30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ketua KPK Firli Bahuri Terbukti Bersalah Langgar Kode Etik

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Sidang kode etik memutuskan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran kode
etik.

Hal itu terkait gaya hidup mewah
penggunaan helikopter dalam perjalanan pribadinya ke Baturaja, Sumatera
Selatan.

Putusan itu dibacakan Ketua Dewas
KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan putusan dugaan pelanggaran kode
etik Firli Bahuri di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

“Menyatakan terperiksa bersalah
melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku,” ujar Tumpak.

Firli dinilai tidak mengindahkan
kewajiban, menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu
melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi dan menunjukkan keteladanan
dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. “Yang diatur dalam pasal 4 ayat 1
huruf n dan pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020
tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi,”
sambungnya.

Akan tetapi, Firli hanya
mendapatkan sanksi sanksi ringan oleh Dewan Pengawas KPK berupa teguran
tertulis dua.

“Menghukum terperiksa dengan
sanksi ringan berupa teguran tertulis dua, yaitu agar terperiksa tidak
mengulangi lagi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati
larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku Komisi
Pemberantasan Korupsi,” tegas Tumpak.

Baca Juga :  BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem di 32 Provinsi, Termasuk Kalteng

Dewas KPK berpandangan, hal yang
memberatkan dan meringankan, Firli dinilai tidak menyadari pelanggaran yang
telah dilakukan.

Sebagai Ketua KPK, Firli
seharusnya menjadi teladan. Bukan melakukan hal yang sebaliknya. “Hal yang
meringankan, terperiksa belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan
pedoman perilaku, terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya
persidangan,” jelas Tumpak.

Firli terbukti melanggar kode
etik dan pedoman perilaku ‘Integritas’ pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau huruf
n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau perilaku ‘Kepemimpinan’ pada Pasal 8
Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020.

Berdasarkan Peraturan Dewan
Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020, terdapat kategori sanksi ringan, sedang dan
berat. Hal itu berlaku untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK.

Sanksi ringan di antaranya,
teguran lisan dengan masa berlaku hukuman satu bulan.

Teguran tertulis satu dengan masa
hukuman selama tiga bulan dan teguran tertulis dua dengan masa hukuman enam
bulan.

Baca Juga :  Sekolah Perlu Miliki Satgas Anti Narkoba

Sedangkan sanksi sedang
diberlakukan pemotongan gaji pokok 10 persen, 15 persen dan 20 persen selama
enam bulan.

Sementara sanksi berat, yakni
pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan dan diminta untuk mengajukan
pengunduran diri.

Dituliskan juga, kepada mereka
yang tengah menjalani sanksi baik ringan, sedang dan berat, tidak dapat
mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan. Baik
yang diselenggarakan di dalam KPK maupun di luar lembaga antirasuah tersebut
sebagaimana dalam Pasal 12 poin 2.

Usai mendapat vonis tersebut,
Firli Bahuri menyampaikan permintaan maafnya. “Saya pada kesempatan hari ini
saya memohon maaf kepada masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman,” kata
Firli di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Terkait putusan yang dijatuhkan
Dewas KPK kepada dirinya, Firli mengaku menerima dan berjanji tidak akan
melakukan perbuatan yang sama di lain kesempatan. “Tentu putusan (Dewas KPK)
saya terima. Saya pastikan, bahwa saya tidak pernah mengulangi lagi,”
sambungnya.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Sidang kode etik memutuskan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran kode
etik.

Hal itu terkait gaya hidup mewah
penggunaan helikopter dalam perjalanan pribadinya ke Baturaja, Sumatera
Selatan.

Putusan itu dibacakan Ketua Dewas
KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan putusan dugaan pelanggaran kode
etik Firli Bahuri di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

“Menyatakan terperiksa bersalah
melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku,” ujar Tumpak.

Firli dinilai tidak mengindahkan
kewajiban, menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu
melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi dan menunjukkan keteladanan
dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. “Yang diatur dalam pasal 4 ayat 1
huruf n dan pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020
tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi,”
sambungnya.

Akan tetapi, Firli hanya
mendapatkan sanksi sanksi ringan oleh Dewan Pengawas KPK berupa teguran
tertulis dua.

“Menghukum terperiksa dengan
sanksi ringan berupa teguran tertulis dua, yaitu agar terperiksa tidak
mengulangi lagi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati
larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku Komisi
Pemberantasan Korupsi,” tegas Tumpak.

Baca Juga :  BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem di 32 Provinsi, Termasuk Kalteng

Dewas KPK berpandangan, hal yang
memberatkan dan meringankan, Firli dinilai tidak menyadari pelanggaran yang
telah dilakukan.

Sebagai Ketua KPK, Firli
seharusnya menjadi teladan. Bukan melakukan hal yang sebaliknya. “Hal yang
meringankan, terperiksa belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan
pedoman perilaku, terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya
persidangan,” jelas Tumpak.

Firli terbukti melanggar kode
etik dan pedoman perilaku ‘Integritas’ pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau huruf
n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau perilaku ‘Kepemimpinan’ pada Pasal 8
Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020.

Berdasarkan Peraturan Dewan
Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020, terdapat kategori sanksi ringan, sedang dan
berat. Hal itu berlaku untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK.

Sanksi ringan di antaranya,
teguran lisan dengan masa berlaku hukuman satu bulan.

Teguran tertulis satu dengan masa
hukuman selama tiga bulan dan teguran tertulis dua dengan masa hukuman enam
bulan.

Baca Juga :  Sekolah Perlu Miliki Satgas Anti Narkoba

Sedangkan sanksi sedang
diberlakukan pemotongan gaji pokok 10 persen, 15 persen dan 20 persen selama
enam bulan.

Sementara sanksi berat, yakni
pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan dan diminta untuk mengajukan
pengunduran diri.

Dituliskan juga, kepada mereka
yang tengah menjalani sanksi baik ringan, sedang dan berat, tidak dapat
mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan. Baik
yang diselenggarakan di dalam KPK maupun di luar lembaga antirasuah tersebut
sebagaimana dalam Pasal 12 poin 2.

Usai mendapat vonis tersebut,
Firli Bahuri menyampaikan permintaan maafnya. “Saya pada kesempatan hari ini
saya memohon maaf kepada masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman,” kata
Firli di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Terkait putusan yang dijatuhkan
Dewas KPK kepada dirinya, Firli mengaku menerima dan berjanji tidak akan
melakukan perbuatan yang sama di lain kesempatan. “Tentu putusan (Dewas KPK)
saya terima. Saya pastikan, bahwa saya tidak pernah mengulangi lagi,”
sambungnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru