30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mendagri Bahas Pilkada Bersama 9 Universitas

JAKARTA – Dalam rangka evaluasi efektivitas sistem Pilkada langsung
di Indonesia, Kemendagri mengundang secara khusus perwakilan dari sembilan
universitas, di kantor Kemendagri Jalan Merdeka Utara Nomor 7, Jakarta. Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun mendapat masukan dalam proses
diskusi, khususnya aspek pembelahan, kerentanan dan biaya politik yang mahal

Tito yang memimpin langsung
pertemuan ini mengatakan pertemuan dengan pihak universitas ini adalah
inisiatifnya. ”Ini inisiatif saya, karena aspek politik, Pilkada di 270 daerah
sangat esensial bagi demokrasi di Indonesia,” terangnya, Jumat (7/2).

Sejak 2004 hingga 2018, terang
Tito, Pilkada menghasilkan aspek positif, Pilkada langsung juga menyimpan
berbagai ekses sebaliknya, di antaranya konflik sosial berbasis identitas,
keterbelahan masyarakat dalam dua kubu yang bertentangan yang memicu kerawanan
sosial serta high cost atau berbiaya sangat tinggi. “Biaya tinggi Pilkada
secara langsung telah berpengaruh pada kualitas tata kelola kepemimpinan di
daerah,” lanjut Tito.

Dalam diskusi ini, hadir
perwakilan sembilan universitas, yang meliputi Universitas Indonesia (UI),
Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas
Andalas, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Padjadjaran, Universitas
Lambung Mangkurat, dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Baca Juga :  Perhatikan Tenaga Kesehatan Secara Merata agar Tidak Terjadi Ketimpang

”Jika ekses negatif Pilkada ini
dibiarkan terus-menerus, alam demokrasi di Indonesia dan akan timbul
benih-benih konflik sosial di masyarakat. Oleh karena itu, memang sudah
sepatutnya perlu diadakan evaluasi terhadap efektivitas dari sistem Pilkada
langsung. Namun, kami ingin evaluasi itu dilakukan secara akademis oleh pihak
independen eksternal, yakni universitas,” kata Tito dengan lugas.

Menanggapi hal tersebut, para
perwakilan universitas menyambut positif dan menghargai inisiatif pertemuan
dari Mendagri ini. ”Ini adalah kesempatan pertama kami bertemu dengan Mendagri
setelah polemik ramai rencana Mendagri mengubah Pilkada langsung,” ujar Wawan
Mas’udi dari Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Jogjakarta.

”Ada kekeliruan di masyarakat
selama ini bahwa seolah Mendagri ingin mengembalikan sistem Pilkada menjadi
tidak langsung,” ujar Wawan dalam pertemuan tersebut.

Baca Juga :  Pengamat: Zulkifli Mangkir, PAN Hancur

“Ternyata tujuan Mendagri adalah
evaluasi bersifat komprehensif tentang Pilkada langsung di Indonesia guna
mereduksi ekses negatif Pilkada serta menyesuaikan dengan kondisi perkembangan
masyarakat,” ungkap Wawan.

Sementara itu, Ferry Liando,
pengajar dari Universitas Sam Ratulangi, memaparkan bahwa universitasnya telah
berpengalaman di dalam melakukan riset Pilkada khususnya dari aspek budaya
lokal seperti yang diinginkan Mendagri.

Ditambahkannya, bila Mendagri
ingin menyesuaikan sistem Pilkada dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat daerah, itu adalah hal yang sangat patut didukung dan ide ini sangat
relevan. ”Kami sangat senang dan bersedia membantu Mendagri untuk melakukan
riset akademis untuk perbaikan Pilkada dari berbagai aspek termasuk aspek
manajemen konflik sosial,” pungkas Ferry.

