26.4 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Mengganas

SETIAP kali wilayah Timur Tengah ricuh, pelaku industri global
migas kalut. Alasannya pasti sama. Jalur migas dari negara-negara Timur Tengah
bakal terhambat dengan keadaan nonkondusif.

Keadaan itu terulang saat isu
Iran memanas. New York Times merilis bahwa harga minyak mentah Brent meningkat
3,5 persen menjadi USD 61 (Rp 853 ribu) per barel Kamis lalu (11/7).

Satu-satunya alasan yang menahan
harga komoditas fosil tersebut meroket adalah ekonomi Tiongkok, konsumen migas
terbesar, yang lesu.

”Kapal dari berbagai negara
pasti melalui jalur tersebut. Jika jalur tak aman, risiko pasokan pasti
meninggi,” ujar Paolo d’Amico, ketua International Association of Independent
Tanker Owners.

Pertanyaannya, apakah tak ada
solusi lain? Masalah klise itu seperti berulang. Jika Selat Hormuz tertutup, 20
persen pasokan minyak bakal tersendat. Konsumen dari Asia merupakan pelanggan
terbesar dari negara-negara seperti Qatar, Uni Emirat Arab, atau Oman.

Baca Juga :  Suhu Panas Melanda Eropa

Pemerintah Arab Saudi dan Qatar
sudah berupaya membuat jalur alternatif. Mereka membangun jalur pipa migas
lintas negara sampai ke luar perairan teluk. Namun, jalur tersebut pun masih
rentan terhadap serangan. Pada Juni lalu, jaringan pipa itu diledakkan kelompok
Houthi dan membuat pasokan minyak terhenti sementara.

”Menurut saya, jalur-jalur
alternatif ini tidak efisien. Apalagi, mereka jauh dari pangsa pasar utama,
yaitu Asia,” ujar pakar migas Kuwait Kamel al-Harami kepada Agence
France-Presse. (bil/c19/dos/jpnn/kpc)

SETIAP kali wilayah Timur Tengah ricuh, pelaku industri global
migas kalut. Alasannya pasti sama. Jalur migas dari negara-negara Timur Tengah
bakal terhambat dengan keadaan nonkondusif.

Keadaan itu terulang saat isu
Iran memanas. New York Times merilis bahwa harga minyak mentah Brent meningkat
3,5 persen menjadi USD 61 (Rp 853 ribu) per barel Kamis lalu (11/7).

Satu-satunya alasan yang menahan
harga komoditas fosil tersebut meroket adalah ekonomi Tiongkok, konsumen migas
terbesar, yang lesu.

”Kapal dari berbagai negara
pasti melalui jalur tersebut. Jika jalur tak aman, risiko pasokan pasti
meninggi,” ujar Paolo d’Amico, ketua International Association of Independent
Tanker Owners.

Pertanyaannya, apakah tak ada
solusi lain? Masalah klise itu seperti berulang. Jika Selat Hormuz tertutup, 20
persen pasokan minyak bakal tersendat. Konsumen dari Asia merupakan pelanggan
terbesar dari negara-negara seperti Qatar, Uni Emirat Arab, atau Oman.

Baca Juga :  Suhu Panas Melanda Eropa

Pemerintah Arab Saudi dan Qatar
sudah berupaya membuat jalur alternatif. Mereka membangun jalur pipa migas
lintas negara sampai ke luar perairan teluk. Namun, jalur tersebut pun masih
rentan terhadap serangan. Pada Juni lalu, jaringan pipa itu diledakkan kelompok
Houthi dan membuat pasokan minyak terhenti sementara.

”Menurut saya, jalur-jalur
alternatif ini tidak efisien. Apalagi, mereka jauh dari pangsa pasar utama,
yaitu Asia,” ujar pakar migas Kuwait Kamel al-Harami kepada Agence
France-Presse. (bil/c19/dos/jpnn/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru