PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Penangkapan Salihin alias Saleh oleh Tim Badan Narkotika Nasional (BNN) menggegerkan publik. Sosok yang dijuluki “Pablo Escobar Kampung Ponton” ini dikenal sebagai penguasa narkoba di Kalimantan Tengah dan dianggap memiliki pengaruh kuat meski berada di balik jeruji besi. Tak sedikit yang beranggapan bahwa meski dipenjara di Kalteng, Saleh masih mampu mengendalikan bisnis haramnya.
Atas dasar itu, banyak pihak mendesak agar Saleh dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, yang memiliki pengamanan lebih ketat. Menanggapi hal ini, pihak BNN Kalteng telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk memproses pemindahan tersebut.
“BNN Kalteng sudah bersurat ke Kementerian Hukum dan HAM agar Saleh dipindahkan ke Nusakambangan. Tujuannya jelas, agar ia tidak lagi bisa mengendalikan bisnis narkoba dari dalam lapas di Kalteng,” ungkap Kepala BNN RI Komjen Pol Marthinus Hukom melalui Karo Humpro BNN RI Brigjen Pol Sulistyo Pudjo Hartono, dilansir dari Kalteng Pos, Senin (23/9).
Saleh, yang buron selama hampir dua tahun, tidak hanya menarik perhatian karena pelariannya, tetapi juga mencatat sejarah kelam dalam proses peradilannya. Pada tahun 2022, Pengadilan Negeri Palangka Raya membuat keputusan kontroversial dengan membebaskannya meski ada bukti kuat berupa dua bungkus sabu seberat 202,8 gram.
Dalam sidang tersebut, terjadi perbedaan pendapat di antara majelis hakim. Hakim Heru Setiyadi menyatakan bahwa Saleh bersalah, namun dua hakim lainnya, Syamsuni dan Erhammudin, berpendapat sebaliknya. Akhirnya, Saleh diputus bebas oleh pengadilan, yang memicu kemarahan masyarakat dan berujung pada aksi demonstrasi besar-besaran.
Sebagai tanggapan atas kontroversi tersebut, Badan Pengawas Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan terhadap ketiga hakim yang menangani kasus Saleh. Mereka pun diduga melanggar kode etik dan dinonaktifkan berdasarkan instruksi Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui Surat Nomor W16-U/995/HK/V/2022.
Namun, Jaksa Penuntut Umum tidak tinggal diam dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusan Nomor 5682 K/Pid.Sus/2022, Mahkamah Agung menyatakan Saleh bersalah secara sah dan meyakinkan atas tindak pidana narkotika.
Setelah putusan bersalah dikeluarkan, Saleh tetap berusaha menghindar dari kejaran aparat. Selama dalam pelarian, ia diduga hidup mewah, sering mengadakan pesta narkoba di Karaoke Zoom bersama wanita-wanita muda, termasuk G, A, dan M, yang tinggal bersamanya.
“Alih-alih menyesali perbuatannya, Saleh malah melanjutkan bisnis narkobanya. Dia bahkan menyediakan tempat bagi para pengguna narkoba untuk menikmati barang haram tersebut,” tegas Brigjen Pudjo, mengingat kilas balik sebelum penangkapan Saleh.
Kasus ini menambah panjang catatan hitam peredaran narkoba di Kalteng, dan upaya pemindahan Saleh ke Nusakambangan diharapkan mampu memutus kendali bisnis narkoba yang selama ini ia pegang. (ram/kpg)