Pertemuan ini berlangsung selama
sekitar 2,5 jam. Sebagai tindak lanjut pertemuan ini, pihak universitas
akhirnya sepakat untuk mengusulkan riset desain evaluasi bersifat akademis
tentang Pilkada langsung ke Kemendagri dalam rangka evaluasi komprehensif
Pilkada. (fin/ful/kpc)

JAKARTA – Dalam rangka evaluasi efektivitas sistem Pilkada langsung
di Indonesia, Kemendagri mengundang secara khusus perwakilan dari sembilan
universitas, di kantor Kemendagri Jalan Merdeka Utara Nomor 7, Jakarta. Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun mendapat masukan dalam proses
diskusi, khususnya aspek pembelahan, kerentanan dan biaya politik yang mahal

Tito yang memimpin langsung
pertemuan ini mengatakan pertemuan dengan pihak universitas ini adalah
inisiatifnya. ”Ini inisiatif saya, karena aspek politik, Pilkada di 270 daerah
sangat esensial bagi demokrasi di Indonesia,” terangnya, Jumat (7/2).

Sejak 2004 hingga 2018, terang
Tito, Pilkada menghasilkan aspek positif, Pilkada langsung juga menyimpan
berbagai ekses sebaliknya, di antaranya konflik sosial berbasis identitas,
keterbelahan masyarakat dalam dua kubu yang bertentangan yang memicu kerawanan
sosial serta high cost atau berbiaya sangat tinggi. “Biaya tinggi Pilkada
secara langsung telah berpengaruh pada kualitas tata kelola kepemimpinan di
daerah,” lanjut Tito.

Dalam diskusi ini, hadir
perwakilan sembilan universitas, yang meliputi Universitas Indonesia (UI),
Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas
Andalas, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Padjadjaran, Universitas
Lambung Mangkurat, dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Baca Juga :  Perhatikan Tenaga Kesehatan Secara Merata agar Tidak Terjadi Ketimpang

”Jika ekses negatif Pilkada ini
dibiarkan terus-menerus, alam demokrasi di Indonesia dan akan timbul
benih-benih konflik sosial di masyarakat. Oleh karena itu, memang sudah
sepatutnya perlu diadakan evaluasi terhadap efektivitas dari sistem Pilkada
langsung. Namun, kami ingin evaluasi itu dilakukan secara akademis oleh pihak
independen eksternal, yakni universitas,” kata Tito dengan lugas.

Menanggapi hal tersebut, para
perwakilan universitas menyambut positif dan menghargai inisiatif pertemuan
dari Mendagri ini. ”Ini adalah kesempatan pertama kami bertemu dengan Mendagri
setelah polemik ramai rencana Mendagri mengubah Pilkada langsung,” ujar Wawan
Mas’udi dari Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Jogjakarta.

”Ada kekeliruan di masyarakat
selama ini bahwa seolah Mendagri ingin mengembalikan sistem Pilkada menjadi
tidak langsung,” ujar Wawan dalam pertemuan tersebut.

Baca Juga :  Pengamat: Zulkifli Mangkir, PAN Hancur

“Ternyata tujuan Mendagri adalah
evaluasi bersifat komprehensif tentang Pilkada langsung di Indonesia guna
mereduksi ekses negatif Pilkada serta menyesuaikan dengan kondisi perkembangan
masyarakat,” ungkap Wawan.

Sementara itu, Ferry Liando,
pengajar dari Universitas Sam Ratulangi, memaparkan bahwa universitasnya telah
berpengalaman di dalam melakukan riset Pilkada khususnya dari aspek budaya
lokal seperti yang diinginkan Mendagri.

Ditambahkannya, bila Mendagri
ingin menyesuaikan sistem Pilkada dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat daerah, itu adalah hal yang sangat patut didukung dan ide ini sangat
relevan. ”Kami sangat senang dan bersedia membantu Mendagri untuk melakukan
riset akademis untuk perbaikan Pilkada dari berbagai aspek termasuk aspek
manajemen konflik sosial,” pungkas Ferry.

Pertemuan ini berlangsung selama
sekitar 2,5 jam. Sebagai tindak lanjut pertemuan ini, pihak universitas
akhirnya sepakat untuk mengusulkan riset desain evaluasi bersifat akademis
tentang Pilkada langsung ke Kemendagri dalam rangka evaluasi komprehensif
Pilkada. (fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru