DOKTER Spesialis
Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik
(RSA) UGM Anton Sony Wibowo menyebutkan, penyakit parosmia sebagai gejala baru
Covid-19. Parosmia adalah gejala gangguan penciuman yang membuat seseorang
merasa membau secara berbeda dari yang seharusnya.
â€Pasien dengan parosmia
mempersepsikan bau yang tidak sesuai dengan kenyataannya,†ujar Anton Sony
Wibowo seperti dilansir dari Antara di Jogjakarta, Senin (4/1).
Anton mencontohkan,
bunga mawar yang seharusnya berbau harum, tapi pasien mempersepsikan dengan bau
yang lain, seperti bau tidak enak atau bau lainnya. Persepi bau yang muncul
akibat parosmia, beragam. Hal itu berbeda dengan gangguan penciuman cacosmia
yang membuat seseorang membau tidak enak secara terus menerus.
Dosen FKKMK UGM itu
mengatakan, gejala parosmia cukup banyak dijumpai pada pasien Covid-19 di luar
negeri. Dalam beberapa penelitian di luar negeri, diketahui kemunculan parsomia
cukup banyak, yakni berkisar antara 50,3–70 persen. Sementara di Indonesia
penelitian terkait parosmia belum banyak dilakukan.
Dia menjelaskan,
parosmia dapat terjadi pada pasien Covid-19 akibat virus SARS Cov-2
mempengaruhi jalur proses penciuman seseorang. Hal tersebut bisa dari reseptor
saraf penciuman (saraf kranial 1), saraf penciuman, atau sampai dengan pusat
persepsi saraf penciuman.
â€Selain akibat virus,
kemunculan parosmia juga disebabkan oleh hal yang beragam. beberapa di
antaranya infeksi saluran pernapasan atas, cidera kepala, atau kelainan otak,
seperti tumor otak,†ujar Anton.
Lebih lajut Anton
menjelaskan, gangguan penciuman akibat infeksi virus Covid-19 tidak hanya
berupa hilangnya kemampuan membau atau anosmia yang telah muncul pada awal
pandemi dan kini parosmia. Namun, terdapat beberapa gangguan penciuman lain.
Salah satunya hyposmia berupa menurunnya kemampuan mendeteksi bau. Lalu,
cacosmia yang menjadikan seseorang secara terus menerus mencium bau yang tidak
menyenangkan.
â€Pada infeksi Covid-19 terdapat gangguan
penciuman atau yang dikenal dengan dysosmia yang bisa berupa anosmia, parosmia,
hyposmia, maupun cacosmia,†kata Anton.