26.6 C
Jakarta
Friday, April 11, 2025

Sakit Sekujur Tubuh, Anak Putus Sekolah, Suami Kerja Tak Tentu, Rosi Sempat Terpikir Akhiri Hidup

Sayangnya, kisah sedih Rosi terungkap setelah pemilu. Andaikan kemarin, mungkin ada caleg atau parpol yang akan mengunjungi dan membantunya.

****
PEREMPUAN 44 tahun itu duduk menyandar ke dinding kayu yang lapuk. Bedakan berukuran 3×3 meter itu dihimpit kawasan permukiman padat.

Lokasinya di Jalan Kelayan A Gang Seroja RT 2, Banjarmasin Selatan.

Kontrakan ini hanya memiliki satu kamar dan ruang tamu sekaligus dapur. Berdampingan dengan toilet.

Perabotan yang berantakan membuat hunian itu kian terasa pengap. Di sinilah Rosi tinggal…

Ketika bercerita, wajahnya tampak menahan perih. Sesekali dia menggigit bagian bawah bibirnya.

“Sakitnya menjadi-jadi. Di bagian sini dan sini,” ujarnya sambil menunjuk ke arah perut sampai bawah.

Sakit yang dialami Rosi bermula pada tahun 2005 silam. Kala itu, kebakaran besar melanda Gang Papadaan di Jalan Kelayan A.

Api tidak hanya melumat rumah Rosi, namun juga membakar hampir sekujur tubuhnya. Akibatnya, kedua lengannya cacat permanen.

Kulit lengan atas dan bawah menyatu. Jari-jarinya kiri juga sulit digerakkan.

Usai musibah, Rosi hendak menjalani operasi. Setidaknya agar kedua tangannya bisa bergerak bebas. Tapi diurungkan karena masalah biaya.

Sejak itu, Rosi tak pernah absen mengonsumsi obat-obatan. Salah satunya obat pereda nyeri. Akhirnya, Rosi lebih banyak berdiam diri dan tak mampu lagi bekerja.

“Saya juga pindah-pindah kontrakan. Kalau dihitung, bedakan ini tempat keempat,” ungkapnya.

“Sebelum di sini, pernah tidur di jalan bersama kedua anak saya. Diusir pemilik rumah karena tidak mampu membayar uang sewa,” tuturnya.

Ketika dikunjungi Radar Banjarmasin pada Senin (19/2) siang, untuk memasang kerudung saja dia harus dibantu putranya.

Untuk memenuhi kebutuhan, Rosi bertumpu pada gaji sang suami, Arbain. Nominalnya tak menentu. Karena suaminya hanya pekerja serabutan dan kerap berpindah-pindah tempat.

“Ia baru pulang kalau sudah dapat upah. Terakhir pulang sepekan yang lalu,” ujarnya.

Bila suaminya tak bisa pulang, biasanya uang hanya dikirimkan.

“Terkadang Rp200 ribu, Rp300 ribu, atau Rp500 ribu bila penghasilan sedang banyak. Tapi awam selalu ada (tidak rutin),” tambahnya.

Melihat kondisinya, Arbain pernah berniat untuk berhenti kerja agar bisa merawatnya di rumah.

Baca Juga :  Depresi Ditinggal Istri, Pria 35 Tahun Nekat Gantung Diri

Namun, Rosi melarangnya, “Tidak saya izinkan. Bila ia tidak bekerja, siapa lagi yang akan mencari nafkah?”

Sebelum kebakaran itu, Rosi bekerja sebagai buruh di gudang rotan.

Bertahun-tahun setelah musibah kebakaran, ia dipertemukan dengan suaminya. Lelaki asal Manarap, Banjar.

Pria yang menurutnya teramat tulus. Mau menerima kekurangannya. Keduanya pun menikah dan dikaruniai dua anak.

Anak pertama laki-laki, namanya Rafi Ahmad, usianya 13 tahun. Anak kedua perempuan, namanya Klarisa, 6 tahun. Keduanya setia menemani hari-hari Rosi yang berat.

“Si sulung tidak mau sekolah lagi. Katanya ingin menjaga saya saja. Ia berhenti saat naik kelas V (di SDN Murung Raya 1). Rapornya masih ada,” ujarnya.

Sedangkan putrinya, punya keinginan besar untuk bersekolah. Namun terbentur masalah biaya.

