28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

ZIS untuk Produktivitas Umat

BULAN Ramadan benar-benar dijadikan momentum
untuk memobilisasi pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Hal itu dapat
diamati melalui gairah sejumlah badan amil zakat dalam menggugah kesadaran umat
untuk membayar ZIS selama Ramadan. Badan amil zakat juga menjadikan musim
pandemi Covid-19 dan terjadinya bencana alam di sejumlah daerah sebagai
momentum untuk membangkitkan empati umat kepada sesama. Ramadan tahun kedua
pandemi dan insiden bencana alam benar-benar dijadikan spirit untuk membangun
solidaritas sosial dengan memanfaatkan ZIS.

Pembayaran ZIS umumnya dilakukan dengan dua
cara. Pertama, pembayar zakat (muzaki) langsung membagikan ZIS kepada mereka
yang berhak (mustahik). Cara pertama ini sangat berisiko karena mengakibatkan
penumpukan massa. Kondisi ini potensial memicu jatuhnya korban karena mereka
berdesak-desakan dan sulit dikontrol. Kerumunan massa juga dapat mengakibatkan
penularan Covid-19. Kedua, pembayar zakat memilih untuk menyalurkan ZIS melalui
lembaga amil tepercaya. Cara kedua jelas lebih terhormat dan sesuai dengan
spirit ajaran Islam pada era modern.

Pembayaran ZIS melalui amil juga lebih
efektif dan efisien, terutama berkaitan dengan distribusinya kepada mustahik.
Pembayar zakat dapat memercayakan penyaluran ZIS kepada amil. Seiring dengan
peningkatan gairah umat untuk membayar ZIS, masyarakat dapat dengan mudah
menemukan badan amil zakat profesional yang dikelola pemerintah atau swasta.
Bahkan, untuk mengoptimalkan potensi zakat selama Ramadan, sejumlah amil
memilih cara yang lebih proaktif. Panitia amil menyiapkan konter zakat di
kantor pemerintahan, rumah sakit, pusat perbelanjaan, bank, dan pusat pelayanan
publik lainnya.

Terobosan sejumlah badan amil itu penting
untuk memudahkan para pembayar ZIS. Tidak hanya membayar ZIS, di setiap pusat
pelayanan itu, pembayar zakat juga dapat berkonsultasi mengenai beberapa
persoalan keagamaan. Dengan meluasnya penggunaan media sosial (medsos),
pembayaran ZIS juga dapat dilakukan secara online.

Sejumlah badan amil bahkan siap menjemput ZIS
ke rumah pembayar zakat. Beragam strategi ini penting untuk memobilisasi
penerimaan ZIS sepanjang Ramadan. Hingga mendekati akhir Ramadan, lembaga amil
zakat pasti lebih sibuk karena juga harus mengelola zakat fitrah.

Baca Juga :  Mencegah Perundungan sejak Dini

 

 

Jika dikelola profesional, penerimaan ZIS dan
zakat fitrah selama Ramadan pasti bermanfaat untuk memberdayakan umat.
Sayangnya, pemanfaatan ZIS dan zakat fitrah sejauh ini masih banyak yang
digunakan untuk kepentingan konsumtif. Para penerima zakat cenderung
menggunakan dana yang dibagikan amil untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal
itu karena mereka umumnya kelompok masyarakat miskin dan lemah (duafa). Hampir
dapat dipastikan jumlah warga miskin meningkat selama musim pandemi dan bencana
alam.

Kelompok masyarakat terdampak pandemi dan bencana
alam umumnya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada kondisi
itu dapat dipahami jika dana ZIS dimanfaatkan untuk kepentingan pragmatis.
Meski faktanya masih banyak digunakan untuk kepentingan konsumtif, pada saatnya
lembaga-lembaga amil penting merancang pemanfaatan dana ZIS untuk meningkatkan
produktivitas umat. Dengan demikian, dana ZIS dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pemberian modal usaha, pinjaman lunak, pengembangan unit produksi,
dan pemberian beasiswa pendidikan bagi anak-anak.

Pemanfaatan dana ZIS untuk kegiatan
nonkonsumtif penting agar lebih produktif dan berdimensi jangka panjang. Di
samping untuk kepentingan pemberdayaan umat, pembagian ZIS melalui amil lebih
memuliakan penerimanya. Tetapi, ironinya, ada sebagian orang kaya yang merasa
bangga melihat fenomena terus bertambahnya kerumunan orang miskin yang antre
menerima zakat di depan rumahnya. Fenomena ini dapat diamati di beberapa daerah
saat orang-orang kaya membagikan zakat secara langsung kepada penerimanya.

Realitas itu terasa ironi karena masih ada
orang yang justru senang melihat peningkatan jumlah orang miskin. Bahkan,
dengan bangga mereka mengundang orang miskin datang ke rumahnya untuk diberi
zakat. Budaya orang kaya mengundang warga miskin untuk menerima zakat jelas
bertentangan dengan spirit ajaran Islam. Sebab, seharusnya orang kaya itulah
yang mendatangi fakir miskin untuk membayar zakat.

