENG.CO-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor sebagai tersangka. Penetapan itu dilakukan pasca digelarnya operasi tangkap tangan (OTT) yang memboyong enam tersangka ke Gedung Merah Putih.
Sahbirin diduga meminta fee sebesar 5 persen terkait tiga proyek yang sedang dikerjakan di Pemprov Kalsel.
“Sesuai prosedur, yang bersangkutan (gubernur, Red) akan kami panggil dua kali. Jika tidak hadir, akan kami tetapkan sebagai DPO,” terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung KPK kemarin (8/10). Sahbirin tak langsung dijemput lantaran keterlibatannya baru diketahui saat pimpinan KPK menggelar ekspose pada Minggu (6/10) malam.
Dalam OTT itu, KPK telah menahan enam tersangka. Yakni, Kepala PUPR Kalsel Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Yulianti Erlynah, Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean. Dua lainnya adalah Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto sebagai pihak swasta.
Kasus itu bermula saat KPK menerima informasi mengenai adanya penerimaan hadiah atau janji terkait tiga proyek di Pemprov Kalsel. Yakni, pembangunan lapangan sepak bola terintegrasi senilai Rp 23,2 miliar; kantor samsat senilai Rp 22,2 miliar; dan kolam renang terintegrasi senilai Rp 9,1 miliar. Semua pembiayaan proyek tersebut berasal dari APBD Pemprov Kalsel 2024.
Dalam OTT itu, semula KPK menemukan uang Rp 1 miliar. Uang tersebut tersimpan dalam kardus yang dibawa Sugeng untuk diberikan kepada Yulianti di sebuah rumah makan. Pemberian itu atas perintah Solhan untuk dibawa ke kantor PUPR Kalsel. Uang tersebut diterima Ahmad yang dalam perkara itu berperan sebagai penampung uang. ’’Uang ini kemudian rencananya diberikan kepada gubernur,’’ katanya.
Dalam proses OTT tersebut, KPK telah memeriksa 17 orang. Dari sana kemudian dikembangkan mengenai dugaan perkara korupsi. Intinya, setiap proyek gubernur mendapatkan jatah fee 5 persen. Sementara itu, pejabat pembuat komitmen (PPK) dan PUPR Kalsel mendapat 2,5 persen.
Peran Solhan dan Yulianti dalam perkara tersebut merangkap sebagai PPK sengaja melakukan rekayasa saat proses pengadaan. Yakni, membocorkan harga perkiraan sementara (HPS), rekayasa e-katalog. Motifnya, hanya perusahaan milik Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto yang menjadi pemenang. Mereka yang dimenangkan dalam tiga proyek senilai Rp 54,5 miliar itu diminta untuk menyetorkan sejumlah fee.
Dari pengembangan kasus itu, KPK memperoleh sejumlah temuan. Di antaranya, uang Rp 12,1 miliar dan 500 dolar serta sejumlah dokumen. (elo/c7/bay/jpg)