PROKALTENG.CO – Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182, Sabtu siang
(9/1/21) diduga ada kaitannya dengan downdraft atau hentakan pesawat ke bawah.
Hal itu diungkapkan analis penerbangan John Brata.
Menurut John Brata, dikutip dari
ZonaTerbang.id, Minggu malam (10/1), melihat data-data ketinggian pesawat
Sriwijaya Air SJ182 yang melayani rute penerbangan Jakarta-Pontianak sebelum
hilang kontak, ada kemungkinan pesawat terjebak dalam ruangan tanpa tekanan,
sehingga kehilangan tenaga dan tersedot ke bawah, kehilangan ketinggian dengan
sangat signifikan atau downdraft.
Downdraft adalah fenomena cuaca
yang membuat ruangan seakan kehilangan tekanan sama sekali secara tiba-tiba. Dalam
keadaan pesawat sedang melakukan pendakian menuju ketinggian aman, downdraft
menjadi semakin berbahaya dan fatal.
Pesawat Sriwijaya Air nahas yang
dipiloti Kapten Afwan jatuh dari ketinggian 10 ribu kaki dan terakhir terpantau
di ketinggian 250 kaki.
Boeing 737-524 yang mulai
beroperasi pada 13 Mei 1994 lalu itu take off dari Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta pada pukul 14.35 WIB, Sabtu (9/1).
Empat menit kemudian pesawat
berbelok ke arah kanan dan mendaki di ketinggian 10.175 kaki.
Detik-detik setelah pukul 14.40
WIB adalah bagian paling kritikal dalam perjalanan SJ-182 mencapai titik aman.
Dari data-data yang ada, terlihat kecepatannya menurun, begitu juga
ketinggiannya.
Delapan detik setelah 14.40 WIB,
kecepatan pesawat tercatat 287 knots dan berada di ketinggian 10.725.
Di detik ke-14, dengan kecepatan
224 knots SJ-182 berada pada pada ketinggian 8.950 kaki. Dua detik kemudian
kecepatan pesawat 192 knots dengan di ketinggian 8.125 kaki.
Sementara di detik ke-20,
kecepatan pesawat yang pernah dioperasikan Continental Airlines dan United
Airlines tercatat 155 knots dengan ketinggian 5.400ft.
Pada pukul 14.40.27 WIB,
kecepatan SJ-182 tercatat 358 knots, namun berada pada ketinggian hanya 250
kaki.
Kecepatan 358 knots ini adalah
kecepatan tertinggi yang tercatat dalam penerbangan terakhir Sriwijaya SJ-182
itu.
Dari data-data ini dapat
disimpulkan bahwa pesawat kehilangan ketinggian secara signifikan hanya dalam
19 detik dari ketinggian 10.725 kaki menuju 250 kaki.
“Kehilangan ketinggian secara
signifikan dalam waktu yang sangat singkat adalah tanda-tanda fenomena
downdraft. Ini sangat fatal,†ungkap John Brata yang pernah bertugas sebagai
penerbang di Marinir dan Polri.
Sementara Informasi dihimpun
Pojoksatu.id, dibanding turbulensi, ada gejala yang lebih berbahaya dalam dunia
penerbangan yakni downdraft dan updraft.
Downdraft adalah hentakan ke
bawah, sementara updraft adalah hentakan ke atas.
Kedua gejala ini merupakan dampak
dari turbulensi.
Bayangkan ketika Anda sedang
dalam penerbangan, kemudian pesawat seakan jatuh selama beberapa saat sebelum
kembali normal. Itulah downdraft.
Namun, downdraft dan updraft
tidak bisa diidentifikasikan sebagai gejala pesawat jatuh meski cukup berbahaya
bagi penumpang.
Sementara itu situasi terkini di
lapangan, tim gabungan berhasil mengevakuasi turbin pesawat Sriwijaya Air
SJ182. Turbin itu dibawa ke Pelabuhan JICT II menggunakan KRI Cucut.
Turbin tiba di Pelabuhan JICT II,
Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (10/1/2021) pukul 22.10 WIB. Komandan KRI Cucut,
Mayor Laut Orri Ronsumbre, mengatakan turbin ditemukan di sekitar KRI Rigel.
“Turbin ini ditemukan di sekitar
KRI Rigel dengan sonar 3 dimensi,†kata Orri, dalam keterangan tertulisnya.
Selanjutnya, turbin tersebut
diserahkan kepada Direktur Operasi Basarnas, Brigjen TNI (Mar) Rasman selaku
SAR Mission Coordinator (SMC). SMC kemudian menyerahkan semua ke KNKT untuk
penyelidikan lebih lanjut.