Baca Juga :  Sumpah Pemuda di Era Bisnis Digital

Penggunaan kata membayar zakat berbeda
maknanya dengan memberi zakat. Kata membayar memiliki dimensi kewajiban dan dilakukan
secara terhormat. Sementara itu, kata memberi memiliki makna yang longgar. Cara
memberikan juga bergantung pada pemberinya.

Kini sudah saatnya lembaga amil berusaha
memaksimalkan pengelolaan zakat secara lebih produktif. Meski harus diakui,
menghilangkan tradisi pemanfaatan zakat untuk kepentingan konsumtif pasti
membutuhkan waktu. Apalagi, realitas menunjukkan bahwa masih banyak warga
miskin yang membutuhkan penanganan langsung karena problem yang dihadapi
bersifat riil. Tetapi, penting diingat bahwa penanganan persoalan kemiskinan
tidak boleh hanya mengandalkan pendekatan pragmatis-jangka pendek.

Strategi pragmatis-jangka pendek pasti tidak
akan berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Bahkan, boleh jadi masyarakat
miskin akan merasa nyaman dengan kemiskinannya. Kondisi itu mengakibatkan
komunitas miskin kultural akan terus tumbuh. Mereka berpikir pasti ada pihak
yang memberikan bantuan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi, menurut
hasil survei Charities Aid Foundation (CAF) tentang World Giving Index: A
Global View of Giving Trends (2018), Indonesia diposisikan sebagai negara
paling dermawan di dunia.

Hasil survei CAF menunjukkan bahwa karakter
kedermawanan, kewelasasihan, dan kesukarelaan untuk membantu masyarakat miskin
telah menjadi budaya warga negeri tercinta. Meski demikian, masyarakat miskin
tidak boleh selamanya miskin. Mereka harus diberdayakan sehingga keluar dari
kemiskinannya.

Caranya adalah mengalokasikan dana ZIS
sebagai modal usaha produktif. Untuk memastikan bahwa dana ZIS digunakan
sebagaimana mestinya, lembaga amil penting mengajak elemen masyarakat
mendampingi warga miskin hingga benar-benar berdaya. (*)

 

Biyanto, Guru besar filsafat UIN Sunan Ampel,
wakil sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

BULAN Ramadan benar-benar dijadikan momentum
untuk memobilisasi pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Hal itu dapat
diamati melalui gairah sejumlah badan amil zakat dalam menggugah kesadaran umat
untuk membayar ZIS selama Ramadan. Badan amil zakat juga menjadikan musim
pandemi Covid-19 dan terjadinya bencana alam di sejumlah daerah sebagai
momentum untuk membangkitkan empati umat kepada sesama. Ramadan tahun kedua
pandemi dan insiden bencana alam benar-benar dijadikan spirit untuk membangun
solidaritas sosial dengan memanfaatkan ZIS.

Pembayaran ZIS umumnya dilakukan dengan dua
cara. Pertama, pembayar zakat (muzaki) langsung membagikan ZIS kepada mereka
yang berhak (mustahik). Cara pertama ini sangat berisiko karena mengakibatkan
penumpukan massa. Kondisi ini potensial memicu jatuhnya korban karena mereka
berdesak-desakan dan sulit dikontrol. Kerumunan massa juga dapat mengakibatkan
penularan Covid-19. Kedua, pembayar zakat memilih untuk menyalurkan ZIS melalui
lembaga amil tepercaya. Cara kedua jelas lebih terhormat dan sesuai dengan
spirit ajaran Islam pada era modern.

Pembayaran ZIS melalui amil juga lebih
efektif dan efisien, terutama berkaitan dengan distribusinya kepada mustahik.
Pembayar zakat dapat memercayakan penyaluran ZIS kepada amil. Seiring dengan
peningkatan gairah umat untuk membayar ZIS, masyarakat dapat dengan mudah
menemukan badan amil zakat profesional yang dikelola pemerintah atau swasta.
Bahkan, untuk mengoptimalkan potensi zakat selama Ramadan, sejumlah amil
memilih cara yang lebih proaktif. Panitia amil menyiapkan konter zakat di
kantor pemerintahan, rumah sakit, pusat perbelanjaan, bank, dan pusat pelayanan
publik lainnya.

Terobosan sejumlah badan amil itu penting
untuk memudahkan para pembayar ZIS. Tidak hanya membayar ZIS, di setiap pusat
pelayanan itu, pembayar zakat juga dapat berkonsultasi mengenai beberapa
persoalan keagamaan. Dengan meluasnya penggunaan media sosial (medsos),
pembayaran ZIS juga dapat dilakukan secara online.

Sejumlah badan amil bahkan siap menjemput ZIS
ke rumah pembayar zakat. Beragam strategi ini penting untuk memobilisasi
penerimaan ZIS sepanjang Ramadan. Hingga mendekati akhir Ramadan, lembaga amil
zakat pasti lebih sibuk karena juga harus mengelola zakat fitrah.

Baca Juga :  Mencegah Perundungan sejak Dini

 

 

Jika dikelola profesional, penerimaan ZIS dan
zakat fitrah selama Ramadan pasti bermanfaat untuk memberdayakan umat.
Sayangnya, pemanfaatan ZIS dan zakat fitrah sejauh ini masih banyak yang
digunakan untuk kepentingan konsumtif. Para penerima zakat cenderung
menggunakan dana yang dibagikan amil untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal
itu karena mereka umumnya kelompok masyarakat miskin dan lemah (duafa). Hampir
dapat dipastikan jumlah warga miskin meningkat selama musim pandemi dan bencana
alam.

Kelompok masyarakat terdampak pandemi dan bencana
alam umumnya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada kondisi
itu dapat dipahami jika dana ZIS dimanfaatkan untuk kepentingan pragmatis.
Meski faktanya masih banyak digunakan untuk kepentingan konsumtif, pada saatnya
lembaga-lembaga amil penting merancang pemanfaatan dana ZIS untuk meningkatkan
produktivitas umat. Dengan demikian, dana ZIS dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pemberian modal usaha, pinjaman lunak, pengembangan unit produksi,
dan pemberian beasiswa pendidikan bagi anak-anak.

Pemanfaatan dana ZIS untuk kegiatan
nonkonsumtif penting agar lebih produktif dan berdimensi jangka panjang. Di
samping untuk kepentingan pemberdayaan umat, pembagian ZIS melalui amil lebih
memuliakan penerimanya. Tetapi, ironinya, ada sebagian orang kaya yang merasa
bangga melihat fenomena terus bertambahnya kerumunan orang miskin yang antre
menerima zakat di depan rumahnya. Fenomena ini dapat diamati di beberapa daerah
saat orang-orang kaya membagikan zakat secara langsung kepada penerimanya.

Realitas itu terasa ironi karena masih ada
orang yang justru senang melihat peningkatan jumlah orang miskin. Bahkan,
dengan bangga mereka mengundang orang miskin datang ke rumahnya untuk diberi
zakat. Budaya orang kaya mengundang warga miskin untuk menerima zakat jelas
bertentangan dengan spirit ajaran Islam. Sebab, seharusnya orang kaya itulah
yang mendatangi fakir miskin untuk membayar zakat.

Baca Juga :  Sumpah Pemuda di Era Bisnis Digital

Penggunaan kata membayar zakat berbeda
maknanya dengan memberi zakat. Kata membayar memiliki dimensi kewajiban dan dilakukan
secara terhormat. Sementara itu, kata memberi memiliki makna yang longgar. Cara
memberikan juga bergantung pada pemberinya.

Kini sudah saatnya lembaga amil berusaha
memaksimalkan pengelolaan zakat secara lebih produktif. Meski harus diakui,
menghilangkan tradisi pemanfaatan zakat untuk kepentingan konsumtif pasti
membutuhkan waktu. Apalagi, realitas menunjukkan bahwa masih banyak warga
miskin yang membutuhkan penanganan langsung karena problem yang dihadapi
bersifat riil. Tetapi, penting diingat bahwa penanganan persoalan kemiskinan
tidak boleh hanya mengandalkan pendekatan pragmatis-jangka pendek.

Strategi pragmatis-jangka pendek pasti tidak
akan berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Bahkan, boleh jadi masyarakat
miskin akan merasa nyaman dengan kemiskinannya. Kondisi itu mengakibatkan
komunitas miskin kultural akan terus tumbuh. Mereka berpikir pasti ada pihak
yang memberikan bantuan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi, menurut
hasil survei Charities Aid Foundation (CAF) tentang World Giving Index: A
Global View of Giving Trends (2018), Indonesia diposisikan sebagai negara
paling dermawan di dunia.

Hasil survei CAF menunjukkan bahwa karakter
kedermawanan, kewelasasihan, dan kesukarelaan untuk membantu masyarakat miskin
telah menjadi budaya warga negeri tercinta. Meski demikian, masyarakat miskin
tidak boleh selamanya miskin. Mereka harus diberdayakan sehingga keluar dari
kemiskinannya.

Caranya adalah mengalokasikan dana ZIS
sebagai modal usaha produktif. Untuk memastikan bahwa dana ZIS digunakan
sebagaimana mestinya, lembaga amil penting mengajak elemen masyarakat
mendampingi warga miskin hingga benar-benar berdaya. (*)

 

Biyanto, Guru besar filsafat UIN Sunan Ampel,
wakil sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

Terpopuler

Artikel Terbaru