NANGA BULIK – Menanggapi sorotan dewan terkait kasus karhutla di
Lamandau, Jaksa Penuntut Umum Kejakasaan Negeri Lamandau Syahanara Yusti
Ramadona angkat bicara.
Menurut Syahanara, ditahannya
para tersangka karena telah merugikan banyak orang. Hal itu, tertuang di UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal
108 Jo Pasal 69 Ayat (1) Huruf h.
“Dengan ancaman hukuman maksimal
10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar,” bebernya, kemarin.
Baca juga: 5
Tersangka Karhutla Lamandau Ditahan di Rutan Pangkalan Bun
Menurutnya di ranah aparat
Kepolisian, kasus karhutla yang melibatkan tersangka dari Desa Riam Panahan,
tidak ditahan lantaran mengacu Pergub Kalteng Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan. Namun, pada tahap II di kejaksaan,
jaksa menilai para tersangka bukan melanggar pergub Kalteng, melainkan
melanggar UU lingkungan hidup, sehingga dilakukan penahanan.
“Terhadap kasus ini, merupakan
kasus nasional dan dampak akibatnya merugikan banyak orang. Kasus ini jelas ada
dampak akibatnya. Seperti asap yang merugikan banyak orang,” jelasnya.
Untuk diketahui, Polres Lamandau
melakukan penyerahan tersangka karhutla beserta barang bukti ke Kejari
Lamandau, Senin (25/11). Tersangka yang dilimpahkan ada 5 yakni Nadirin, Akhmad
Taufiq, Reto dan Hero, serta Roby Pratama.
Baca juga: Wakil
Rakyat Ini Interupsi Rapat Paripurna, Protes Petani Jadi Tersangka Karhutla
Empat tersangka ditangkap oleh
personel Polres Lamandau pada Senin (19/8) di Desa Riam Panahan, Kecamatan
Delang. Sedangkan satu tersangka ditangkap di Desa Kujan, Kecamatan Bulik.
Menanggapi hal tersebut, anggota
DPRD Lamandau dari Fraksi Gerindra Bakar Sutomo memberikan tanggapan dengan
aksi interupsi saat sidang paripurna di Aula DPRD Lamandau, Senin (25/11). Ia
berharap ada kearifan lokal agar yang membuka lahan untuk makan bisa
dibebaskan.
Baca juga: Perpedayak:
Petani Bakar Lahan Untuk Berladang Tidak Sepantasnya Ditahan
Ia berharap aturan pemerintah
terkait larangan membakar hutan dan lahan bisa disempurnakan, agar tidak
merugikan masyarakat yang hanya sekedar mencari makan.
“Karena masyarakat pedalaman
masih hidup dari berladang berpindah. Mereka bukan penjahat, hanya ingin
memberi makan anak istri. Hal ini harus dapat perhatian serius, karena mereka
tidak layak untuk dipenjara,” tegasnya. (cho/ami/nto)