Site icon Prokalteng

Nota Keberatan Ben Brahim dan Ary Egahni Dibacakan dalam Persidangan

Ben Brahim dan istri Ary Egahni saat tiba di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Kamis (24/8). (FOTO HAFIDZ/PROKALTENG.CO)

Ben Brahim dan istri Ary Egahni saat tiba di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Kamis (24/8). (FOTO HAFIDZ/PROKALTENG.CO)

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO  – Sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya Ary Egahni berlanjut di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Kamis (24/8).

Terdakwa Ben Brahim dan Ary hadir sekitar jam 9.30 WIB dengan menggunakan rompi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Majelis Hakim dari Pengadilan Tipikor Palangkaraya yang diketuai oleh Agung Sulistiyono memimpin jalannya persidangan. Agenda persidangan tersebut, yakni membacakan nota keberatan oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya.

Penasihat hukum Ben Brahim dan Ary Egahni, Reggiano Sultan  beserta rekannya membacakan nota keberatan itu sebanyak 25 halaman.

Saat ditemui awak media, Reggiano Sultan menyebutkan bahwa nota keberatan tersebut berkaitan dengan penyebutan nama terdakwa 2 Ary Egahni. Dia menyebut berdasarkan KTP milik kliennya, nama lengkap Ary Egahni bernama Ary Egahni Ben Bahat.

“Kedua yang perlu disampaikan yakni penerapan pasal yakni pasal 18 UU tipikor. Poinnya adalah penerapan pasal 18 adalah penerapan pasal yang dijuncto kan dengan pasal 2, pasal 3 UU tipikor. Di mana di situ pasal 2 dan pasal 3 secara garis besar adalah menyangkut tentang delik delik terkait dengan kerugian keuangan negara,” ungkapnya

“Terhadap perkara kita ini, bukan merupakan perkara kerugian keuangan negara. Namun lebih kepada tudingan gratifikasi, tudingan meminta menerima memotong kepada penyelenggara negara lain atau kas umum,” bebernya.

Menurut Reggiano, ia melihat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas dan tidak lengkap. Ia menyoroti dalil penerimaan uang dari PT Globalindo Agung Lestari dan PT Dwi Warna Karya sejumlah total Rp1.030.000.000.

“Di mana kita melihat di dakwaan, di situ kita tidak bisa melihat secara jelas dan tidak bisa melihat secara lengkap bahwa setelah uang itu diterima melalui rekening atas nama Kristian Hadinata yang merupakan supir atau protokol Pemerintah Kabupaten Kapuas, kelanjutannya tidak ada,”bebernya.

“Yang menjadi soal ini, harus terurai dengan jelas dan terurai dengan lengkap. Misal setelah uang itu diterima, lalu kapan diberikan kepada saudara terdakwa. Di mana bagaimana cara memberikannya,” terangnya.

Menurutnya dakwaan pasal 12 B sangat berkaitan dan sangat relevan dengan pasal 12 C. Alasannya, pasal 12 C itu adalah sambungannya dari pasal 12 B.

“Ketika penyelenggara negara atau pegawai negeri sipil diduga menerima dari hasil gratifikasi, maka diberikan waktu 30 hari untuk mengembalikan. Ketika melewati 30 hari, maka pasal 12 B menjadi hidup. Menjadi pertanyaan di dalam uraian dalil dakwaan kapan kemudian Kristian Hadinata memberikan kepada terdakwa 1 atau bersama dengan terdakwa 2. Ini tidak terjawab,” ungkapnya.

Menurutnya, dalam pembuktian nanti, karena dalilnya juga tidak lengkap, ia beranggapan dalil itu tidak bisa dibuktikan. Sehingga menjadi permohonan penasihat hukum agar dakwaan ini dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

“Dalam penerimaan uang dari Ardi Candra terkait urusan dengan pemenangan Pilkada Pilbup Kapuas dan Pileg 2019 Ary Egani, serta dalam Pilgub Kalteng 2020. Kita melihat bahwa ini hanya  pernyataan dari satu orang saksi saja atas nama Ardi Candra. Apakah memang kemudian ini dapat dibuktikan dengan alat bukti lain. Mari kita sama-sama perhatikan di persidangan. Namun kita siap juga menangkis dan membantah tudingan ini,” terangnya.

Baginya, dari perhelatan kontestasi Pilkada Pilbup Kapuas, Pileg 2019 dan Pilgub 2020  jelas sudah ada dokumen hasil dari perhelatan tersebut. Ia pun mempertanyakan apakah yang dituding secara detail terkait total ada penerimaan dugaan sebesar Rp 4.380.000.000 memang benar-benar diberikan.

“Dan ketika memang diberikan kepada siapa, ini menjadi pertanyaan dan kami menyimpulkan dalil ini juga tidak jelas dan tidak lengkap sama sekali,”ujarnya.

Seret Nama Pejabat di Pemerintah Kabupaten Kapuas

Dirinya pun menyebut nama sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten Kapuas. Diantaranya yakni mantan Direktur PDAM Kapuas Agus Cahyono. Selain itu juga pejabat di Pemerintah Kapuas yakni Suwarno Muriyat, Septedy, dan Teras. Nama pejabat tersebut, disebut sebagai saksi dalam perkara yang menyeret Ben Brahim dan Ary Egahni.

“Poin ini ketika memang bisa menerapkan dengan sebenarnya, kami melihat para saksi  ini pelaku juga atau memang pelaku dari dugaan tindak pidana korupsi dalam penerapan pasal 11 10 f itu poin ketiga,” tandasnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni Akmal Hidayat ikut menambahkan dan menyebutkan ada saksi-saksi tersebut yang seharusnya juga menjadi tersangka.

“Karena mereka sudah memenuhi unsur turut serta. Nah terkait dengan terdakwa II, dakwaan jaksa dia dianggap sebagai penyelenggara negara, tetapi kalau kita lihat dalam dakwaan khususnya pasal 12 huruf B,” ujarnya.

Dikatakannya, bahwa selain peristiwa yang diuraikan jaksa tidak lengkap, juga Ary Egahni  sebagai penyelenggara negara. Padahal kliennya baru saja dilantik menjadi anggota DPR RI pada 2019  sampai 2023.

“Peristiwa yang diuraikan itu dari 2017, 2018, 2019, kami memandang bahwa unsur penyelenggara negara ini kurang tepat. Tidak tepat diterapkan kepada terdakwa kedua,” bebernya.(hfz/hnd)

Exit mobile version