Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) sebagai tersangka. Politikus
Nasdem itu tertangkap dalam operasi senyap KPK pada Minggu (6/10).
KPK menduga, Agung menerima
suap terkait Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas
Perdagangan.
Selain Agung, KPK juga
turut menetapkan Raden Syahri (RSY) selaku orang kepercayaan Agung, Syahbuddin
(SYH) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Wan Hendri (WHN) Kepala Dinas
Perdagangan Kabupaten Lampung Utara. Kemudian Chandra Safari (CHS) dan Hendra
Wijaya Saleh (HWS) selaku pihak swasta.
“Sejalan dengan peningkatan
status penanganan perkara ke penyidikan, KPK menetapkan enam orang tersangka,â€
kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di dalam konferensi Pers di Gedung KPK,
Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/10).
KPK menduga, Dinas
Perdagangan Kabupaten Lampung Utara diduga melakukan penyerahan uang kepada
Agung selaku Bupati Lampung Utara. Uang itu diberikan oleh Hendra HWS kepada
WHN selaku Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara melalui RSY, orang
kepercayaan Bupati.
“HWS menyerahkan uang Rp
300 juta kepada WHN, dan kemudian WHN menyerahkan uang Rp 240 juta pada RSY,â€
ucap Basaria.
Selain itu, KPK juga turut
mengamankan barang bukti uang senilai Rp 200 juta yang telah diserahkan kepada
Agung. Uang itu diamankan dari kamar dinas Bupati.
Basaria menyebut, uang yang
turut diamankan diduga terkait dengan tiga proyek di Dinas Perdagangan. Ketiga
proyek itu diantaranya, pembangunan pasar tradisional desa Comook Sinar Jaya
kecamatan Muara Sungkai Rp 1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional desa
Karangsari, Muara Sungkai Rp 1,3 miliar dan konstruksi fisik pembangunan pasar
rakyat tata karya (DAK) Rp 3,6 miliar.
Selain itu, KPK juga menemukan
uang di mobil dan rumah RSY, orang kepercayaan Bupati sejumlah Rp 440 juta.
Karena sejak tahun 2014, sebelum SYH menjadi Kepala Dinasi PUPR Lampung Utara,
AIM yang baru menjabat memberi syarat jika SYH ingin menjadi Kadis PUPR maka
harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan
oleh Dinas PUPR.
“Sedangkan pihak rekanan
dalam perkara ini, yaitu CHS sejak tahun 2017 sampai dengan 2019, telah
mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara,†ujar Basaria.
Kemudian, sebagai imbalan
atau fee, CHS diwajibkan menyetor uang pada Agung melalui SYH, Kepala Dinas
PUPR dan RSY, orang kepercayaan Bupati. Agung juga diduga telah menerima uang
beberapa kali terkait dengan proyek di Dinas PUPR.
“Sekitar Juli 2019, diduga Agung
telah menerima Rp 600 juta, kemudian akhir September, diduga telah menerima Rp
50 juta. Pada 6 Oktober, diduga menerima Rp 350 juta,†ungkap Basaria.
Tak hanya itu, KPK juga
menduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itulah yang ditemukan
di rumah RSY. Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk
kepentingan Agung.
Sebagai penerima AIM dan
RSY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, SYH dan WHN
disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Sementara itu, sebagai
pemberi CHS dan HWS disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau
Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpg)