PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Sejak putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) menyatakan terpidana narkotika Saleh alias Salihin bersalah, namun sampai saat ini terpidana masih melenggang dan belum dieksekusi pidana oleh pihak Kejaksaan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Pathor Rahman mengatakan pihaknya sudah mengajukan data terpidana kasus narkotika di Jalan Rindang Banua atau Ponton, Saleh alias Salihin ke Adhyaksa Monitoring Center (AMC).
“Kami sudah menerima banyak pertanyaan berkaitan dengan saleh, bukan dari awak media saja, tapi juga dari komisi III, juga dari kejagung, Jampidum. Aspidum dan jajaran serta jajaran Kejari Palangka Raya sampai sekarang ini sudah mengirim data-data yang bersangkutan ke AMC Adhyaksa Monitoring Center. AMC adalah suatu lembaga di kejaksaan yang memang menyangkut dengan memburu masalah-masalah DPO, namanya operasi tangkap buron. Kajari Palangka Raya sudah mengirimkan surat ke kami dan kami sudah teruskan ke Jamintel, karena AMC dibawah Jamintel,” ujarnya kepada awak media di Rumah Jabatannya, Rabu (8/2).
Pathor mengungkapkan pihaknya mendapatkan penawaran bantuan dari pihak Polda, BNN dalam proses pencarian terpidana Saleh. Namun demikian, ia mengaku masih bisa menyelesaikan pencarian terpidana secara sendiri.
“Memang dari pihak Polda dan BNN meminta kepada saya untuk menawarkan bantuan dalam proses pencarian saleh tersebut. Namun pihaknya menjawab tunggu dulu, karena kami bisa menyelesaikan sendiri. Nanti kalau tidak bisa dan sudah mentok, maka kami minta tolong kepada BNN dan Polda,” imbuhnya.
Ia meyakinkan kepada masyarakat kalau pihaknya bekerja bersungguh-sungguh dan tak main-main. Pasalnya putusan tersebut sudah inkracht dan harus dilaksanakan.
“Kita upayakan skala prioritas dan secepatnya mudah-mudahan kita dapat mengeksekusi yang bersangkutan,” imbuhnya.
Diketahui pada putusan tingkat pertama, Saleh divonis bebas atas kepemilikan 200 gram. Akan tetapi Jaksa bergerak cepat mengajukan Kasasi, dan akhirnya Saleh divonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 1 Miliar subsidair tiga bulan.