“Karena kalau mau sekolah, tentu perlu membeli seragam, sepatu dan buku.”

Sementara penghasilan ayahnya hanya cukup untuk menutup biaya sewa bedakan, makan sehari-hari, dan menebus obat-obatan Rosi.

“Rasanya sudah tidak terhitung lagi berapa banyak saya mengonsumsi obat. Mungkin ribuan butir,” keluhnya.

“Terus terang, obat-obatan dari rumah sakit dan apotek itu rasanya tidak mempan lagi. Saya lebih banyak membeli obat-obatan Cina. Rasa nyerinya sedikit berkurang,” kisahnya.

Apakah Rosi pernah mendapat bantuan dari Pemko Banjarmasin?

Dia terdaftar sebagai salah satu penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Namun, masih jauh dari cukup. Dan PKH baru bisa dicairkan per dua bulan sekali.

Apalagi rasa nyerinya sudah menjalar ke area kewanitaan Rosi. Ada daging berlebih yang tumbuh di situ.

“Gatal dan perih sekali. Apalagi saat buang air kecil. Berbulan-bulan sudah,” keluhnya.

Obat yang dikonsumsinya hanya mampu menahan sakit selama 30 menit. Setelah itu, rasa sakit datang lagi.

“Kalau sudah sakit, saya sampai tidak bisa bergerak selama sepekan.”

Rosi memendam keinginan besar untuk berobat dan sembuh.

“Saya tidak punya kemampuan pergi ke rumah sakit. Untuk makan sehari-hari saja sulit. Kalau ada dana, yang paling saya inginkan adalah mengobati daging yang tumbuh itu,” ungkapnya.

Baca Juga :  Jasad Buruh Penuh Darah di Semak, Kematiannya Masih Misteri

Daging tumbuh itu muncul dari luka bakarnya. Tumbuh mulai empat tahun lalu.

Saking putus asanya, bahkan Rosi pernah beberapa kali berpikir untuk gantung diri.

“Tapi karena ingat anak, niat itu saya batalkan,” tegasnya.

Rosi pasrah. Ia hanya berharap ada yang mau membantu. Entah pemerintah atau dermawan.

Dinsos Janji Kunjungi Rosi

SENIN (19/2) pagi di halaman Balai Kota di Jalan RE Martadinata, Dolly Syahbana berdiri tegak.

Kepala Dinas Sosial Banjarmasin itu kebagian giliran menjadi pembina upacara apel ASN pemko.

Dengan lantang ia membacakan Pancasila hingga sila kelima… keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pidatonya Dolly menekankan, Pemko Banjarmasin tidak akan tinggal diam melihat masyarakat kesulitan. Terutama lansia dan penyandang disabilitas.

Ia pun meminta agar ASN dan masyarakat berkolaborasi. Minimal melapor ketika ada tetangga yang membutuhkan bantuan sosial.

Apalagi sekarang sudah ada call center 112 yang aktif 24 jam.

Diwawancarai sehabis upacara, Dolly berjanji timnya bakal menyambangi rumah Rosi dan mengupayakan bantuan.

“Termasuk obat-obatan yang diperlukan,” katanya.

Soal putra Rosi yang putus sekolah, Dolly menjamin, bisa dibantu lewat program Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin, dr Tabiun Huda mengatakan, pemko telah mengakomodir jaminan kesehatan untuk 30 ribu warga miskin.

“Yang dibayarkan melalui BPJS Kesehatan dalam program Penerima Bantuan Iuran (PBI),” jelasnya.

Namun, diakui Tabiun, masih ada antrean sekitar 5.000 orang yang belum ter-cover. Maka untuk sementara ditangani melalui dana pendamping.

“Anggarannya Rp5 miliar.
Dikhususkan untuk masyarakat miskin yang tidak punya jaminan apapun,” ungkapnya.

Cara mendapatkannya, harus melewati verifikasi Dinsos.

Ditanya apakah ada batas maksimal biaya pengobatan yang disalurkan dari dana pendamping itu, Tabiun menjawab tidak ada.

“Sesuai kondisi pasien. Berapa biayanya ketika ditangani di rumah sakit, sebesar itu pula yang dibayarkan,” jelasnya.

Masyarakat yang terdaftar dalam DTKS, secara otomatis termasuk dalam penerima BPJS Kesehatan PBI.

