26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Sinar Matahari Diyakini Sanggup Bunuh Virus Korona

Sinar
ultraviolet (UV) yang dihasilkan oleh matahari diyakini dapat membantu membunuh
virus korona (Covid-19). Hal itu diungkapkan oleh tim astrofisikawan Italia.
Sekelompok ilmuwan tersebut mengatakan, bahwa dampak wabah Covid-19 di seluruh
dunia mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya seperti itu.

Seperti
halnya bentuk sinar ultraviolet UVA dan UVB yang lebih dikenal, radiasi
matahari mengandung UVC, yang memiliki panjang gelombang lebih pendek dan lebih
energik. Karena hal tersebut, radiasi UVC dari sinar matahari diyakini cukup
kuat untuk memecah bahan genetik dari virus korona. Untungnya bagi manusia sendiri,
sebagian besar UVC disaring oleh lapisan ozon.

Namun,
tim peneliti dari Institut Nasional untuk Astrofisika di Roma, yang dipimpin
oleh Dr Fabrizio Nicastro, menghitung dosis radiasi UVA dan UVB yang mampu
menyebabkan kerusakan yang sama pada coronavirus seperti ledakan setara dengan
UVC. Mereka kemudian membangun model untuk memperkirakan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membunuh virus di lebih dari 100 negara.

Dikutip
dari SCMP via AsiaOne, Selasa (16/6), hasilnya bervariasi, tetapi secara umum,
dari Januari hingga April di negara-negara dengan suhu antara 40 hingga 60
derajat utara khatulistiwa, paparan sinar UV selama antara 30 menit dan 14 jam
sehari diperlukan untuk membunuh 63 persen patogen virus Korona. Wilayah itu
meliputi banyak daerah termasuk Tiongkok, Italia, Spanyol, Inggris dan Amerika
Serikat yang juga paling terpukul oleh pandemi itu, kata tim itu dalam makalah
yang diterbitkan di situs pracetak arXiv.org pekan lalu dan belum ditinjau oleh
ilmuwan lainnya.

Baca Juga :  Vape Sebabkan Kematian di Amerika, Ini Peringatan untuk Indonesia

“Di
negara-negara utara wabah berlangsung dengan kecepatan tinggi selama puluhan
hari terlepas dari langkah-langkah penerapan menjaga jarak sosial yang diadopsi
oleh sebagian besar negara-negara ini,” kata Nicastro. Tim tersebut kemudian
menambahkan bahwa ada bukti nyata yang mendukung evolusi dan kekuatan pandemi
mungkin telah dimodulasi oleh intensitas radiasi matahari UVB dan UVA.

Para
peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan
menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah dengan suhu antara 40 dan 60
derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar
matahari untuk membunuh virus.

Daerah
termasuk Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan
Zimbabwe.

Namun,
tidak semua lokasi selatan berjalan dengan baik. Brasil telah mengalami tingkat
infeksi yang tinggi sejak Maret. “Tetapi pandemi berkembang secara efisien di
daerah-daerah di mana paparan inaktivasi virus UVB / A lebih lama dari sekitar
20 menit,” kata penelitian itu dan menambahkan bahwa itu adalah sesuatu yang
harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di seluruh dunia.

Baca Juga :  Gejala Seperti Pilek, Terlambat Deteksi Pneumonia Pada Anak Bisa Fatal

Juga,
ada tanda-tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah
meningkat karena tingkat paparan UV menurun karena perubahan musim.

“Situasinya
hampir terbalik,” kata Niscastro.

Profesor
Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, timur
Tiongkok, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun
hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid-19. Dirinya
menyebut banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau
membelokkan sinar matahari dan dapat memengaruhi pemodelan yang berarti bahwa
tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari berada tepat di atas
suatu wilayah. “Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan,”
katanya.

Beberapa
peneliti telah menyarankan bahwa perubahan aktivitas matahari dalam beberapa
bulan terakhir telah mengurangi jumlah radiasi yang menghantam Bumi, yang
mungkin telah berkontribusi pada munculnya dan penyebaran virus.

