31.8 C
Jakarta
Monday, April 14, 2025

LPS Klarifikasi Ada 8 Bank Berpotensi Gagal

JAKARTA – Di tengah wabah Virus Corona saat ini, tiba-tiba muncul
kabar ada delapan bank mengalami masalah (gagal). Kemungkinan bank gagal ini
disebut terjadi jika situasi ekonomi semakin memburuk atau mengalami kontraksi.

Kontraksi ekonomi ini berarti
pertumbuhan ekonomi minus alias di bawah nol persen. Skenario kontraksi ini
sempat disampaikan beberapa pejabat negara.

Industri perbankan termasuk yang
mengalami tekanan hebat dan kuat dari dampak ekonomi wabah virus corona ini.
Risiko likuiditas, risiko kredit macet, dan risiko pembiayaan menjadi isu
krusial industri perbankan saat ini.

Namun, Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) menjamin secara umum kondisi perbankan masih stabil di tengah penyebaran
virus corona. Hal ini terlihat dari beberapa indikator industri perbankan per
Februari 2020.

Sekretaris LPS Muhammad Yusron
mengatakan pihaknya mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang menyebut delapan
bank berpotensi gagal.

“Sehubungan dengan munculnya
berita-berita terdapat delapan bank yang berpotensi gagal, kami ingin
menegaskan bahwa berita tersebut tidak benar,” katanya dalam keterangan tulis
di Jakarta, Jumat (10/4).

Yusron merinci, beberapa
indikator kestabilan industri perbankan per Februari 2020, di antaranya,
tingkat permodalan perbankan mencapai 22,27 persen dan kondisi likuiditas
relatif cukup dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 91,76 persen.

“Beberapa bank memiliki LDR lebih
rendah, terutama BUKU I dan BUKU II yang berada level 81 persen hingga 82
persen,” ujar Yusron.

Indikator lainnya risiko kredit
bermasalah (NPL gross) terpantau stabil level 2,79 persen dengan ROA 2,46
persen. Selain itu, simpanan juga masih menunjukkan pertumbuhan year on year
(yoy) sebesar 9,79 persen dan tren rata-rata suku bunga simpanan industri
perbankan yang masih turun menjadi 5,50 persen.

“LPS secara berkala membuat
skenario yang bertujuan menguji kecukupan dana LPS dalam melaksanakan fungsinya
menjamin simpanan nasabah dan resolusi bank,” kata Yusron.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Enam Komoditas Alami Kenaikan Harga, Ini Rinciannya

Sementara itu, kinerja
intermediasi lembaga jasa keuangan Februari 2020 bergerak sejalan dengan
perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik.

Data OJK juga menunjukkan kredit
perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,93% yoy, ditopang oleh kredit
investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,29% yoy. Piutang
pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,82% yoy.

Di tengah pertumbuhan
intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terjaga dengan rasio
NPL gross sebesar 2,79% (NPL net: 1,00%) dan Rasio NPF sebesar 2,66%.

Dari sisi penghimpunan dana, Dana
Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari
pertumbuhan kredit. Selain itu, sepanjang Februari 2020, industri asuransi
berhasil menghimpun premi sebesar Rp46,5 triliun dan tumbuh sebesar 4,73% yoy.

Risiko nilai tukar perbankan
berada pada level yang rendah pada Februari 2020, dengan rasio Posisi Devisa
Neto (PDN) sebesar 2,35%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Likuiditas dan permodalan
perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio
alat likuid/non-core deposit masingmasing sebesar 212,30% dan 108,12%, jauh di
atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.

Permodalan lembaga jasa keuangan
terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar
22,42%.

Pada situasi normal skenario yang
digunakan LPS adalah menangani satu bank kecil, satu bank menengah besar, dan
lima BPR. Dalam situasi tidak normal, kemampuan pendanaan LPS dewasa ini mampu
menangani empat sampai lima bank kecil dan sebagian bank menengah.

Hal pendanaan LPS tidak mencukupi
berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf b jo Pasal 24 ayat (1) Perpu Nomor 1 Tahun
2020, LPS dapat melakukan/menerima penjualan/repo SBN yang dimiliki LPS kepada
Bank Indonesia, penerbitan surat utang, pinjaman kepada pihak lain, dan/atau
pinjaman kepada pemerintah.