“Dari pengobatan di puskesmas bahkan sampai rumah sakit, mereka tidak dipungut biaya. Meskipun harus menjalani operasi,” pungkasnya. (sya/jpg)

Sayangnya, kisah sedih Rosi terungkap setelah pemilu. Andaikan kemarin, mungkin ada caleg atau parpol yang akan mengunjungi dan membantunya.

****
PEREMPUAN 44 tahun itu duduk menyandar ke dinding kayu yang lapuk. Bedakan berukuran 3×3 meter itu dihimpit kawasan permukiman padat.

Lokasinya di Jalan Kelayan A Gang Seroja RT 2, Banjarmasin Selatan.

Kontrakan ini hanya memiliki satu kamar dan ruang tamu sekaligus dapur. Berdampingan dengan toilet.

Perabotan yang berantakan membuat hunian itu kian terasa pengap. Di sinilah Rosi tinggal…

Ketika bercerita, wajahnya tampak menahan perih. Sesekali dia menggigit bagian bawah bibirnya.

“Sakitnya menjadi-jadi. Di bagian sini dan sini,” ujarnya sambil menunjuk ke arah perut sampai bawah.

Sakit yang dialami Rosi bermula pada tahun 2005 silam. Kala itu, kebakaran besar melanda Gang Papadaan di Jalan Kelayan A.

Api tidak hanya melumat rumah Rosi, namun juga membakar hampir sekujur tubuhnya. Akibatnya, kedua lengannya cacat permanen.

Kulit lengan atas dan bawah menyatu. Jari-jarinya kiri juga sulit digerakkan.

Usai musibah, Rosi hendak menjalani operasi. Setidaknya agar kedua tangannya bisa bergerak bebas. Tapi diurungkan karena masalah biaya.

Sejak itu, Rosi tak pernah absen mengonsumsi obat-obatan. Salah satunya obat pereda nyeri. Akhirnya, Rosi lebih banyak berdiam diri dan tak mampu lagi bekerja.

“Saya juga pindah-pindah kontrakan. Kalau dihitung, bedakan ini tempat keempat,” ungkapnya.

“Sebelum di sini, pernah tidur di jalan bersama kedua anak saya. Diusir pemilik rumah karena tidak mampu membayar uang sewa,” tuturnya.

Ketika dikunjungi Radar Banjarmasin pada Senin (19/2) siang, untuk memasang kerudung saja dia harus dibantu putranya.

Untuk memenuhi kebutuhan, Rosi bertumpu pada gaji sang suami, Arbain. Nominalnya tak menentu. Karena suaminya hanya pekerja serabutan dan kerap berpindah-pindah tempat.

“Ia baru pulang kalau sudah dapat upah. Terakhir pulang sepekan yang lalu,” ujarnya.

Bila suaminya tak bisa pulang, biasanya uang hanya dikirimkan.

“Terkadang Rp200 ribu, Rp300 ribu, atau Rp500 ribu bila penghasilan sedang banyak. Tapi awam selalu ada (tidak rutin),” tambahnya.

Melihat kondisinya, Arbain pernah berniat untuk berhenti kerja agar bisa merawatnya di rumah.

Baca Juga :  Depresi Ditinggal Istri, Pria 35 Tahun Nekat Gantung Diri

Namun, Rosi melarangnya, “Tidak saya izinkan. Bila ia tidak bekerja, siapa lagi yang akan mencari nafkah?”

Sebelum kebakaran itu, Rosi bekerja sebagai buruh di gudang rotan.

Bertahun-tahun setelah musibah kebakaran, ia dipertemukan dengan suaminya. Lelaki asal Manarap, Banjar.

Pria yang menurutnya teramat tulus. Mau menerima kekurangannya. Keduanya pun menikah dan dikaruniai dua anak.

Anak pertama laki-laki, namanya Rafi Ahmad, usianya 13 tahun. Anak kedua perempuan, namanya Klarisa, 6 tahun. Keduanya setia menemani hari-hari Rosi yang berat.

“Si sulung tidak mau sekolah lagi. Katanya ingin menjaga saya saja. Ia berhenti saat naik kelas V (di SDN Murung Raya 1). Rapornya masih ada,” ujarnya.

Sedangkan putrinya, punya keinginan besar untuk bersekolah. Namun terbentur masalah biaya.

“Karena kalau mau sekolah, tentu perlu membeli seragam, sepatu dan buku.”

