31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Dokter Reisa Jelaskan Peran Remaja Bisa Lawan Stunting di Masa Depan

Stunting
adalah anak balita tubuh kerdil yang menjadi permasalahan di tanah air. Upaya
menurunkan angka stunting terus digenjot dengan berbagai program seperti pola
asuh, pola makan, dan sanitasi. Anak yang sudah terlanjur stunting, tak bisa
untuk diperbaiki lagi kondisinya. Maka yang harus diintervensi adalah
pencegahan di masa depan. Dan, remaja dianggap sebagai pelopor yang mampu
melakukannya.

Sebab
remaja adalah calon ibu yang akan mengalami fase kehamilan, melahirkan, dan
mengasuh buah hatinya. Remaja harus mulai diedukasi sebelum hingga akhirnya
memasuki fase pernikahan.

Mengapa
remaja dilibatkan? Menurut Program Advocacy and Communications Manager Tanoto
Foundation Indiana Basitha, banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk
orang tua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal stunting adalah sebuah
siklus. Jika calon ibu mengalami asupan gizi kurang sejak remaja ia berisiko
punya anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus
berputar.

“Siklusnya
dimulai sejak remaja putri. Maka masalah stunting harus jadi awareness sejak
remaja agar mereka menjaga asupan gizinya, karena ia adalah calon orang tua,”
katanya dalam webinar Saatnya Remaja Cegah Stunting, Rabu (26/8).

Data
Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen
remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus. Global Health
survei 2015 menunjukkan, penyebabnya antara lain remaja jarang sarapan, 93
persen kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di
Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting. Remaja
belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat
terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu.

Baca Juga :  Cegah Depresi dengan Rajin Berolahraga

Pengamat
kesehatan dr Reisa Broto Asmoro menilai penting agar sekolah memasukkan materi
edukasi stunting dan gizi ke dalam kurikulum. Materi itu bisa diselipkan dalam
materi saat remaja belajar tentang fase reproduksi. Sebab remaja adalah cikal
bakal yang akan memulai kehidupan keluarga di masa depan.

“Indonesia
darurat stunting. Kita butuh gerakan yang nyata, yang bisa mengubah kondisi
ini. Kondisi anak sudah stunting tidak bisa berubah, yang penting bagaimana
kita harus menyelamatkan generasi setelahnya,” ujar dr. Reisa.

Menurut
dr Reisa, saat ini tidak ada ilmu parenting di sekolah. Oleh karena itu, kata
dia, sudah seharusnya pemerintah memasukan ilmu ini di masa remaja yang sedang
ingin tahu segala sesuatu, apalagi di masa pubertas. Kalau tidak punya
pengetahuan, mereka nggak akan siap saat harus merawat anak.

Baca Juga :  Ini 4 Kiat Mencegah Kanker Paru Untuk Perokok Pasif

“Edukasi
di usia remaja, sejak usia 10-19 tahun adalah masa krusial. Harus tepat
informasinya. Apalagi Indonesia kebanyakan mitosnya yang belum tentu benar tapi
lebih dipercaya. Takutnya info yang kurang tepat akan mereka bawa terus sampai
nanti punya anak,” tambah dr. Reisa.

“Kalau
masa remaja enggak dapat ilmu, akan sulit untuk membangun keluarga berkualitas.
Indonesia adalah negara emergency terhadap stunting. Kita harus mulai berubah.
Stunting adalah kondisi yang enggak bisa balik lagi. Makanya selamatkan
generasi setelahnya,” tambahnya.

Dokter
Reisa juga menyinggung isu pernikahan dini menjadi penyebab tertinggi
terjadinya gangguan anak dan kesehatan keluarga. Baik kesehatan fisik ataupun
kesehatan mental dalam keluarga. Kalau perempuan belum siap menikah dan hamil,
maka akan banyak dampaknya.

“Kalau
enggak siap dan belum matang, bisa timbul stres dan depresi. Kondisi itu sangat
erat dengan risiko bayi lahir stunting. Risiko menikah sebelum usia 20 tahun,
saat melahirkan bisa timbulnya perdarahan, keguguran, preeklamsia. Risikonya
bisa meningkat 2-5 kali lipat,” jelasnya.

“Lalu
bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Dan ini berkaitan dengan
stunting. Maka penting untuk mengintervensi gizi remaja dan mengedukasi mereka
agar punya persiapan sebelum akhirnya menjadi orang tua nantinya,” tandas dr
Reisa.

