NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Peredaran sabu di kampung sendiri menjadi akhir suram bagi Novy Dyan Putranto alias Gondrong. Pria asal Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) itu akhirnya duduk di kursi terdakwa setelah diduga kuat mengedarkan narkotika golongan I jenis sabu di wilayah Nanga Bulik, Lamandau. Kasus ini langsung menarik perhatian publik karena aktivitas jual-belinya dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Gondrong dengan hukuman berat. Ia diminta diganjar 10 tahun penjara dan membayar denda Rp10 miliar, subsider 6 bulan kurungan apabila tidak mampu melunasi denda tersebut. Tuntutan ini dibacakan JPU Jovanka Aini Azhar dalam sidang dan kembali ditegaskan saat dikonfirmasi, Kamis (4/12).
JPU menyatakan Gondrong terbukti secara sah dan meyakinkan menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, menukar, atau menyerahkan sabu dengan berat melebihi 5 gram.
“Perbuatannya memenuhi unsur Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” ujar Jovanka.
Dari uraian tuntutan, perdagangan sabu oleh Gondrong mulai tercatat sejak 22 Mei 2025. Ia berangkat dari Nanga Bulik menuju Mentaya Hulu, Kotim, untuk menemui seseorang bernama Junay yang kini berstatus DPO. Di sana, ia menyerahkan uang Rp11 juta dan menerima dua kantong sabu.
Tak berhenti di transaksi pertama, Gondrong kembali mendapat suplai pada 29 Mei 2025. Ia menerima telepon dari nomor tak dikenal yang mengarahkan dirinya mengambil sabu di Bundaran Gentong, Pangkalan Bun.
“Setelah mengambil, dia pulang ke Nanga Bulik dan sempat mengonsumsi sebagian sabu itu di rumah temannya,” jelas JPU.
Setelah stok di tangan cukup, Gondrong kembali menjalankan bisnis gelapnya. Ia menjual sabu kepada pembeli dari Sematu Jaya dan seseorang bernama Maci, yang juga masih berstatus DPO. Aktivitas itu terputus ketika polisi menangkapnya di Jalan Gusti Ardi, Desa Kujan, Kecamatan Bulik.
Dalam penangkapan itu, polisi menyita sabu seberat 0,66 gram serta sebuah ponsel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pembeli. Penggeledahan lanjutan di rumah Gondrong menemukan tambahan sabu 8,04 gram. Totalnya, 8,7 gram sabu berhasil diamankan memperkuat dasar tuntutan berat JPU.
Jovanka juga membeberkan modus Gondrong yang cukup rapi. Transaksi dilakukan per paket kecil dengan sistem penitipan.
“Dia membuat janji dengan pembeli. Uang ditaruh di bawah batu di pinggir jalan menuju Sematu Jaya, lalu sabu ditaruh di lokasi yang sama,” ungkapnya.
Satu paket sabu seharga Rp300 ribu dengan berat sekitar 0,16 gram, dikemas dalam plastik klip kecil agar mudah dibawa dan disembunyikan. Dari pemeriksaan, Gondrong mengaku sudah lima kali melakukan transaksi dua kali pada Maret, sekali di April, dan dua kali pada Mei 2025. Keuntungan yang diperolehnya mencapai dua kali lipat dari modal pembelian.
Kini, Gondrong harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Aksinya bukan hanya melanggar undang-undang, tapi juga meresahkan warga dan merusak lingkungan sosial di kampungnya sendiri. (bib)