Tetapi
Li mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung spekulasi semacam itu dan bahwa
ada tanda-tanda lingkaran matahari baru akan segera dimulai. “Kami berharap
aktivitas matahari akan mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga tahun,”
katanya. (*)

Sinar
ultraviolet (UV) yang dihasilkan oleh matahari diyakini dapat membantu membunuh
virus korona (Covid-19). Hal itu diungkapkan oleh tim astrofisikawan Italia.
Sekelompok ilmuwan tersebut mengatakan, bahwa dampak wabah Covid-19 di seluruh
dunia mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya seperti itu.

Seperti
halnya bentuk sinar ultraviolet UVA dan UVB yang lebih dikenal, radiasi
matahari mengandung UVC, yang memiliki panjang gelombang lebih pendek dan lebih
energik. Karena hal tersebut, radiasi UVC dari sinar matahari diyakini cukup
kuat untuk memecah bahan genetik dari virus korona. Untungnya bagi manusia sendiri,
sebagian besar UVC disaring oleh lapisan ozon.

Namun,
tim peneliti dari Institut Nasional untuk Astrofisika di Roma, yang dipimpin
oleh Dr Fabrizio Nicastro, menghitung dosis radiasi UVA dan UVB yang mampu
menyebabkan kerusakan yang sama pada coronavirus seperti ledakan setara dengan
UVC. Mereka kemudian membangun model untuk memperkirakan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membunuh virus di lebih dari 100 negara.

Dikutip
dari SCMP via AsiaOne, Selasa (16/6), hasilnya bervariasi, tetapi secara umum,
dari Januari hingga April di negara-negara dengan suhu antara 40 hingga 60
derajat utara khatulistiwa, paparan sinar UV selama antara 30 menit dan 14 jam
sehari diperlukan untuk membunuh 63 persen patogen virus Korona. Wilayah itu
meliputi banyak daerah termasuk Tiongkok, Italia, Spanyol, Inggris dan Amerika
Serikat yang juga paling terpukul oleh pandemi itu, kata tim itu dalam makalah
yang diterbitkan di situs pracetak arXiv.org pekan lalu dan belum ditinjau oleh
ilmuwan lainnya.

Baca Juga :  Vape Sebabkan Kematian di Amerika, Ini Peringatan untuk Indonesia

“Di
negara-negara utara wabah berlangsung dengan kecepatan tinggi selama puluhan
hari terlepas dari langkah-langkah penerapan menjaga jarak sosial yang diadopsi
oleh sebagian besar negara-negara ini,” kata Nicastro. Tim tersebut kemudian
menambahkan bahwa ada bukti nyata yang mendukung evolusi dan kekuatan pandemi
mungkin telah dimodulasi oleh intensitas radiasi matahari UVB dan UVA.

Para
peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan
menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah dengan suhu antara 40 dan 60
derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar
matahari untuk membunuh virus.

Daerah
termasuk Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan
Zimbabwe.

Namun,
tidak semua lokasi selatan berjalan dengan baik. Brasil telah mengalami tingkat
infeksi yang tinggi sejak Maret. “Tetapi pandemi berkembang secara efisien di
daerah-daerah di mana paparan inaktivasi virus UVB / A lebih lama dari sekitar
20 menit,” kata penelitian itu dan menambahkan bahwa itu adalah sesuatu yang
harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di seluruh dunia.

Baca Juga :  Gejala Seperti Pilek, Terlambat Deteksi Pneumonia Pada Anak Bisa Fatal

Juga,
ada tanda-tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah
meningkat karena tingkat paparan UV menurun karena perubahan musim.

“Situasinya
hampir terbalik,” kata Niscastro.

Profesor
Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, timur
Tiongkok, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun
hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid-19. Dirinya
menyebut banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau
membelokkan sinar matahari dan dapat memengaruhi pemodelan yang berarti bahwa
tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari berada tepat di atas
suatu wilayah. “Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan,”
katanya.

Beberapa
peneliti telah menyarankan bahwa perubahan aktivitas matahari dalam beberapa
bulan terakhir telah mengurangi jumlah radiasi yang menghantam Bumi, yang
mungkin telah berkontribusi pada munculnya dan penyebaran virus.

Tetapi
Li mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung spekulasi semacam itu dan bahwa
ada tanda-tanda lingkaran matahari baru akan segera dimulai. “Kami berharap
aktivitas matahari akan mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga tahun,”
katanya. (*)

Terpopuler

Artikel Terbaru