Sementara penghasilan ayahnya hanya cukup untuk menutup biaya sewa bedakan, makan sehari-hari, dan menebus obat-obatan Rosi.

“Rasanya sudah tidak terhitung lagi berapa banyak saya mengonsumsi obat. Mungkin ribuan butir,” keluhnya.

“Terus terang, obat-obatan dari rumah sakit dan apotek itu rasanya tidak mempan lagi. Saya lebih banyak membeli obat-obatan Cina. Rasa nyerinya sedikit berkurang,” kisahnya.

Apakah Rosi pernah mendapat bantuan dari Pemko Banjarmasin?

Dia terdaftar sebagai salah satu penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Namun, masih jauh dari cukup. Dan PKH baru bisa dicairkan per dua bulan sekali.

Apalagi rasa nyerinya sudah menjalar ke area kewanitaan Rosi. Ada daging berlebih yang tumbuh di situ.

“Gatal dan perih sekali. Apalagi saat buang air kecil. Berbulan-bulan sudah,” keluhnya.

Obat yang dikonsumsinya hanya mampu menahan sakit selama 30 menit. Setelah itu, rasa sakit datang lagi.

“Kalau sudah sakit, saya sampai tidak bisa bergerak selama sepekan.”

Rosi memendam keinginan besar untuk berobat dan sembuh.

“Saya tidak punya kemampuan pergi ke rumah sakit. Untuk makan sehari-hari saja sulit. Kalau ada dana, yang paling saya inginkan adalah mengobati daging yang tumbuh itu,” ungkapnya.

Baca Juga :  Jasad Buruh Penuh Darah di Semak, Kematiannya Masih Misteri

Daging tumbuh itu muncul dari luka bakarnya. Tumbuh mulai empat tahun lalu.

Saking putus asanya, bahkan Rosi pernah beberapa kali berpikir untuk gantung diri.

“Tapi karena ingat anak, niat itu saya batalkan,” tegasnya.

Rosi pasrah. Ia hanya berharap ada yang mau membantu. Entah pemerintah atau dermawan.

Dinsos Janji Kunjungi Rosi

SENIN (19/2) pagi di halaman Balai Kota di Jalan RE Martadinata, Dolly Syahbana berdiri tegak.

Kepala Dinas Sosial Banjarmasin itu kebagian giliran menjadi pembina upacara apel ASN pemko.

Dengan lantang ia membacakan Pancasila hingga sila kelima… keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pidatonya Dolly menekankan, Pemko Banjarmasin tidak akan tinggal diam melihat masyarakat kesulitan. Terutama lansia dan penyandang disabilitas.

Ia pun meminta agar ASN dan masyarakat berkolaborasi. Minimal melapor ketika ada tetangga yang membutuhkan bantuan sosial.

Apalagi sekarang sudah ada call center 112 yang aktif 24 jam.

Diwawancarai sehabis upacara, Dolly berjanji timnya bakal menyambangi rumah Rosi dan mengupayakan bantuan.

“Termasuk obat-obatan yang diperlukan,” katanya.

Soal putra Rosi yang putus sekolah, Dolly menjamin, bisa dibantu lewat program Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin, dr Tabiun Huda mengatakan, pemko telah mengakomodir jaminan kesehatan untuk 30 ribu warga miskin.

“Yang dibayarkan melalui BPJS Kesehatan dalam program Penerima Bantuan Iuran (PBI),” jelasnya.

Namun, diakui Tabiun, masih ada antrean sekitar 5.000 orang yang belum ter-cover. Maka untuk sementara ditangani melalui dana pendamping.

“Anggarannya Rp5 miliar.
Dikhususkan untuk masyarakat miskin yang tidak punya jaminan apapun,” ungkapnya.

Cara mendapatkannya, harus melewati verifikasi Dinsos.

Ditanya apakah ada batas maksimal biaya pengobatan yang disalurkan dari dana pendamping itu, Tabiun menjawab tidak ada.

“Sesuai kondisi pasien. Berapa biayanya ketika ditangani di rumah sakit, sebesar itu pula yang dibayarkan,” jelasnya.

Masyarakat yang terdaftar dalam DTKS, secara otomatis termasuk dalam penerima BPJS Kesehatan PBI.

“Dari pengobatan di puskesmas bahkan sampai rumah sakit, mereka tidak dipungut biaya. Meskipun harus menjalani operasi,” pungkasnya. (sya/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru