30 C
Jakarta
Thursday, March 28, 2024

Sidang Kades Kinipan, Saksi Sebut Cukup Rp50 Juta, PH: Tidak Masuk Akal

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Sidang dugaan tindak pidana korupsi (tipikor)  yang menyeret terdakwa Kepala Kades (Kades) Kinipan,Kabupaten Lamandau, Willem Hengki kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (31/3).

Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Lamandau menghadirkan tiga saksi, yakni Triena, Umar, dan Roni, di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Erhammudin.

Ketiga saksi itu diperiksa oleh jaksa, penasehat hukum terdakwa Willem Hengki, dan Majelis Hakim dalam dugaan perkara kasus korupsi pembangunan Jalan Usaha Tani sepanjang 1.300 meter dengan lebar jalan 8 meter dengan nilai kontrak sebesar Rp400 juta.

Triena merupakan Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kinipan tahun 2019, Umar diperiksa sebagai Auditor Pertama Inspektorat Kabupaten Lamandau, dan Roni diperiksa sebagai pemeriksa fisik dari Dinas PUPR Kabupaten Lamandau  terkait Jalan Usaha Tani di Desa Kinipan.

Ketiga orang tersebut diperiksa secara terpisah satu persatu.

JPU, Okto Samuel Silaen mengatakan ada beberapa fakta yang baru yang pihaknya temukan.

“Salah satunya dari inspektorat tadi, saksi Umar menyatakan bahwa pada saat tim inspektorat turun di tahun 2020, ternyata kondisi jalan itu sama sekali tidak bisa dilalui. Artinya, kalau bicara asas kebermanfaatan, tahun 2019 ke 2020, kalaupun benar dibuat di 2019, itu sama saja tidak bermanfaat,” ujarnya kepada awak media usai sidang.

Baca Juga :  Mobil Masuk Parit di Mahir Mahar, Polisi Sebut Sopir Mengantuk

Namun, saat pemeriksaan saksi Roni dari PUPR Kabupaten Lamandau, dia menyebutkan fakta yang ditemukan pada bulan Agustus 2020, bahwa jalan tersebut bisa dilalui walau hanya setapak.

“Artinya ada pembersihan, itu pun dilakukan tahun 2020,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan dari Roni yang merupakan tenaga teknis dari PUPR, dia menyatakan bahwa terhadap pekerjaan pembukaan jalan itu, seyogyanya dari awal sampai akhir hanya membutuhkan biaya di kisaran Rp50 juta.

“Artinya ada kelebihan bayar, dan itu berdasarkan fakta dari pemeriksaan mereka di lapangan,” bebernya.

Terkait keterangan dari Triena yang sulit memberikan keterangan, pihaknya mengakui tidak bisa meminta keterangan lebih lanjut terkait keterangan saksi tersebut. “Terkait itu, kata Majelis Hakim saat persidangan kita lah yang menilai, silahkan menilai masing-masing,” tukasnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Willem Hengki, Parlin B Hutabarat mengatakan berdasarkan keterangan dari pihak Inspektorat yang pernah melakukan pemeriksaan khusus, dia menyebutkan Inspektorat mengakui pekerjaan Jalan Pahiyang tahun 2017 sudah selesai dikerjakan.

Baca Juga :  Kejari Palangkaraya Musnahkan Barang Bukti Narkotika

“Dan dia juga mengakui memang yang dimaksud pembayaran 2019 itu memang pembayaran yang di tahun 2017, makanya dia membuat kesimpulan yang fiktif tadi bukan pekerjaaanya fiktif , penganggarannya ini yang dimaksudnya,” katanya.

Selain itu, menurutnya, berdasarkan keterangan dari pihak Inspektorat, Inspektorat mengakui pekerjaan di tahun 2017 sudah selesai dikerjakan akan tetapi belum dibayarkan.

Menanggapi keterangan saksi dari pihak PUPR, Parlin merasa lucu terkait keterangan yang disampaikan saksi. Alasannya pemeriksaan uji konstruksi Jalan Pahiyang yang dilakukan hanya menggunakan patok dan meteran.

“Itu tidak relevan, masa alat yang digunakan patok dan meteran, tapi temanya konstruksi jalan, itu sudah tidak masuk akal dan tidak logis,” jelasnya.

Dia pun mempertanyakan keterangan saksi dari pihak PUPR terkait anggaran Rp50 juta yang seharusnya dikeluarkan untuk pembangunan Jalan itu.

“Rp50 juta satu kilometer itu tidak masuk akal,  padahal saksi saat mengecek jalan menggunakan roda empat, dan diruas berikutnya itu jalan kaki, nanti kita uji dengan pembuktian versi kita,” pungkasnya.

Sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi kembali oleh Majelis Hakim pekan depan.(hfz)






Reporter: M Hafidz

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Sidang dugaan tindak pidana korupsi (tipikor)  yang menyeret terdakwa Kepala Kades (Kades) Kinipan,Kabupaten Lamandau, Willem Hengki kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (31/3).

Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Lamandau menghadirkan tiga saksi, yakni Triena, Umar, dan Roni, di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Erhammudin.

Ketiga saksi itu diperiksa oleh jaksa, penasehat hukum terdakwa Willem Hengki, dan Majelis Hakim dalam dugaan perkara kasus korupsi pembangunan Jalan Usaha Tani sepanjang 1.300 meter dengan lebar jalan 8 meter dengan nilai kontrak sebesar Rp400 juta.

Triena merupakan Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa Kinipan tahun 2019, Umar diperiksa sebagai Auditor Pertama Inspektorat Kabupaten Lamandau, dan Roni diperiksa sebagai pemeriksa fisik dari Dinas PUPR Kabupaten Lamandau  terkait Jalan Usaha Tani di Desa Kinipan.

Ketiga orang tersebut diperiksa secara terpisah satu persatu.

JPU, Okto Samuel Silaen mengatakan ada beberapa fakta yang baru yang pihaknya temukan.

“Salah satunya dari inspektorat tadi, saksi Umar menyatakan bahwa pada saat tim inspektorat turun di tahun 2020, ternyata kondisi jalan itu sama sekali tidak bisa dilalui. Artinya, kalau bicara asas kebermanfaatan, tahun 2019 ke 2020, kalaupun benar dibuat di 2019, itu sama saja tidak bermanfaat,” ujarnya kepada awak media usai sidang.

Baca Juga :  Mobil Masuk Parit di Mahir Mahar, Polisi Sebut Sopir Mengantuk

Namun, saat pemeriksaan saksi Roni dari PUPR Kabupaten Lamandau, dia menyebutkan fakta yang ditemukan pada bulan Agustus 2020, bahwa jalan tersebut bisa dilalui walau hanya setapak.

“Artinya ada pembersihan, itu pun dilakukan tahun 2020,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan dari Roni yang merupakan tenaga teknis dari PUPR, dia menyatakan bahwa terhadap pekerjaan pembukaan jalan itu, seyogyanya dari awal sampai akhir hanya membutuhkan biaya di kisaran Rp50 juta.

“Artinya ada kelebihan bayar, dan itu berdasarkan fakta dari pemeriksaan mereka di lapangan,” bebernya.

Terkait keterangan dari Triena yang sulit memberikan keterangan, pihaknya mengakui tidak bisa meminta keterangan lebih lanjut terkait keterangan saksi tersebut. “Terkait itu, kata Majelis Hakim saat persidangan kita lah yang menilai, silahkan menilai masing-masing,” tukasnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Willem Hengki, Parlin B Hutabarat mengatakan berdasarkan keterangan dari pihak Inspektorat yang pernah melakukan pemeriksaan khusus, dia menyebutkan Inspektorat mengakui pekerjaan Jalan Pahiyang tahun 2017 sudah selesai dikerjakan.

Baca Juga :  Kejari Palangkaraya Musnahkan Barang Bukti Narkotika

“Dan dia juga mengakui memang yang dimaksud pembayaran 2019 itu memang pembayaran yang di tahun 2017, makanya dia membuat kesimpulan yang fiktif tadi bukan pekerjaaanya fiktif , penganggarannya ini yang dimaksudnya,” katanya.

Selain itu, menurutnya, berdasarkan keterangan dari pihak Inspektorat, Inspektorat mengakui pekerjaan di tahun 2017 sudah selesai dikerjakan akan tetapi belum dibayarkan.

Menanggapi keterangan saksi dari pihak PUPR, Parlin merasa lucu terkait keterangan yang disampaikan saksi. Alasannya pemeriksaan uji konstruksi Jalan Pahiyang yang dilakukan hanya menggunakan patok dan meteran.

“Itu tidak relevan, masa alat yang digunakan patok dan meteran, tapi temanya konstruksi jalan, itu sudah tidak masuk akal dan tidak logis,” jelasnya.

Dia pun mempertanyakan keterangan saksi dari pihak PUPR terkait anggaran Rp50 juta yang seharusnya dikeluarkan untuk pembangunan Jalan itu.

“Rp50 juta satu kilometer itu tidak masuk akal,  padahal saksi saat mengecek jalan menggunakan roda empat, dan diruas berikutnya itu jalan kaki, nanti kita uji dengan pembuktian versi kita,” pungkasnya.

Sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi kembali oleh Majelis Hakim pekan depan.(hfz)






Reporter: M Hafidz

Terpopuler

Artikel Terbaru