Stunting
adalah anak balita tubuh kerdil yang menjadi permasalahan di tanah air. Upaya
menurunkan angka stunting terus digenjot dengan berbagai program seperti pola
asuh, pola makan, dan sanitasi. Anak yang sudah terlanjur stunting, tak bisa
untuk diperbaiki lagi kondisinya. Maka yang harus diintervensi adalah
pencegahan di masa depan. Dan, remaja dianggap sebagai pelopor yang mampu
melakukannya.

Sebab
remaja adalah calon ibu yang akan mengalami fase kehamilan, melahirkan, dan
mengasuh buah hatinya. Remaja harus mulai diedukasi sebelum hingga akhirnya
memasuki fase pernikahan.

Mengapa
remaja dilibatkan? Menurut Program Advocacy and Communications Manager Tanoto
Foundation Indiana Basitha, banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk
orang tua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal stunting adalah sebuah
siklus. Jika calon ibu mengalami asupan gizi kurang sejak remaja ia berisiko
punya anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus
berputar.

“Siklusnya
dimulai sejak remaja putri. Maka masalah stunting harus jadi awareness sejak
remaja agar mereka menjaga asupan gizinya, karena ia adalah calon orang tua,”
katanya dalam webinar Saatnya Remaja Cegah Stunting, Rabu (26/8).

Data
Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen
remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus. Global Health
survei 2015 menunjukkan, penyebabnya antara lain remaja jarang sarapan, 93
persen kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di
Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting. Remaja
belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat
terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu.

Baca Juga :  Cegah Depresi dengan Rajin Berolahraga

Pengamat
kesehatan dr Reisa Broto Asmoro menilai penting agar sekolah memasukkan materi
edukasi stunting dan gizi ke dalam kurikulum. Materi itu bisa diselipkan dalam
materi saat remaja belajar tentang fase reproduksi. Sebab remaja adalah cikal
bakal yang akan memulai kehidupan keluarga di masa depan.

“Indonesia
darurat stunting. Kita butuh gerakan yang nyata, yang bisa mengubah kondisi
ini. Kondisi anak sudah stunting tidak bisa berubah, yang penting bagaimana
kita harus menyelamatkan generasi setelahnya,” ujar dr. Reisa.

Menurut
dr Reisa, saat ini tidak ada ilmu parenting di sekolah. Oleh karena itu, kata
dia, sudah seharusnya pemerintah memasukan ilmu ini di masa remaja yang sedang
ingin tahu segala sesuatu, apalagi di masa pubertas. Kalau tidak punya
pengetahuan, mereka nggak akan siap saat harus merawat anak.

Baca Juga :  Ini 4 Kiat Mencegah Kanker Paru Untuk Perokok Pasif

“Edukasi
di usia remaja, sejak usia 10-19 tahun adalah masa krusial. Harus tepat
informasinya. Apalagi Indonesia kebanyakan mitosnya yang belum tentu benar tapi
lebih dipercaya. Takutnya info yang kurang tepat akan mereka bawa terus sampai
nanti punya anak,” tambah dr. Reisa.

“Kalau
masa remaja enggak dapat ilmu, akan sulit untuk membangun keluarga berkualitas.
Indonesia adalah negara emergency terhadap stunting. Kita harus mulai berubah.
Stunting adalah kondisi yang enggak bisa balik lagi. Makanya selamatkan
generasi setelahnya,” tambahnya.

Dokter
Reisa juga menyinggung isu pernikahan dini menjadi penyebab tertinggi
terjadinya gangguan anak dan kesehatan keluarga. Baik kesehatan fisik ataupun
kesehatan mental dalam keluarga. Kalau perempuan belum siap menikah dan hamil,
maka akan banyak dampaknya.

“Kalau
enggak siap dan belum matang, bisa timbul stres dan depresi. Kondisi itu sangat
erat dengan risiko bayi lahir stunting. Risiko menikah sebelum usia 20 tahun,
saat melahirkan bisa timbulnya perdarahan, keguguran, preeklamsia. Risikonya
bisa meningkat 2-5 kali lipat,” jelasnya.

“Lalu
bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Dan ini berkaitan dengan
stunting. Maka penting untuk mengintervensi gizi remaja dan mengedukasi mereka
agar punya persiapan sebelum akhirnya menjadi orang tua nantinya,” tandas dr
Reisa.

Terpopuler

Artikel Terbaru