26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Orang Tua Wajib Kenali Gejala Gangguan Mental Pada Anak

Peliknya
atau kompleksnya masalah tiap keluarga tak jarang berefek pada kesehatan mental
anak. Jika anak sudah mengalami gangguan kesehatan mental, gejalanya lebih
sulit tak terdeteksi atau tak terlihat seperti penyakit lain pada umumnya.

Dalam
kampanye #HaloTalks: Gangguan Mental pada Anak, Musuh yang Tak Terlihat, tren
kesehatan mental remaja saat ini rentan mengalami masalah. Di Indonesia, hasil
Riskesdas 2018 menemukan bahwa prevalensi gangguan mental emosional remaja usia
di atas 15 tahun meningkat menjadi 9,8 persen dari yang sebelumnya 6 persen di
tahun 2013.

Organisasi
kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat 15 persen anak remaja di negara berkembang
berpikiran untuk bunuh diri, di mana bunuh diri merupakan penyebab kematian
terbesar ketiga di dunia bagi kelompok anak usia 15-19 tahun.

“Kami
percaya bahwa melindungi hak anak, termasuk dalam menjaga kesehatan mental
mereka merupakan kunci keberhasilan untuk menciptakan generasi penerus bangsa
yang berkualitas. Kami mengajak lebih banyak orang tua untuk semakin memahami
pentingnya menjaga kesehatan mental pada anak sebagaimana mereka menjaga
kesehatan fisik buah hati,” kata VP Marketing Halodoc Felicia Kawilarang.

Baca Juga :  Hari Rabies Sedunia: Dijilat, Manusia Bisa Tertular Rabies

Psikolog
Anak Annelia Sari Sani menambahkan peranan kesehatan mental pada anak untuk
menunjang kehidupan mereka saat dewasa. Gangguan mental pada usia anak hingga
remaja dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka termasuk menyebabkan
masalah pada perilaku, gangguan emosional dan sosial, gangguan perkembangan dan
belajar, gangguan perilaku makan dan kesehatan, hingga gangguan relasi dengan
orang tua.

“Tidak
seperti gangguan kesehatan lainnya, tanda-tanda gangguan kesehatan mental,
terlebih pada anak, cenderung sulit untuk dilihat,” jelasnya.

Sehingga,
kata Annelia, penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan
perilaku anak dan memberikan penanganan sejak dini, guna meminimalisasi risiko
jangka panjang saat anak tumbuh dewasa

Sayangnya,
masih banyak stigma negatif yang kerap diterima oleh penderita gangguan mental
di Indonesia.

Baca Juga :  Ajarkan Anak Pola Makan Seimbang dengan ‘Isi Piringku’

Co-founder
Ubah Stigma Asaelia Aleeza mengajak masyarakat meningkatkan kesadaran mengenai
kesehatan mental untuk melawan stigma terhadap isu kesehatan mental. Sebab pada
anak muda yang mengalami gangguan mental, stigma yang paling sering ditemui
adalah rasa malu dan bingung.

“Mereka
malu mengakui bahwa memiliki gejala-gejala gangguan mental serta tidak memahami
solusi alternatif yang mereka miliki. Sehingga, saya percaya bahwa dengan
membuka komunikasi dua arah secara lebih intensif dengan orang tua, maka
penanganan gangguan kesehatan mental dapat dilakukan sejak dini,” tandas
Asaelia.

Peliknya
atau kompleksnya masalah tiap keluarga tak jarang berefek pada kesehatan mental
anak. Jika anak sudah mengalami gangguan kesehatan mental, gejalanya lebih
sulit tak terdeteksi atau tak terlihat seperti penyakit lain pada umumnya.

Dalam
kampanye #HaloTalks: Gangguan Mental pada Anak, Musuh yang Tak Terlihat, tren
kesehatan mental remaja saat ini rentan mengalami masalah. Di Indonesia, hasil
Riskesdas 2018 menemukan bahwa prevalensi gangguan mental emosional remaja usia
di atas 15 tahun meningkat menjadi 9,8 persen dari yang sebelumnya 6 persen di
tahun 2013.

Organisasi
kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat 15 persen anak remaja di negara berkembang
berpikiran untuk bunuh diri, di mana bunuh diri merupakan penyebab kematian
terbesar ketiga di dunia bagi kelompok anak usia 15-19 tahun.

“Kami
percaya bahwa melindungi hak anak, termasuk dalam menjaga kesehatan mental
mereka merupakan kunci keberhasilan untuk menciptakan generasi penerus bangsa
yang berkualitas. Kami mengajak lebih banyak orang tua untuk semakin memahami
pentingnya menjaga kesehatan mental pada anak sebagaimana mereka menjaga
kesehatan fisik buah hati,” kata VP Marketing Halodoc Felicia Kawilarang.

Baca Juga :  Hari Rabies Sedunia: Dijilat, Manusia Bisa Tertular Rabies

Psikolog
Anak Annelia Sari Sani menambahkan peranan kesehatan mental pada anak untuk
menunjang kehidupan mereka saat dewasa. Gangguan mental pada usia anak hingga
remaja dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka termasuk menyebabkan
masalah pada perilaku, gangguan emosional dan sosial, gangguan perkembangan dan
belajar, gangguan perilaku makan dan kesehatan, hingga gangguan relasi dengan
orang tua.

“Tidak
seperti gangguan kesehatan lainnya, tanda-tanda gangguan kesehatan mental,
terlebih pada anak, cenderung sulit untuk dilihat,” jelasnya.

Sehingga,
kata Annelia, penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan
perilaku anak dan memberikan penanganan sejak dini, guna meminimalisasi risiko
jangka panjang saat anak tumbuh dewasa

Sayangnya,
masih banyak stigma negatif yang kerap diterima oleh penderita gangguan mental
di Indonesia.

Baca Juga :  Ajarkan Anak Pola Makan Seimbang dengan ‘Isi Piringku’

Co-founder
Ubah Stigma Asaelia Aleeza mengajak masyarakat meningkatkan kesadaran mengenai
kesehatan mental untuk melawan stigma terhadap isu kesehatan mental. Sebab pada
anak muda yang mengalami gangguan mental, stigma yang paling sering ditemui
adalah rasa malu dan bingung.

“Mereka
malu mengakui bahwa memiliki gejala-gejala gangguan mental serta tidak memahami
solusi alternatif yang mereka miliki. Sehingga, saya percaya bahwa dengan
membuka komunikasi dua arah secara lebih intensif dengan orang tua, maka
penanganan gangguan kesehatan mental dapat dilakukan sejak dini,” tandas
Asaelia.

Terpopuler

Artikel Terbaru