Baca Juga :  Ciamik! BRI Raih Penghargaan Best Wealth Management Bank in Indonesia

Ekonom Institute for Development
of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistiran Adhinegara menambahkan, saat
ini masalah yang dihadapi industri perbankan terkait penangguhan cicilan
kredit. Sebab, teknis di lapangan dengan pernyataan pemerintah banyak yang
tidak sinkron.

“Wajar debitur dan manajer bank
atau leasing juga kebingungan. Selain itu, dalam kondisi seperti sekarang,
harusnya OJK bebaskan semua iuran bagi bank yang tertekan,” ucapnya.

Bhima pun menyoroti beberapa
indikator industri perbankan yang harus diwaspadai, seperti penurunan
pertumbuhan kredit bergerak sangat cepat. Per Februari 2020, pertumbuhan kredit
total tercatat 5,5 persen. Adapun tingkat pertumbuhan kredit konsumsi anjlok
cukup dalam sebesar 6,1 persen.

Dari sisi kredit investasi juga
mulai melandai ke level 10 persen dan kredit modal kerja turun tajam ke level
2,6 persen secara yoy. Artinya, beragam indikator perbankan tersebut
menunjukkan adanya pelemahan tajam dibanding 2019.

Per Februari 2019, pertumbuhan
kredit sebesar 12 persen yoy dan kredit investasi kala itu masih cukup positif
sebesar 13,4 persen dan kredit konsumsi tumbuh 9,5 persen.

Jika melihat dari sisi perbankan,
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk akan merevisi target pertumbuhan kredit yang
sebelumnya sebesar delapan persen hingga 10 persen. Adapun revisi tersebut akan
masuk ke dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) pada tahun ini.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke
Tumilaar mengatakan, perseroan akan merevisi kredit seiring dengan kondisi
pertumbuhan ekonomi akibat virus korona. “Kalau pertumbuhan kredit tentu kami
akan revisi ke depan. Kami melihat kondisi saat ini,” ujarnya.

JAKARTA – Di tengah wabah Virus Corona saat ini, tiba-tiba muncul
kabar ada delapan bank mengalami masalah (gagal). Kemungkinan bank gagal ini
disebut terjadi jika situasi ekonomi semakin memburuk atau mengalami kontraksi.

Kontraksi ekonomi ini berarti
pertumbuhan ekonomi minus alias di bawah nol persen. Skenario kontraksi ini
sempat disampaikan beberapa pejabat negara.

Industri perbankan termasuk yang
mengalami tekanan hebat dan kuat dari dampak ekonomi wabah virus corona ini.
Risiko likuiditas, risiko kredit macet, dan risiko pembiayaan menjadi isu
krusial industri perbankan saat ini.

Namun, Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) menjamin secara umum kondisi perbankan masih stabil di tengah penyebaran
virus corona. Hal ini terlihat dari beberapa indikator industri perbankan per
Februari 2020.

Sekretaris LPS Muhammad Yusron
mengatakan pihaknya mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang menyebut delapan
bank berpotensi gagal.

“Sehubungan dengan munculnya
berita-berita terdapat delapan bank yang berpotensi gagal, kami ingin
menegaskan bahwa berita tersebut tidak benar,” katanya dalam keterangan tulis
di Jakarta, Jumat (10/4).

Yusron merinci, beberapa
indikator kestabilan industri perbankan per Februari 2020, di antaranya,
tingkat permodalan perbankan mencapai 22,27 persen dan kondisi likuiditas
relatif cukup dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 91,76 persen.

“Beberapa bank memiliki LDR lebih
rendah, terutama BUKU I dan BUKU II yang berada level 81 persen hingga 82
persen,” ujar Yusron.

Indikator lainnya risiko kredit
bermasalah (NPL gross) terpantau stabil level 2,79 persen dengan ROA 2,46
persen. Selain itu, simpanan juga masih menunjukkan pertumbuhan year on year
(yoy) sebesar 9,79 persen dan tren rata-rata suku bunga simpanan industri
perbankan yang masih turun menjadi 5,50 persen.

“LPS secara berkala membuat
skenario yang bertujuan menguji kecukupan dana LPS dalam melaksanakan fungsinya
menjamin simpanan nasabah dan resolusi bank,” kata Yusron.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Enam Komoditas Alami Kenaikan Harga, Ini Rinciannya

Sementara itu, kinerja
intermediasi lembaga jasa keuangan Februari 2020 bergerak sejalan dengan
perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik.

Data OJK juga menunjukkan kredit
perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,93% yoy, ditopang oleh kredit
investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,29% yoy. Piutang
pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,82% yoy.

Di tengah pertumbuhan
intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terjaga dengan rasio
NPL gross sebesar 2,79% (NPL net: 1,00%) dan Rasio NPF sebesar 2,66%.

Dari sisi penghimpunan dana, Dana
Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari
pertumbuhan kredit. Selain itu, sepanjang Februari 2020, industri asuransi
berhasil menghimpun premi sebesar Rp46,5 triliun dan tumbuh sebesar 4,73% yoy.

Risiko nilai tukar perbankan
berada pada level yang rendah pada Februari 2020, dengan rasio Posisi Devisa
Neto (PDN) sebesar 2,35%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Likuiditas dan permodalan
perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio
alat likuid/non-core deposit masingmasing sebesar 212,30% dan 108,12%, jauh di
atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.

Permodalan lembaga jasa keuangan
terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar
22,42%.

Pada situasi normal skenario yang
digunakan LPS adalah menangani satu bank kecil, satu bank menengah besar, dan
lima BPR. Dalam situasi tidak normal, kemampuan pendanaan LPS dewasa ini mampu
menangani empat sampai lima bank kecil dan sebagian bank menengah.

Hal pendanaan LPS tidak mencukupi
berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf b jo Pasal 24 ayat (1) Perpu Nomor 1 Tahun
2020, LPS dapat melakukan/menerima penjualan/repo SBN yang dimiliki LPS kepada
Bank Indonesia, penerbitan surat utang, pinjaman kepada pihak lain, dan/atau
pinjaman kepada pemerintah.

Baca Juga :  Ciamik! BRI Raih Penghargaan Best Wealth Management Bank in Indonesia

Ekonom Institute for Development
of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistiran Adhinegara menambahkan, saat
ini masalah yang dihadapi industri perbankan terkait penangguhan cicilan
kredit. Sebab, teknis di lapangan dengan pernyataan pemerintah banyak yang
tidak sinkron.

“Wajar debitur dan manajer bank
atau leasing juga kebingungan. Selain itu, dalam kondisi seperti sekarang,
harusnya OJK bebaskan semua iuran bagi bank yang tertekan,” ucapnya.

Bhima pun menyoroti beberapa
indikator industri perbankan yang harus diwaspadai, seperti penurunan
pertumbuhan kredit bergerak sangat cepat. Per Februari 2020, pertumbuhan kredit
total tercatat 5,5 persen. Adapun tingkat pertumbuhan kredit konsumsi anjlok
cukup dalam sebesar 6,1 persen.

Dari sisi kredit investasi juga
mulai melandai ke level 10 persen dan kredit modal kerja turun tajam ke level
2,6 persen secara yoy. Artinya, beragam indikator perbankan tersebut
menunjukkan adanya pelemahan tajam dibanding 2019.

Per Februari 2019, pertumbuhan
kredit sebesar 12 persen yoy dan kredit investasi kala itu masih cukup positif
sebesar 13,4 persen dan kredit konsumsi tumbuh 9,5 persen.

Jika melihat dari sisi perbankan,
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk akan merevisi target pertumbuhan kredit yang
sebelumnya sebesar delapan persen hingga 10 persen. Adapun revisi tersebut akan
masuk ke dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) pada tahun ini.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke
Tumilaar mengatakan, perseroan akan merevisi kredit seiring dengan kondisi
pertumbuhan ekonomi akibat virus korona. “Kalau pertumbuhan kredit tentu kami
akan revisi ke depan. Kami melihat kondisi saat ini,” ujarnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru